Saturday, November 20, 2010

Hanya debulah aku

Tuhan,
ku bersimpuh di hadiratMu,
Sungguh hanya debulah aku,
tak pantas mencoba menyelami dalam samudraMu,
Otakku terlalu kecil untuk mengertiMu,
mengerti adaMu,
mengerti rencanaMu.

Hanya debulah aku,
yang Kau kumpulkan dan Kau bentuk,
yang Kau beri hembusan nafasMu,
yang Kau anugerahi hati dan kehendak bebas,
yang Kau biarkan berjalan di padang rumputMu.

Sungguh, hanya debulah aku...
yang terkadang tak berdaya menerima godaan iblis,
yang mencariMu tapi tak mampu melekat kuat padaMu,
yang terbang tak tentu arah mengharapkan dekapan hangatMu,
yang terhentak membentur bukit batuMu.

Hanya debulah aku,
Yang Kau ciptakan menjadi hidup,
Karena jiwaMu yang Kau titipkan ke dalam ragaku,
Dari dalam kandungan ibuku Engkau menenunku,
SuaraMu senantiasa menenangkan aku di dalam kegelapan rahimnya,
suaraMu juga yang menegur diriku ketika kutertatih belajar melangkah,
tetapi seringkali kulalaikan suaraMu,
yang bergema melintasi dada dan rongga telingaku,
membiarkanNya terbenam bersama keriuhan dunia.

Bapa,
jangan biarkan aku tersapu hilang,
jagalah biar setitik debu ini memiliki harga bagiMu,
agar mampu menempel pada salib yang dibawa Putra ke Kalvari.

Setitik debu yang tidak bermakna,
Setitik debu yang terkadang dikibas manusia,
yang berkesempatan menemani langkahNya ke Puncak Golgota.
Setitik debu yang dihidupi oleh Tubuh dan DarahNya.

Tuhan,
sungguh ajaib semua karyaMu,
sungguh besar kuasa kasihMu,
sungguh agung kebesaranMu,
sungguh menakjubkan rencana-rencanaMu,
tak kuasa kumengerti...
tak berdaya kujalani...
hanya cintaMu yang mampu membuatku berarti
walau tidak mengerti tapi berguna bagiMu,
pakailah aku sebagai alatMu,
bentuklah aku dengan cintaMu,
karena Dikau semata yang menghidupiku.

(Inspirasi dari Mazmur 139)

Tuesday, November 16, 2010

Doa dan kehadiranNya

Model meditasi baru kami membuat saya secara fisik lebih segar. Mungkin karena meninggalkan semua masalah sejenak memang membuat saya lebih nyaman. Tetapi di satu pihak saya merasa kehilangan "suaraNya". HadirNya dalam meditasi seringkali tidak sama dengan "suaraNya" yang kuperoleh lewat kontemplasi Kitab Suci dahulu. Yang paling merasakan akibatnya mungkin adalah blog ini. Selain karena masalah komputer dan perangkat pendukungnya yang tidak menunjang kehidupan daringku, maka rasa nyaman yang tidak disertai loncatan inspirasi membuat blog ini cukup terbengkalai.

Minggu lalu kami mencoba kontemplasi sendiri. Bacaan hari itu yang kami baca adalah 2 Yoh 4-9. Bacaan ini sangat menyentuh karena ditujukan kepada seorang ibu. Sungguh terasa bahwa surat itu ditujukan kepada kami sendiri, kaum ibu. Yang paling berkesan adalah perkataan dari ayat 6: "...Dan inilah perintah itu, yaitu bahwa kamu harus hidup di dalam kasih,..."

Saling mengasihi terkadang sangat mudah untuk diucap, tetapi terasa sukar ketika harus dilaksanakan. Kasihilah sesamamu seperti engkau mengasihi dirimu sendiri. Perintah ini akan bertambah sukar bila kita sendiri tidak tahu bagaimana caranya mengasihi diri kita sendiri. Tetapi sesungguhnya kasih akan Allah menutupi semua ketidak-tahuan itu. Bila kita membiarkan iman kita membawa kita untuk meletakkan semua kekurangan kita ke dalam kelimpahan kasihNya, maka niscaya kasihNya akan mengisi kekurangan yang kita miliki. Setelah beberapa saat yang lalu saya diingatkan kembali akan pentingnya memiliki sikap sabar, lemah lembut, dan rendah hati, maka minggu ini saya diingatkan untuk mencariNya agar Ia membentuk kekurangan kita.

Satu cara untuk menemuiNya adalah dalam doa. Kami mencoba meditasi doa agar dapat menghadirkanNya dalam keheningan jiwa kami, dan memampukan kami mendengar suaraNya. Maranatha...

