Thursday, February 28, 2008

Manusia Duniawi Dan Perselisihan.

Bacaan kelompok kami hari ini adalah dua bacaan renungan Pra Paskah: Matius 20:1-16 (Perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur) dan 1 Korintus 3: 1-9 (Perselisihan).

Hal yang paling menarik perhatianku adalah 1 Korintus 3: 5 “Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya.” Dan I Kor 3: 7 “Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan.”

Seperti orang upahan dalam perumpamaan di Matius 20 di atas, seringkali kita bersungut-sungut karena merasa tidak memperoleh upah (duniawi) yang pantas dibandingkan dengan perolehan orang lain. Seringkali kita merasa lebih dahulu hadir, lebih tua, lebih pantas menjadi sahabat Allah daripada orang lain. Bila Dia bermurah hati ingin membuka pintu rumahNya bagi semua orang, tidak pada tempatnya kita merasa iri hati.

Yang terpercik di benak saya ketika merenungkan 1 Korintus 3 adalah agama-agama berbeda di bumi ini yang di tanam secara berbeda dan disiram oleh orang-orang yang berbeda tapi tetap mengarah ke satu rumah, rumah Bapa yang memberi pertumbuhan itu.

Dalam sharing kelompok timbul beberapa hal lain yang sama menariknya. Seorang teman mengemukakan 1 Korintus 3: 1-3 yang membahas manusia duniawi yang masih belum dewasa dalam Kristus. Iri hati dan perselisihan menunjukkan kedegilan manusia duniawi.

Berbicara tentang kedewasaan rohani kami juga sedikit menyinggung perdebatan di seputar sampul depan majalah Tempo yang menampilkan lukisan The Last Supper dengan mengganti personil yang tergambar di dalamnya. Kemarahan yang berlebihan lebih merupakan ekspresi manusia duniawi yang tidak lagi mengedepankan cinta kasih sebagai landasan mendasar sikap hidup Kristiani. Beruntung bahwa ledakan emosi yang terjadi tidak mengarah ke anarkisme, karena terkadang mengobarkan kemarahan dengan cara pandang yang terlalu subyektif bisa menimbulkan emosi yang membabi buta. Terlepas dari beda pendapat yang ada, secara pribadi saya teringat pada kasus Arswendo dahulu. Hmm…beberapa hal memang terlalu sensitif bagi sebagian orang!

Tuhan Yang Maha Kasih,
Terima kasih atas segala kemurahan hatiMu,
Bantu daku mengelola semua siraman berkatMu,
Baik yang memberikan kemanisan duniawi,
Maupun yang menjadi kawah candradimuka untuk pembentukan manusia rohani yang berarti bagiMu.
Kekuatan dariMu adalah sumber kemenanganku dalam segala pergumulan.
Kasih karuniaMu menjadi penguat dalam membangkitkan daku kembali.
CintaMu adalah Nafas yang menghidupkanku.
Dalam namaMu aku berusaha bertekun untuk mencapai kesabaran dan kerendahan hati.
Amin.

Wednesday, February 06, 2008

Tuhan Yang Maha Esa.

Kemarin adalah hari Rabu Abu, hari pantang dan puasa pembuka masa Prapaskah selama 40 hari. Kebetulan kemarin juga adalah malam menjelang perayaan Imlek, tahun baru penanggalan Cina. Gereja memberikan dispensasi bagi umat yang merayakan pergantian tahun ini, sehinga boleh menggantikan hari puasanya dengan hari lain. Sebelum menikah saya tidak memiliki kebiasaan makan malam bersama keluarga di malam tahun baru Imlek. Setelah menikah barulah terikut dengan kebiasaan keluarga suami. Sehingga sebenarnya kebiasaan ini bukan sebuah tradisi yang mengakar di hati. Sebuah dilema agak terasakan…

Hari ini bacaan yang terbuka ketika saya membuka Kitab Suci adalah Kebijaksanaan Tuhan dalam ciptaanNya (Sirakh 33:7-18).

Sirakh 33: 7-9; Mengapa hari yang satu melebihi yang lain, walaupun sepanjang tahun cahaya datang dari matahari yang sama? Karena pikiran Tuhan diperbedakan, dan Dialah yang memperlainkan musim dan hari raya. Beberapa di antaranya ditinggikan serta disucikan olehNya, sedang yang lain-lain dijadikanNya hari biasa.

Sirakh 33: 10-11; Segala manusia berasal dari tanah liat, dan Adam diciptakan dari tanah. Namun demikian dalam kebijaksanaanNya yang besar Tuhan membedakan mereka dan menerapkan pelbagai jalan bagi mereka.

Kutipan pertama membicarakan tentang hari raya dan pergantian musim. Tahun Baru Imlek bukan perayaan dari agama, tapi perayaan pergantian musim. Dan pergantian tahun ini begitu beragam dalam kalender manusia. Ada penanggalan Islam, penanggalan Gregorian, penanggalan Jawa, dll. Bumi yang sama yang berputar mengelilingi matahari yang sama, dengan kehadiran bulan yang sama, membuat manusia memiliki begitu banyak penanggalan.

Kutipan kedua mengatakan adanya pelbagai jalan bagi manusia. Kalau bumi, matahari, dan bulan yang sama menghadirkan begitu banyak penanggalan, bukankah Tuhan itu juga hanya satu dengan pelbagai jalan yang diterapkan bagi manusia? Karena hati manusia yang degil, membuat Dia datang melalui berbagai jalan yang paling sesuai dengan hati umatNya?

Semakin hari semakin aku takjub pada kedalaman isi Kitab Suci. Isinya tidak menjadi basi melintasi zaman, melainkan semakin menunjukkan kearifan yang mendalam dalam menghadapi tantangan zaman.Terkadang saya mendengarkan juga siraman rohani bagi umatNya yang berada di jalan berbeda, semua juga terasa kental dengan kebijakan Ilahi. Hanya bagaimana manusia menjalankan isi ajaranNya yang bisa memberikan buah kebaikan.

Tuhan,
Engkau yang Esa yang menerangi hati manusia,
Terima kasih karena kasihMu,
Terima kasih untuk berkatMu,
Bantu kami berjalan di jalan kami masing-masing,
Asal tak hilang tujuan utama yang abadi,
KediamanMu di surga…
Amin.