Saturday, February 28, 2009

Berkat Malaikat Pelindung (3)

Malaikat Tuhan berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka (Mazmur 36:7)

Mungkin ada banyak lagi kejadian lain yang terluput dari ingatanku, tapi beberapa peristiwa yang kuat menggores batin teringat dengan jelas.

Dalam suatu perjalanan panjang ke Eropa, saya sudah bertekad akan memasuki gereja Katolik di setiap kota yang saya singgahi dan berdoa disana. Minimal satu gereja di tiap kotanya. Kalau kebetulan bertemu beberapa gereja dan saya ada waktu, tentu saja menyenangkan untuk mengunjungi semuanya, bahkan Sacre Coeur merupakan gereja favorit yang sering sekali saya kunjungi.

Pernah satu ketika saya hanya akan berada di satu kota untuk waktu yang sangat singkat dengan acara yang sudah tersusun padat. Jadi kesempatanku untuk mencari gereja hanya pagi itu saja. Dari sore hari sebelumnya saya sudah mencoba mencari letak gereja Katolik terdekat dari apartemen teman sepupuku, tapi tidak berhasil menemukannya. Pagi itu saya mencari lokasi gereja dengan mengira-ngira berdasarkan dentang lonceng gereja. Alangkah putus asanya ketika dentang itu berakhir sebelum aku melihat wujud gereja. Merasa tanggung, aku terus berusaha mencari gereja tersebut. Ketika akhirnya menemukan bangunan yang kuperkirakan gereja Katolik, kembali rasa putus asa mencekam...pintu depannya terkunci! Selama di Eropa waktu itu, belum pernah saya menemukan gereja yang pintunya terkunci. Tapi bunyi lonceng gereja tadi juga sangat jelas...Tidak ada juga orang yang terlambat datang...Hampir putus asa dan ingin pulang saja, tiba-tiba terdengar suara nyanyian yang benar-benar bak nyanyian malaikat dari surga di telingaku. Kucoba mencari asal suara itu, dan akhirnya menemukan kapel kecil tempat ibadat pagi itu dilaksanakan. Tercapai juga niatku menerima Sakramen Maha Kudus pagi itu.

Entah apakah karena perjalananku yang selalu mencari gereja Katolik ini, atau karena doa orang tuaku yang pasti selalu juga mendoakan keselamatanku. Entah juga kalau kejadian di bawah ini hanya sebuah hal biasa yang dibesar-besarkan oleh imajinasiku yang terlalu hebat.

Suatu saat, dari Hamburg saya berangkat ke Paris melalui Amsterdam dengan naik bis malam. Dalam perjalanan ke Amsterdam saya duduk berdampingan dengan seorang pria muda. Dia mengaku "Indo", masih punya keturunan nenek buyut dari Semarang. Biasa, dengar nama Indonesia...rasanya langsung percaya saja. Ketika tiba di stasiun bis lelaki muda ini menawarkan untuk menemaniku mengunjungi Amsterdam. Memang jadwal saya numpang lewat itu disusun supaya saya sempat keliling dari pagi hingga sore di Amsterdam, dan baru kembali ke Paris malam harinya.

Senang karena tiba-tiba memperoleh teman yang baik hati, saya mau saja ditemani. Malahan dia meminta saya mampir dulu ke tempat tinggalnya untuk menaruh barang-barangnya. Dalam perjalanan saya mengatakan ingin juga melihat apabila ada gereja Katolik di Amsterdam. Dia mengatakan tidak tahu dimana letak gereja Katolik, tapi membawa saya melintasi sebuah taman, dimana menurut dia dahulu umat Katolik yang masa itu terlarang di Belanda biasa berkumpul berdoa. Dia juga mengajak saya masuk ke sebuah bar, melihat orang yang menjual hasis dan marijuana. Tentu saja saya tolak..."Hanya melihat," katanya. Saya tetap menolak. Jadilah kami berjalan kesana kemari, bahkan dia juga bercerita tentang copet-copet yang sering beraksi di antara para turis di Amsterdam. Ketika malam tiba,saatnya saya kembali ke Paris dengan bis malam. Dia mengantar saya ke stasiun dan kami bertukar alamat dengan pesan akan saling mengirim kabar.

