Friday, October 24, 2008

Kesiapan Memasuki Kehidupan Kekal

Posting kali ini masih di seputar perpindahan dari kehidupan di dunia ini ke dalam kehidupan kekal di surga. Tanggal 21 Oktober ini saya baru saja ditinggalkan oleh nenek saya. Beliau mencapai usia 95 tahun 8 bulan. Usia yang cukup panjang untuk merasakan kegembiraan dan juga memikul salibnya di dunia.

Sepuluh tahun yang lalu nenek saya dari pihak ibu, yang kami panggil 'Amma' (artinya ibu), sudah pernah sakit parah. Waktu itu saya sedang hamil putra pertama saya. Tidak diduga saat itu nenek saya berhasil sembuh, malahan secara tiba-tiba opa saya (dari pihak ayah saya) yang meninggal dunia. Rencana Tuhan memang senantiasa menjadi misteri bagi manusia.

Ketika Amma baru sembuh dia sempat lumpuh, tapi keinginannya yang kuat untuk menimang cicit (anak saya) membuat dia sanggup duduk kembali dan akhirnya malah sanggup berjalan lagi dengan bantuan tongkat.

Beberapa tahun terakhir ini beliau kembali lumpuh, kali ini lumpuh total. Beliau tidak bisa lagi bangun dari tempat tidurnya. Tetapi saat-saat inilah rasanya imannya dikuatkan. Saya tidak ingat persis kapan Amma menerima sakramen baptis. Nama baptis yang dipilih mendekati nama aslinya, jadilah namanya Bernadette. Nama ini yang mendekatkannya pada sosok Bunda Maria. Salah satu lagu kesayangannya adalah "Di Lourdes...di gua...sunyi terpencil..., ... Ave, ave, ave Maria,ave,ave, ave Maria". Lagu ini berulang kali kami nyanyikan dalam acara perpisahan dengan raga duniawinya.

Rasanya pergulatan untuk menjadi Katolik memang pada awalnya masih dimilikinya. Tetapi semakin hari, terlihat beliau semakin gembira menyanyikan lagu Ave Maria dan semakin memaknai kehadiran prodiakon yang membawakan komuni suci. Kami berharap Bunda Maria membantu mengantarnya kepada Yesus dan kekekalan Bapa di Surga.

Saya rasa memang saat itu Amma sudah siap untuk memasuki kehidupan yang kekal. Terus terang saya sedikit kecolongan karena sudah terlalu sering beliau keluar masuk Rumah Sakit, sehingga ketika orang-orang menelpon minta didoakan, saya sama sekali tidak merasa saatnya sudah tiba. Padahal kami sudah bersiap sejak bulan Agustus kemarin, bahkan awal bulan ini Amma mengisi hari lebaran di Rumah Sakit Pertamina. Ketika saya sibuk menemani tamu dan kemudian juga melayat temanku Yanti, Amma sedikit dinomor duakan. Tetapi beliau bahkan masih memberi waktu kembarku untuk berulang tahun dahulu. Tanggal 21, yang di bulan April lekat dengan nama Ibu Kartini -salah satu lagu kesukaannya juga- menjadi tanggal dimana secara tiba-tiba dia meninggalkan kami.

Saya pernah bertanya-tanya "mengapa?" atas pilihanNya terhadap orang yang dipanggilNya memasuki kehidupan kekal. Mempertanyakan pilihan waktuNya..., ternyata bulan Oktober ini Tuhan memanggil temanku dan juga nenekku. Kepergian mereka berdua terasa mengejutkan, walaupun saya sudah tahu adanya kemungkinan itu. Semua ini mengingatkan kepada perintahnya: "Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, agar kalian tahan berdiri di hadapan Anak Manusia."

Dari Lukas 12: 35-38 bisa kita baca bagaimana Yesus memperingati para murid untuk senantiasa berjaga-jaga. "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala. Hendaklah kalian seperti orang yang menanti-nantikan tuannya pulang dari pesta nikah, supaya jika tuannya datang dan mengetuk pintu, segera dapat dibukakan pintu..."

Tuhan,
Dalam kehilangan orang-orang terkasih ini aku tersadar
betapa masih banyak lubang yang belum tertutup di dalam hatiku
betapa masih belum siap hatiku memasuki Rumah Bapa yang suci
kesiapan yang pernah kupikir kumiliki.
Kini Dikau tunjukkan padaku
noda-noda yang masih perlu dibersihkan dan disapu
jalan-jalan yang perlu dihias untuk memuliakan namaMu
agar sungguh siap menerima hadirMu
dalam kekekalan hidup abadi yang Dikau janjikan.
Amin.

