Sunday, May 19, 2013

Jadilah Dirimu Sendiri

Sebuah renungan pagi dari buku "Bebaskan hatimu" Seri 30 hari bersama Mahaguru Spiritual Fransiskus dari Sales terasa sangat menyentuh.
Jangan buang-buang waktu untuk berangan-angan menjadi orang lain. Jangan berusaha untuk menjadi orang lain. Bekerja dan berdoalah supaya menjadi diri sendiri. 
Jadilah siapa sesungguhnya dirimu, di tempat engkau berada. Konsentrasilah pada masalah kecil setiap hari dan luka yang menimpamu. Keluarkan upaya terbaikmu, curahkan energi batinmu pada apa yang ada di hadapanmu. Inilah yang diminta Allah darimu. Hanya itu yang Dia minta darimu: bahwa engkau hidup dan menanggapi berkatNya di sini dan saat ini.
Melakukan yang lainnya hanya membuang-buang waktumu. Dengarkan baik-baik. Hal inilah yang sangat penting-dan sangat salah dipahami-karena kita semua lebih suka melakukan apa yang kita sukai sendiri. Sangat sedikit dari kita yang memilih mendahulukan tugas, atau kehendak Allah.
Jangan menanami kebun orang lain. Bertumbuhlah di mana engkau ditempatkan."
Pesan di atas sangat bertautan dengan catatan Cafe Rohani bulan Mei untuk hari Sabtu, 18 Mei 2013, Pekan VII Paskah, diingatkan bahwa manusia itu unik adanya. Masing-masing orang diciptakan secara khusus, dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kita dilengkapi dengan karakter, talenta, latar belakang, dan kebiasaan yang berbeda-beda. Keajaiban Tuhan sungguh terasa dalam kehidupan manusia. Sebagai seorang ibu yang mengandung dan melahirkan tiga orang anak (dua di antaranya adalah anak kembar identik yang ternyata masing-masing memiliki keunikan mereka sendiri), sangat terasa betapa ajaib kuasaNya.

Sejak dari janin kecil yang bertumbuh semakin besar, kemudian lahir menjadi bayi yang semakin lama semakin besar, dan sekarang bahkan mungkin sudah sama besar atau bahkan lebih besar dari ibunya. Rasanya hanya keajaibanNya yang memenuhi hari-hari pertumbuhan anak tersebut.

Melihat bagaimana mereka belajar berbicara, bagaimana mereka menyerap semua pengetahuan dengan indera yang mereka miliki, merupakan bagian dari keajaiban Tuhan. Itulah keajaiban terbesar yang tidak akan habis tergali walaupun manusia terus menerus melakukan berbagai penelitian ilmiah. Saat ini saya sedang membaca buku mengenai Otak Lelaki dan Otak Perempuan dari penelitian Louann Brizendine, sekali lagi saya terhenyak memikirkan bagaimana pemetaan genetik bisa terlaksana secara turun temurun. Dari dua buku Louann itu saya mengerti betapa besar pengaruh hormon terhadap manusia. Hal itu juga yang membuat semua orang berbeda, karena sejak dalam kandungan semua faktor itu terterakan dalam pembentukan seorang anak, sampai akhirnya hormon-hormon dalam tubuhnya juga bekerja memberikan warna tersendiri pada setiap tindakannya.

Sebenarnya dari renungan Fransiskus dari Sales, saya sangat tertarik pada perkataan, "Jangan menanami kebun orang lain. Bertumbuhlah di mana engkau ditempatkan."

Saya selalu merasa siap untuk datang kepadaNya, tetapi terkadang saya ragu akan apa yang diinginkanNya dari diriku. Tetapi sesungguhnya, dengan tetap mencariNya, dan menjadikan kasihNya sebagai pohon kehidupan tempatku betumbuh, entah sebagai cabang, entah sebagai ranting, maka saya akan menemukan makna diriku. Tanpa pokok kehidupan itu cabang dan ranting akan kering dan layu. Jadi jika ingin mekar berbunga dan berbuah, saya perlu senantiasa tinggal bersamaNya dan mengambil sari kehidupan dan kekuatan dariNya.