Setiba di Paris, ternyata dia sama sekali tidak membalas kartu pos yang kukirim, bahkan telpon yang diberikannya juga tidak pernah diangkat. Episode singkat ini nyaris terlupakan, kalau saja beberapa bulan kemudian saya tidak mendengar ada wanita yang ditangkap karena membawa titipan narkoba dari Amsterdam. Tentu saja kisah itu tidak ada hubungannya dengan orang yang saya temui, tapi sempat terpikir kalau dia pada waktu itu menitipkan barang untuk saudaranya yang katanya masih banyak di Semarang, rasanya bisa jadi akan saya bawa tanpa rasa curiga apapun.

Dalam hati terpikir, bisa saja pemuda tadi semula bermaksud jahat pada saya tapi kemudian tidak melaksanakannya. Hal ini pernah saya ceritakan pada anak-anak Bina Iman Remaja. Terkadang remaja tidak berpikir cukup panjang ketika sedang menikmati dunia baru yang tampak asing dan menarik. Segala nasehat orang tua untuk tidak mudah berhubungan dengan orang yang baru dikenal seringkali dilupakan. Walaupun bisa jadi pemuda itu memang bukan orang jahat, bahkan mungkin juga telah menjadi malaikat yang melindungiku dalam perjalanan sendirian di kota Amsterdam. Tetapi aku percaya bahwa karena doa-doa yang kupanjatkan di setiap gereja yang kusinggahi, dan karena kasihNya saya telah dilindungi.

Tuhan,
Terima kasih atas perlindungaMu yang tidak berbatas
KasihMu yang selalu meneduhiku dalam perjalananku
Malaikatmu yang melindungiku dalam naungan kasihMu
Amin

Berkat Malaikat Pelindung (2)

Sesungguhnya Aku mengutus seorang malaikat berjalan di depanmu, untuk melindungi engkau di jalan (Kel 23:20)

Kisah perlindugan di jalan dalam buku "Kesaksian Bertemu dengan Malaikat" langsung membuat saya teringat akan pengalaman saya ketika kuliah dahulu.

Tempat saya kuliah di Grogol, sementara rumah orang-tuaku di Kebayoran Baru. Ketika jembatan layang Grogol dikerjakan suasana sangat sumpek, jalanan kotor dan macet hampir sepanjang hari. Kalau awalnya saya lebih sering naik bis ke sekolah, justru ketika itu saya seringkali harus naik mobil karena membawa mesin gambar.

Suatu malam, hujan amat deras mengguyur kota. Temanku yang biasanya ikut bersama aku tidak ikut pulang, entah dia bersama pacarnya atau sudah pulang terlebih dahulu. Jalanan gelap, dan licin, dan aku dalam keadaan lelah harus menyetir sendirian di antara mobil, bis, dan truk. Mobil-mobil sudah memasang lampu dim sejak tadi. Tiba-tiba...braak..."ya amnpun mobilku kesenggol," batinku. Ternyata bukan sekedar tersenggol tapi tersenggol tepi bak truk yang mencoba menyalip. Yang tersenggol bagian depan, di bingkai kaca. Hanya cacat sedikit sebetulnya, tapi secara otomatis seluruh kaca depan retak rambut.

Hujan lebat di tengah jalan macet di Grogol dan ingin berhenti? Tidak masuk akal sehat, aku lebih takut pada orang jahat yang akan segera memanfaatkan kesendirianku.

Lampu dari mobil-mobil di hadapanku menyilaukan mata, terbias dalam serpihan kaca yang hancur total tapi, untungnya, tetap bertahan di tempatnya (beruntung "tempered"nya bagus). Hanya buat mataku yang tidak kuat silau sinar-sinar itu sangat menyakitkan mata. Memecahkan sebagian kaca tidak mungkin juga, karena hujan lebat masih deras mengguyurdan tentu saja saya tidak ingin keruntuhan serpihan kaca.

Menepi dan mencari telpon untuk menghubungi orang rumah juga tidak mungkin. Saat itu ayahku sedang bertugas keluar kota dan ibu menemaninya. Jadi saya tahu persis bahwa di rumah tidak akan ada orang yang bisa kumintai bantuan.

Jadilah dengan berdoa aku menyetir perlahan-lahan. Berdasarkan feeling jalanan, dan lampu rem dari mobil di depanku. Lepas dari kemacetan merupakan satu masalah lain lagi, karena jarak antara mobilku ke mobil di depanku tidak bisa lagi kuperkirakan, apalagi aku harus juga turun jembatan Semanggi dan masuk jalur lambat. Jalananku masih berkelok-kelok, tapi...akhirnya toh aku selamat tiba di rumah.

Saat itu hanya rasa terima kasih tak terhingga kepada Yang Kuasa yang ada di hatiku. Tapi kini ketika membaca kisah "Malaikat di Jalan Raya" di dalam buku ini, saya merasa bahwa memang malaikatNya yang menuntun mata batinku "melihat" jalanan hingga sampai ke rumah.