Rahasia Kematian

Satu setengah bulan yang lalu, warga lingkungan saya ada yang meninggal dunia di Rumah Sakit Pluit Jakarta. Saya termasuk tim sibuk, mulai dari mendampingi isterinya sampai mengiring mobil jenasah "Santo Yoseph" ke Rumah Duka & Kremasi Oasis Tangerang. Kebetulan saya mempunyai waktu yang lebih longgar sehingga ditunjuk sebagai tim jemput Romo yang akan memimpin misa tutup peti di Oasis.

Dalam kotbahnya yang singkat romo Laurent mengatakan biasanya orang selalu menanyakan: “Kenapa orang yang baik mati dalam usia muda, dan sebaliknya yang jahat umurnya panjang? Kenapa bayi tidak berdosa yang baru dilahirkan juga bisa mati?” Kebiasaan mengandai-andai tersebut menurut romo Laurent kurang bijak.

Sepanjang zaman manusia berusaha menyelidiki rahasia kematian, manusia ingin tahu terutama ada apa sesudah kematian.Tetapi yang jelas setiap manusia pada suatu saat nanti pasti mati, suatu ketetapan Allah yang tidak dapat dihindari.Kematian itu wajar, sebab tidak ada seorangpun yang dapat hidup kekal. Yang menjadi persoalan ada apa sesudah kematian itu.Hanya Kitab Suci yang bisa memberikan jawaban seperti ada tertulis: "…dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi" ( Ibr.9:27 ). Jadi ada penghakiman sesudah kematian.

Persoalan sekarang ialah, mungkinkah kita dapat lolos dari penghakiman itu? Marilah kita perhatikan lebih dulu firman Tuhan tentang manusia: "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak" (Roma 3:10). Sebab upah dosa ialah maut, tetapi karunia Allah ialah hidup kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23) Adakah engkau sangka bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah?" (Roma 2:3b)

Ia (Tuhan) akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingannya sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman" ( Roma 2: 6-8).

"Langkah kaki orang orang yang dikasihiNya dilindungiNya, tetapi orang orang fasik akan mati binasa dalam kegelapan, bukan karena kekuatannya sendiri seorang berkuasa (1 Sam2:9)." Dari pernyataan ayat ayat firman Tuhan, kita pasti mengerti tidak seorangpun akan terlepas dari penghukuman/penghakiman. Tetapi karena kemurahanNya saja, Dia telah memberi kita jalan supaya selamat, yaitu dengan menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi.

Kitab Suci dengan tegas mengatakan: "Dan keselamatan tidak ada dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab dibawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang olehNya kita dapat diselamatkan" ( Kis4:12).

Kontributor: JM Kummala

Thursday, October 09, 2008

RencanaNya Tidak Selalu Bisa Diduga

Saya baru saja kehilangan seorang teman, tidak sangat dekat secara fisik karena kami hanya bertemu untuk berdoa, meditasi dalam FirmanNya, seminggu sekali. Itupun kalau jadwal sekolah anak-anak, dan jadwal pribadi kami memungkinkan.

Pertama kali bertemu dengannya, saya merasa dia orang yang sangat beruntung karena memiliki kebahagiaan yang begitu besar. Suami yang tampaknya senantiasa saling mendukung, anak-anak manis dan berprestasi, dan kegiatan sosial yang masih memampukan dia mengeksplorasi talentanya. Semuanya terlihat begitu sempurna, sampai tiba-tiba ‘gong’ kejutan berbunyi…KANKER!

Tapi kejutan itu sebenarnya terasa bagaikan kerikil tajam saja, ada kisah Rima Melati yang sembuh dari penyakit itu, ada kisah temanku yang lain yang juga sembuh dari kanker stadium yang lebih tinggi. Apalagi teman ini tidak pernah menunjukkan kecemasan, keloyoan, maupun tidak adanya harapan. Optimismenya selalu tinggi, kepercayaannya pada Tuhan begitu mendalam. Apapun yang Tuhan berikan pasti baik adanya.