Tuhan yang maha rahim,
Ampuni anakMu yang sering bimbang dan ragu,
sering takut dan kalah dalam menghadapi masalah.
Terima kasih atas pengampunanMu,
kerahimanMu sungguh tak terbatas,
Seringkali rencanaku jauh melebihi kehendakMu,
Seringkali kukatakan ingin mengikuti kehendakMu,
tapi tak berusaha mencari tahu apa kehendakMu.
Tuhan, mampukan aku untuk mengenali kehendakMu,
Kuatkan aku dalam menjalani hari ini,
dan berpasrah pada penyelenggaraanMu,
tetapi tetap aktif berusaha untukMu.
Amin.






Gembala yang Menjaga

Sudah cukup lama saya tidak menyempatkan diri untuk menulis. Sebenarnya banyak hal yang terjadi, dan banyak hal yang ingin kubagikan. Pada hari Minggu Paskah IV, dari bacaan Yoh 10:27-30, saya sangat tertarik pada perkataan "...seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu." Entah mengapa saat itu saya lagi-lagi teringat pada Yudas Iskariot. Sesungguhnya saya mengerti benar makna pilihan atas kehendak bebas, tapi sering saya tersentak bertanya antara kelemahan manusia dengan takdir. Entah mengapa bacaan ini juga menyentakkan saya kembali soal takdir. Walaupun sadar benar betapa Tuhan lebih mengenal diriku daripada aku sendiri mengenal pikiran dan kehendakku, tetap saja terpikir seakan-akan ada orang-orang yang memang sudah diberikan kepada Tuhan dan tidak seorangpun (tidak juga Iblis) yang bisa merebut mereka.

Salah seorang teman mengingatkan akan ayat 27 di mana dikatakan: "Domba-dombaku mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, ..." Intinya, kita juga perlu untuk terus mendengarkan suaraNya dan mengikutiNya. Itulah pilihan bebas yang diberikanNya, karena kita bukan benda mati. Kita milikNya tetapi kita bukan benda mati, bukan hamba, melainkan sahabat-sahabatNya yang bebas untuk mengikutiNya atau pergi dariNya. Ketika kita sendiri yang memilih untuk meninggalkan diriNya, maka tidak ada seorangpun yang merebut kita dariNya.

Seperti menghargai berlian, kita juga perlu mengisi hubungan ini dengan 4 C, hanya saja dalam Tuhan yang dipentingkan adalah Care (perhatian), Compassion (belas kasih), Communication (komunikasi), Competence (kecakapan). Yesus sendiri memberikan contoh. Dia bukan sekedar menjadi gembala atau pemimpin yang meminta kepatuhan, tetapi Ia terlebih dahulu memberikan perhatian dan belas kasihNya. Ia senantiasa menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan kita. Ia tidak hanya sekedar menjanjikan penolong, melainkan sungguh-sungguh membantu menguatkan kita dalam menjalani kehidupan. Ia tidak menghilangkan segala bentuk kesengsaraan tapi senantiasa mendampingi kita dalam menjalani cobaan dan kejatuhan kita.

Ada satu hal lain yang juga diingatkan melalui tulisan Pastur Gerry Pierse CSsR yaitu kelemah-lembutan. Hal ini pernah sekali kudapatkan dalam salah satu sesi meditasi yang lampau, tetapi kali ini diingatkan kembali. Ketika kita percaya bahwa Allah memelihara kita setiap hari dengan lemah lembut, maka kita juga melakukannya kepada orang-orang yang kita jumpai. 

Allah Bapa yang maha baik,
terima kasih atas segala cinta dan belas kasihanMu,
ajarilah kami untuk lemah lembut kepada sesama kami,
untuk senantiasa mewartakan kasih suka citaMu 
Kuatkan kami untuk terus berjalan bersamaMu, mendengarkan suaraMu,
dan ikut memuliakan namaMu.
Amin.