Terima kasih Tuhan,
Atas malaikat yang Kau kirimkan untuk menjaga dan melindungi kami
Dalam lindunganMu kuakan aman selalu,
Amin.

Berkat Malaikat Pelindung (1)

Ada satu hal yang akhir-akhir ini menjadi pemikiranku, terutama setelah membaca kembali buku "Kesaksian Bertemu dengan Malaikat" tulisan Joan Wester Anderson. Kehadiran malaikat yang ajaib, yang datang dan menghilang secara fisik tidak pernah aku rasakan. Hanya saja beberapa cerita sebenarnya mengingatkanku akan beberapa kejadian masa lalu dimana boleh jadi malaikat pelindungku telah bekerja tanpa pernah aku ketahui.

Allah mendengar suara anak itu, lalu malaikat Allah berseru dari langit kepada hagar, kataNya kepadanya "Apakah yang engkau susahkan, Hagar? Janganlah takut, sebab Allah telah mendengar suara anak itu dari tempat ia terbaring..." (Kej 21:17)

Ketika aku masih kecil dahulu, aku sering stuip, yaitu kejang demam ketika sedang demam tinggi. Pernah pula gegar otak karena terjatuh dari kursi. Sebenarnya ksiah masa kecilku tidak terlalu banyak yang melekat di memori otakku. Hanya saja bagi orangtuaku kesembuhan dan kehidupanku memang merupakan anugerah Tuhan. Ada banyak orang yang ikut berperan dalam membantu kesembuhanku, dan buat aku mereka juga termasuk dalam jajaran malaikat-malaikat yang dikirim Tuhan.

Manusia menjadi malaikat bagi sesamanya terasa biasa bagiku, tapi kisah malaikat bersayap? Atau kisah malaikat yang sangat fantastis bagai mujizat? Rasanya seperti sebuah dongeng saja...

Buku "Kesaksian Bertemu dengan Malaikat" ini sepertinya sudah pernah kubaca dahulu, tapi sekarang ketika membaca ulang ada dimensi lain yang berbeda yang kutemukan.

Beberapa pengalaman yang telah lalu tiba-tiba berbicara dalam bingkai berbeda. Memang saya tidak bertemu dengan malaikat pelindungku, tapi karya nyata yang terjadi adalah mujizat yang tidak bisa saya sangkal.

Kisah yang paling tidak terlupakan adalah kisah ketika saya masih di bangku kelas 3 Sekolah Dasar. Waktu itu di sekolahku baru di kelas tiga kami dapat belajar berenang di sekolah. Saya baru satu atau dua kali ikut latihan ketika itu. Saya ingat pelajaran yang terakhir diajarkan padaku adalah "meluncur". Saya juga sebenarnya belum pandai "meluncur" saat itu.

Ketika itu aku bersama adik lelakiku ada di Puncak Pass Hotel. Ayah dan ibu sedang bertemu dengan keluarga kami yang menginap disana di salah satu bungalow. Aku berdua dengan adikku (dia mungkin masih di TK saat itu) sedang berjalan di dekat kolam renang hotel. Di salah satu sisi kolam renang, ada anak remaja yang menolak mati-matian untuk turun ke air. Melihat "anak besar" yang menangis ketakutan, aku berbisik ke adikku: "Malu-maluin, kan ada ban...Aku aja udah bisa berenang." Adikku mendengar perkataanku malah meledek: "Masa udah bisa? Mana buktinya?" Lalu kujawab lagi: "Iya, bener, nggak ada pakaian renang sih...coba ada..."

Tahu apa yang dilakukan oleh adikku? Dengan tiba-tiba dia mendorongku ke kolam renang sambil berkata: "Buktikan..." Itu kolam renang yang dalam, bukan kolam cetek tempat aku biasa belajar berenang. Lagipula airnya sedingin es batu. Ketakutan yang mendalam menguasai pikiranku. "Tuhan aku ingin selamat..."

Tidak ada seorangpun dari rombongan anak remaja tadi yang sadar kalau ada seorang anak yang sedang tenggelam di kolam dalam itu. Mereka masih membujuk anak gadis yang menangis tadi untuk mencoba berenang di dalam kolam yang lebih pendek itu.

Adikku juga mungkin tidak merasa bersalah. Dia juga tidak merasa perlu berteriak minta tolong. Entahlah, sebenarnya aku tidak tahu persis apa yang terjadi di luar sana karena orang tuaku juga tidak ada disana, jadi tidak ada yang pernah bercerita kepadaku.