Pernah kami menengoknya ketika dia baru menjalani kemoterapi dan terdengar kabar kondisinya buruk. Setiba di rumahnya, dengan wajah ceria ia menyambut dengan penuh tawa. Terus terang rombongan yang datang sedikit bingung karena memang bukan seperti itu biasanya sambutan yang diberikan oleh orang sakit yang sedang ditengok. Apalagi di balik kimononya dia masih terikat dengan kantong yang menampung sisa cairan yang keluar.

Kupikir ia pasti akan sembuh, Tuhan ingin menjadikannya pewarta yang lebih khusus lagi. Perjuangannya melawan sakitnya akan menjadikannya lebih mampu mendekati sesama yang menderita sakit untuk menguatkan mereka dan memberikan harapan kesembuhan bagi mereka.

Senyum cerianya memang merupakan satu hal yang ternyata mengesankan semua orang yang pernah kenal dengannya. Setidaknya begitulah kesan yang saya dengar dari sharing teman-temannya semalam, ketika misa peringatan tujuh hari berpulangnya teman terkasih ini. Senyum itu juga yang membuat foto yang dipajang di rumah duka juga begitu berkesan, karena memang seperti itulah dia yang kami kenal.

Suaminya berbagi kisah, kebingungan yang terutama dirasakannya adalah kehilangan teman berbagi cerita. Rasanya bukan hanya dia yang kehilangan hal itu. Hampir semua teman yang dekat dengannya akan merasakan hal yang sama. Entah darimana energi yang dimiliki teman ini untuk berbagi kasihNya…rasanya, pasti dari Roh Kudus! Sebuah kado terindah yang tiba-tiba diambil kembali…

Ketika saya membawa teman dari Tabloid Rumah ke rumahnya, saya juga belajar hal lain lagi. Saat itu dia bercerita dengan antusias tentang sejarah keluarga yang terekam di dalam kebunnya, atau tentang bunga-bunga dan tanaman lain yang juga dijadikan bibit, terasa benar betapa semuanya dikerjakan dengan cinta. Passion. Ia mengenal semuanya itu dengan hatinya, secara mendalam. Ia bukan sekedar menjadi ibu rumah tangga biasa, tetapi ia menjadi ibu yang profesional yang sungguh-sungguh menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dengan prioritas yang jelas.

Terus terang saya bingung bagaimana dia sanggup membagi waktu untuk semua kegiatannya, membagi waktu untuk semua teman-teman yang membutuhkan ‘curhat’ dengannya. Membagi waktu antara keluarga dan kegiatan pelayanan selalu menjadi kendala bagi semua yang bergiat melayani di luar rumah. Bahkan tiga atau empat bulan lalu dia masih sempat bersama rekan-rekan koornya memenangkan lomba se KAJ. Siapa yang menyangka dia akan pergi secepat ini…

Imannya sungguh luar biasa. “Jika kalian yang jahat tahu memberikan yang baik kepada anakmu, betapa pula Bapamu yang di surga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada siapapun yang meminta kepadaNya.” (Lukas 11:13). Hari ini saya membaca dari CafĂ© Rohani tulisan mengenai “Iman yang Gila”: “Abraham juga salah satu tokoh ‘gila’. Selain dikenal sebagai Bapa Bangsa-bangsa, ia adalah Bapa Iman. Pada usianya yang sudah renta, Tuhan memintanya pergi dari negeri kaum kerabatnya ke suatu tempat asing. Tak ada jaminan kepastian. Hanya berbekal janji Tuhan (yang belum sepenuhnya ia kenal), Abraham pun pergi.” Teman saya jauh lebih beruntung, dia sudah mengenalNya dengan baik, dan percaya sepenuhnya pada janji keselamatanNya. Tapi sebagai ibu, ada anak-anak yang senantiasa menjadi inti dari kehidupan kami di dunia. Pembelajaran yang pertama dan utama, katanya berasal dari rumah. Dan bila dua kaki penyangga yang berasal dari ibu tidak ada, bagaimana ke depannya? Temanku ini memiliki iman ‘yang gila’, yang membantunya percaya sepenuhnya akan penyalenggaraan Tuhan terhadap keluarga yang ditinggalkannya.