Bapa yang maha baik,
PutraMu datang menderita bagi segala dosa kami,
dan tak henti kami terjatuh ke dalam cobaan,
Tetapi Roh KudusMu ikut menyertai kami,
agar kami dikuatkan dan dijaga,
agar tak hilang kami dalam kelam dosa.
Bapa,
Ampuni kami orang berdosa,
Hadirlah membentuk diri kami,
agar kami layak menghadap hadiratMu,
Amin.

Sunday, November 07, 2010

Melepaskan kekhawatiran

Ada satu hal penting yang terasa sejak rajin mengikuti doa meditasi; hadirNya tidak lagi diam. Dalam setiap bacaan, dalam setiap pengalaman hidup Dia hadir memberikan masukanNya.

Dalam meditasi terakhir, saya sudah mampu berkonsentrasi penuh selama 15 sampai 20 menit, kemudian mulailah suara-suara dari luar yang seharusnya menjadi pendukung meditasi menjadi pengganggu konsentrasi. Suara anak-anak sekolah yang bermain di seberang rumah suster mengingatkan saya pada celetukan seorang teman semalam sebelumnya yang mengatakan bahwa saya terlalu banyak khawatir(dalam hal anak).

Sebenarnya kekhawatiran saya yang terbesar adalah mengambil langkah yang tidak sesuai dengan keinginanNya. Saya selalu takut salah pilih langkah. Dalam hal anak, saya takut terlalu memaksakan kehendak saya kepada anak, tapi juga takut terlalu memudahkan anak sehingga nantinya ia tidak mampu hidup mandiri.

Kebetulan seminggu yang lalu seorang teman memberikan buku hasil suntingannya. Dalam buku rohani yang berjudul "The Right Choice" karangan Kendra Smiley itu ada satu bab yang khusus membahas contoh orang yang menempatkan kekhawatirannya ke tangan Yesus.
Buku terjemahan yang diterbitkan oleh Gloria Gaffa ini cukup bagus kualitas teremahannya sehingga alur membaca kisah-kisahnya juga enak.

Dalam buku ini dikutipkan beberapa ayat untuk menghilangkan kekhawatiran, yang paling menarik saya adalah 1 Petrus 5:7 "Serahkan segala kekhawatiranmu kepadaNya, sebab Ia memelihara kamu." Kekhawatiran adalah batu sandungan bagi manusia, terutama bagi orang seperti saya yang mengharapkan semua hal dipersiapkan dan ditentukan terlebih dahulu. Ketika Ia terasa tidak menjawab, saya kelimpungan. Padahal sebenarnya kedekatanku kepadaNya yang mungkin masih kurang. Kalau saya sungguh dekat denganNya maka tidak perlu lagi menantikan jawaban, karena Ia senantiasa mengatur langkah hidupku.

Pilihlah pilihan yang membawa perasaan damai di hati. Itu pesan utama yang kudapat dari suster-suster pembimbing doa. Untuk dua pilihan yang sama-sama tingkat kesulitannya maka kedekatan kita melalui doa yang menjadi faktor pencerahan yang dibutuhkan.

Dalam Filipi 4: 6-7 dikatakan: "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." Kemudian di dalam Filipi 4:9 dikatakan pula untuk melakukan semua hal baik yang sudah diterima, didengar dan dipelajari, karena dengan demikian Allah, sumber damai sejahtera, akan menyertai langkah kita.

Sebagai manusia sesungguhnya sulit untuk lepas dari kekhawatiran. Walaupun dikatakan bahwa hari ini cukuplah untuk hari ini saja, tetapi kita memiliki kecenderungan untuk mempersiapkan segala sesuatu di masa mendatang. Padahal, masa mendatang itu belum tentu ada. Semua yang ada adalah pemberian Tuhan. Ia yang memberikan hari demi hari kepada kita. Segala kekhawatiran menjadi percuma bila Ia tidak lagi membagikan nafasNya kepada kita untuk melanjutkan hari. Jadi nikmatilah hari ini, dan tersenyumlah menyongsong masa depan karena hari ini adalah hadiahNya dan masa depan adalah hadiah-hadiah yang menantikan kita setiap hari dalam rengkuhan kasihNya.

Letusan gunung Merapi dan bencana-bencana lain seperti tsunami di Mentawai, ataupun bencana Wasior yang lebih dahulu terasakan membawa kekhawatiran bagi kita yang hidup di negara kepulauan yang terletak di daerah "ring of fire"...cincin gunung berapi. Ketika gunung Anak Krakatau mulai aktif, lalu gunung-gunung berapi lainnya yang berjumlah lebih dari 100 buah gunung, satu per satu mulai menunjukkan gejala aktivitas yang meningkat maka kita mulai cemas. Ketika kecemasan yang melanda berhubungan dengan alam, maka mau tidak mau kita hanya bisa kembali kepada Sang Pencipta.

Tuhan, hanya Dikau yang berkuasa menghentikan segala bencana yang menimpa bangsa kami. Hati Yesus yang Maha Kudus, kasihanilah kami, Amin.