Yang aku ingat, aku berjuang untuk bisa berenang. Aku mencoba meluncur mencari sisi kolam terdekat. Beruntung, aku mencapai sisi kolam dimana ada tangga yang menjulur ke bawah. Dari situ aku kemudian naik ke atas sendiri dan menangis tersedu-sedu, mempersalahkan adikku. Barulah orang-orang gempar karena hampir saja ada anak tenggelam di depan mata mereka tanpa mereka sadari.

Kejadian yang amat tidak masuk akal sebenarnya, apalagi sampai duduk di bangku SMP aku masih juga belum bisa berenang. Trauma hari itu di dalam kegelapan air kolam memang selalu menghantuiku, bahkan setelah bisa berenang di kemudian hari.

Sekarang ketika aku merefleksikan kembali kisah ini setelah membaca buku perjumpaan dengan malaikat pelindung, aku yakin bahwa malaikat pelindungku telah membantu aku di dalam air itu.

Tuhan,
terima kasih sudah mendengarkan suaraku
memberikan aku waktu untuk lebih lama lagi bersama keluargaku
semoga aku juga bisa menjadi malaikat bagi orang lain
Amin.

Wednesday, February 25, 2009

Berkat Pengutusan

Seorang teman mengirimkan sebuah tulisan, disana ada catatan dari Matius 10:8 "Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma."

Kuasa penyembuhan merupakan sebuah karunia yang diberikanNya dengan khusus. Tetapi di luar kuasa penyembuhan yang khusus itu, sebenarnya setiap manusia memperoleh talenta untuk kuasa penyembuhan itu.

Hari ini kebetulan kelompok doa kami berkumpul untuk berdoa bagi kelancaran operasi ayah saya. Salah satu doa kami tujukan juga kepada Santo Damianus dan Santo Cosmas, mendoakan agar para dokter dan tenaga medis yang bekerja dibimbing dalam rahmat penyembuhanNya.

Saya sendiri baru pertama kali ini mengetahui lebih mendalam tentang Santo Damianus dan Santo Cosmas (dalam bahasa Inggris disebutkan sebagai St. Cosmo and St. Damian), salah satu dari bait doa itu menyentuh perasaan saya.

Rasanya bagi mereka yang diberi rahmat untuk menguasai ilmu kedokteran, bukan hanya sumpah Socrates yang perlu diingat, melainkan juga ayat di atas. Memang tidak sedikit juga dokter yang dalam prakteknya juga memberikan pelayanan sosial bagi masyarakat yang kurang mampu.

Bicara tentang penyembuhan tidak selalu berbicara tentang penyembuhan fisik. Rasanya hal ini pernah juga kami bicarakan sebelumnya di dalam kelompok doa kami. "Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma," pengampunan yang kita peroleh dari Tuhan memang gratis dan tidak menuntut bayaran. Terkadang bahkan kita jatuh ke kesalahan yang sama lagi, dan kembali lagi untuk meminta maaf, dan dimaafkanNya lagi. Bagi kita manusia memberikan maaf secara cuma-cuma memang terasa sangat berat, seringkali kita merasa diri kita berada di pihak yang benar dan ingin mengenyahkan pihak lain yang berbuat jahat dan menyakiti hati kita atau keluarga. Kalau kita kembali ke ayat ini, maka akan terasa betapa besar Tuhan telah menyayangi kita. Dan setiap kita kembali kepadaNya, maka amarah yang besar itu akan menyurut. Setiap kita melihat kesalahan kita pribadi yang diampuniNya, maka keinginan untuk mengampuni akan lebih mudah diperoleh. Ketika keinginan untuk mengampuni itu hadir, maka datanglah berkat damai sejahtera di dalam hati.

Luka batin dari tindakan tidak memaafkan bisa menyakiti lebih banyak lagi orang lain. Bahkan bisa juga terus diwariskan ke generasi berikutnya. Lihat saja kisah Romeo dan Juliet, kisah amarah yang diturunkan dari generasi ke generasi, dan akhirnya mengambil korban kedua anak muda yang saing mencintai itu.

Berkat pengutusan bukan hanya milik orang tertentu dengan talenta tertentu, tetapi juga milik semua umatNya. Ampunilah karena engkau telah diampuniNya secara cuma-cuma. Bagikanlah talentamu karena engkau telah menerima talenta itu dariNya secara cuma-cuma...