Selama ini saya menganggap kematian adalah kebahagiaan, perjumpaan denganNya, juga akhir dari penderitaan ragawi dan awal kehidupan yang kekal. Tapi kepergian teman saya ini menyentakkan saya, karena tiba-tiba saya tersadar betapa saya belum siap melepaskan keluarga saya, terutama anak-anak saya, betapa masih banyak dosa-dosa tersembunyi yang belum kubersihkan dari sudut-sudut hatiku. Siapkah aku pergi ke rumahNya? Ternyata tidak sesiap dugaan awalku…

Teman saya ini siap, dia mungkin mengulang kata-kata St. Theresia Lisieux, “Aku menyerah kepada Allah. Dengan kepercayaan buta aku berani meloncat ke dalam tangan Allah yang kuat dan menyelamatkan.”

Temanku sering berkata tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Perjumpaan kami mungkin termasuk di dalamnya. Kemarin juga sebenarnya saya sangat repot, asisten rumah tangga mudik lebaran dan belum juga kembali. Suami diminta pulang cepat untuk menjaga anak-anak selama saya menghadiri misa, tidak bisa pulang cepat. Ketika saya hampir melupakan acara di gereja itu, tiba-tiba saya diingatkan melalui blog ini (saya tidak sengaja masuk dan membaca tulisan terakhir saya). Akhirnya anak-anak ikut ke misa, sedikit mengganggu orang-orang yang duduk di sekitar kami mungkin. Tapi kemudian (setelah acara) menyaksikan mereka bermain dengan anak temanku yang terkecil, yang masih di Taman Kanak-Kanak, kelas yang sama dengan anak kembarku bila mereka bersekolah di sekolah yang sama, kurasa memang temanku menginginkan mereka datang bersamaku dan berkenalan dengan anaknya. Sebuah niatan yang selama ini tidak pernah kami tuntaskan.

Tidak ada yang kebetulan di dunia ini, rencana Tuhan tidak selalu terang dan jelas di mata manusia. Misteri rencanaNya membutuhkan ‘kepercayaan buta’ untuk pasrah kepadaNya. Kalau anda secara kebetulan membaca tulisan ini, luangkan waktu sejenak untuk diam dan mencari sabdaNya di dalam hati anda, mungkin Dia ingin mengatakan sesuatu melalui hatimu. Demikian juga ketika membaca Kitab Suci, luangkan waktu sejenak untuk memeriksa batinmu karena disana ada pesanNya yang khusus hanya ditujukan padamu seorang!

Bapa yang baik,
Kupercaya Engkau memanggil anakMu dan memberinya tempat yang nyaman di sisiMu,
Tolonglah kami yang masih dalam perjalanan ziarah kami di bumi ini,
Berikanlah Roh Kudus sebagai penguat diri kami,
Hadirlah melalui diri kami untuk sesama yang membutuhkan hadirMu,
Kuatkan kami untuk senantiasa berkata dan menyelami perkataan:
“Bukan kehendakku, melainkan kehendakMu lah yang terjadi Tuhan.”
Amin.

Sunday, October 05, 2008

Surat untuk seorang teman di surga

Yanti yang terkasih,

Kupercaya dikau sudah bersama Bapa di surga. Bunda Maria menjemputmu di hari Jumat pertama di bulan Oktober ini. Satu hari setelah hari para malaikat Kudus. Menurut Romo Widyo kemarin, hari itu juga diapit oleh hari peringatan dari Santo Fransiscus dari Asisi yang juga menemui Bapa pada usia 44 tahun.

Keluargamu tampak tabah, tapi aku malah terisak terus. Pasti kau tersenyum melihat kebodohanku. Aku tahu, aku seharusnya tersenyum, dikau sudah bersamaNya. Dahulu Romo Ben Tentua OFM pernah menegur: "Jangan bersedih, almarhumah sudah di surga. Ayo kita menyanyi lagu semua bunga ikut bernyanyi..." Itu kejadian waktu omaku meninggal. Mungkin beliau juga tersenyum melihat kecengenganku.

Sebenarnya aku biasanya lebih cengeng di bioskop daripada di rumah duka. Entah mengapa dua hari ini aku begini..., bahkan ketika masih di Anyer aku juga bertanya-tanya kepada gelombang...mengapa? Kupikir Ia akan memakaimu di ladangNya yang baru, penguatan bagi orang-orang yang menderita sakit...Memang benar itu terjadi tapi hanya dalam hitungan singkat.

Mau tahu apa yang paling mengesankan di rumah duka? (Pertanyaan wajibmu kan?!) Yang paling berkesan adalah fotomu yang ceria tersenyum, wajah yang selalu kau tunjukkan pada kami. Bahkan dalam sakitmu, engkau masih terus menguatkan teman-temanmu. Wajah di foto itu begitu hidup, begitu ceria, dikelilingi bunga-bunga indah...