Tuhan,
Terima kasih atas berkat pengutusan yang Dikau berikan pada kami,
Atas semua talenta dan kebahagiaan yang kami terima,
Atas kekuatan dan malaikat pelindung yang Engkau berikan bagi kami,
Ajari kami mengampuni,
Ajari kami berbagi kasihMu,
Jadikanlah kami pembawa damai dan sukacitaMu...
Amin.

Friday, February 06, 2009

Permintaan anak perempuan Herodias

Bacaan kami hari ini adalah dari Injil Markus 6:16-28 mengenai Yohanes Pembaptis dibunuh. Banyak hal yang menarik yang muncul hari ini, tapi saya mencoba membagikan refleksi saya sebagai seorang Herodes.

Saya membayangkan diri saya sebagai Herodes, yang segan akan Yohanes karena ia tahu bahwa Yohanes adalah orang yang benar dan suci, jadi ia melindunginya dari kemarahan Herodias. Herodias dendam karena Yohanes pembaptis pernah menegur Herodes yang mengambil Herodias, istri Filipus saudaranya, menjadi istrinya. Herodes terombang ambing antara perasaan marah (malu dan benci) dengan perasaan senang mendengarkan ajaran-ajaran Yohanes pembaptis. lalu sekarang muncul seoranga bernama Yesus. Apakah Yesus itu Elia? Atau seorang nabi lain? Atau bahkan Yohanes pembaptis yang bangkit kembali?

Herodes memikirkan kemungkinan terakhir itu lebih benar. Dan dia, Herodes, adalah orang yang bertanggung jawab karena sudah memenggal kepala Yohanes pembaptis berdasarkan permintaan dari anak perempuan Herodias. Janji yang sudah terlanjur diucapkannya pantang ditariknya kembali, walaupun hal yang dilakukannya membuat hati kecilnya tidak merasa nyaman. Dia merasa kedudukannya sebagai raja mengharuskan dia menepati janjinya, walaupun untuk sebuah permintaan yang membuat sedih hatinya. Kesedihan yang sebenarnya justru murni dari nuraninya, karena tidak melibatkan ego dan kemarahannya terhadap kritikan Yohanes pembaptis.

Sebagai manusia seringkali kita juga dihadapkan kepada permintaan-permintaan dari luar diri kita. Menyenangkan hati orang lain tentu menyenangkan sekali, tapi setidaknya kita perlu mengingat apakah batin kita ikut juga tersenyum bersama keputusan itu? Mencari dan memahami kehendak Allah dan bukan kehendak ego manusia, ataupun keinginan daging kita yang paling sulit prakteknya.

Mungkin juga terkadang kita bertindak sebagai anak perempuan Herodias, yang meminta tanpa berpikir akan makna permintaan itu sendiri. Sebuah tindakan manusiawi yang lebih berdasarkan pemikiran dan perhitungan pribadi, tanpa melibatkan kehadiran Tuhan dalam keputusan itu. Melibatkan Tuhan berarti membiarkan nurani turut bicara.

Memberikan permintaan kepada orang lain, maupun menerima untuk melaksanakan sebuah permintaan tidak berarti meninggalkan unsur kebahagiaan pribadi. Kehendak Tuhan seringkali terletak jauh di lubuk hati terdalam kita, dan dapat menjadi sumber kebahagiaan kita. Hanya orang yang mengenal dirinya sendiri dan keinginan-keinginannya yang dapat berbahagia dalam jalan Tuhan.

Manusia berhak untuk berbahagia, Tuhan tidak menginginkan manusia untuk memilih jalan dimana hatinya akan menderita. Tapi, bagaimanapun, akhirnya manusia juga harus ikut berjuang untuk mewujudkan kebahagiaan itu dalam bimbingan Roh Kudus. Doa dan iman merupakan tiang dan tongkat penopang dalam perjalanan mencari kehendak Allah. Seringkali kita lengah, entah karena ego dan gengsi, atau justru karena merasa tidak perlu memiliki kehendak pribadi...

Menjalankan kehendak Allah adalah pilihan bebas manusia. Untuk mengetahui kehendakNya pun kita perlu belajar mengenali kehendak kita pribadi sebelum memilahnya dalam bingkai iman kepadaNya.

Tuhan,
Ajarilah kami membuat permintaan yang sesuai kehendakMu,
Ajarilah kami menerima permintaan yang sesuai dengan kehendakMu,
Berikanlah rahmatMu untuk berbahagia di dalam NamaMu,
Berkat untuk mengenali kehendakMu bagi kebahagiaan kami sebagai anak-anakMu.
Amin.