Masih ingat foto untuk hadiah Suster? Bunga-bunga yang dipeliharaNya dengan baik dengan caraNya. Aku sedang mencari kata-kata yang kukutip dahulu ketika foto kita menyembul.Aku tidak berhasil menemukan kutipan itu, tapi sebuah kutipan Kitab Suci menarik perhatianku: "In the beginning was the Word and the Word was with God, and the Word was God" (Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah, Yoh 1:1) Mungkin engkau ingin kami tetap berjalan dengan Firman itu...bukankah itu pesan terakhir yang kau kirim padaku akhir Agustus kemarin? Ketika itu engkau mengirimkan SMS: "Kuatkanlah hatimu dalam segala tantangan serta persoalan dalam kehidupan karena Tuhan yang kita sembah dalam Yesus adalah Tuhan yang tidak pernah mengecewakan, rencananya indah Bagi kita (Yer 29:11 - Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan)."

Aku tidak habis berpikir dan mengingat dongeng kanak-kanak yang pernah kubaca. Betapa sang malaikat yang bertugas menjemput seorang ibu yang harus meninggalkan dua orang anaknya yang masih kecil menghadap Tuhan, merasa kasihan pada ibu itu. Malaikat melalaikan tugasnya, dan dia lalu terhukum harus tinggal di dunia. Ia kemudian menyaksikan bagaimana anak-anak itu tumbuh dengan baik.

Aku masih juga belum mampu menghayati lagu "Semua Baik", lagu itu mengalun bersama derai air mataku:
"Dari semula t'lah Kau tetapkan
Hidupku dalam tanganMu
Dalam rencanaMu Tuhan

Rencana indah t'lah Kau siapkan
Bagi masa depanku yang penuh harapan

S'mua baik, s'mua baik
Apa yang t'lah Kau perbuat
di dalam hidupku

S'mua baik
Sungguh teramat baik
Kau jadikan hidupku berarti."

Hidupmu sudah berarti, begitu banyak orang yang datang, masing-masing dengan kenangan istimewa mereka. Dalam waktu yang singkat engkau sudah menanam begitu banyak kenangan, begitu banyak kerinduan untuk mendekat pada FirmanNya sepertimu.

Lagu "Pelangi KasihNya" bagaikan nasehatmu yang sebenarnya sudah sangat sering kudengar:
"Apa yang kau alami kini
Mungkin tak dapat engkau mengerti
satu hal tanamkan di hati
Indah semua yang Tuhan b'ri

TuhanMu tidak akan memberi
Ular beracun pada yang minta roti
Cobaan yang engkau alami
Tak melebihi kekuatanmu

Tangan Tuhan sedang merenda
Suatu karya yang agung mulia
Saatnya kan tiba nanti
Kau lihat pelangi kasihNya."

Lagu-lagu pujian yang kau panjatkan lewat kegiatan koor seringkali menjadi penguatan bagi kami juga. Sekarang bila tidak ada suster tidak ada lagi teman yang membantu memandu, sebulan terakhir kita tidak bersua karena kesibukan masing-masing. Satu hal yang kutahu bahwa engkau ingin dikenang ceria dan hidup, semuanya ingin kau simpan di dalam hati seperti Bunda Maria menyimpan perkara-perkara itu di dalam hatinya. Aku belum mampu seperti itu, dan aku juga seringkali memandang gelas setengah kosong...bukan setengah penuh sepertimu. Dan gelasmu memang tidak pernah kosong...ia selalu terisi dengan kasihNya.

Selamat jalan teman, engkau kembali ke RumahNya...rumahmu juga sekarang. Dahulu aku berharap engkau akan mengisi artikel di blog ini. Atau mungkin sebuah blog untuk menguatkan dan memberikan pencerahan pada orang lain. Tapi, kupercaya dengan doa, pencerahan dan penguatan itu tetap hadir...hadir dalam diri semua orang yang sudah memperolehnya melalui engkau sebagai alatNya. Setiap alat memiliki cara penggunaan yang berbeda, biarkan Dia yang mengaturnya, begitu barangkali pesanmu.

Bapa, terima kasih atas seorang teman yang begitu berarti. Terima kasih karena semua kekuatan yang Dikau berikan baginya selama penderitaannya di dunia dan bagi keluarga yang kini kehilangan orang tercintanya. Amin.