Rasanya susah benar memikirkan bagaimana caranya memberi kepada sesama yang miskin dan tertindas bila kita sendiri masih diliputi kecemasan akan urusan kehidupan pribadi. Ketika urusan keuangan masih berkutat di dalam masalah urusan rumah tangga sendiri, agak sulit memikirkan urusan orang lain. Karena itu saya sendiri lebih banyak membagikan waktu kepada orang lain dibandingkan memberikan bantuan materi. Tetapi sebuah lampiran kisah yang terdapat di dalam bahan Pendalaman Iman Lingkungan Masa Pra Paskah 2010 "Kkottongnae" sangat menyentuh. Kisah yang berasal dari Korea itu memperlihatkan betapa orang tidak perlu menjadi orang kaya untuk berbagi materi. Kakek Choi Gwi Dong yang dilahirkan dari keluarga kaya, kemudian harus melalui kepahitan perang dan kehilangan semua keluarga dan harta bendanya. Dia tidak meratapi nasibnya, melainkan dia justru mengangkat martabatnya sebagai pengemis dengan membagikan rezeki yang diperolehnya kepada pengemis lainnya.
Kisah itu sungguh menyentuh aku. Terpuruk dalam kehidupan di bawah kolong jembatan sudah cukup parah, tetapi dia pasrah dan malah melakukan kegiatan berbagi yang kemudian menggelinding menjadi besar, menjadi Kkottongnae atau Flower Village. Dia tidak perlu kaya, tidak perlu menjadi selebriti, tetapi ketika dia bekerja bagi Tuhan maka Tuhan yang menggelindingkan dan menggelembungkan hasil pekerjaannya.
Saya pernah melihat kehidupan para tuna wisma di Seoul, jadi terbayangkan betapa tegar kakek Choi ini. Seoul di malam hari, ketika itu dekat dengan stasiun kereta api Seoul, merupakan tempat orang-orang mencari kehangatan di balik kardus-kardus mereka. Ada yang minum minuman yang menghangatkan badan, tetapi bisa jadi kadar alkoholnya cukup tinggi. Ketika itu ada seorang kakek tua yang dengan marah berteriak-teriak kepadaku yang sedang memotret stasiun. Mungkin disangkanya aku memotret kehidupan mereka. Sebenarnya aku sudah terlebih dahulu memotret orang-orang yang tidur di lorong-lorong kereta bawah tanah. Banyak orang tua yang sendirian, entah dimana keluarganya...Jadi kisah kakek Choi ini langsung membuka kembali memoriku mengenai para tuna wisma di Seoul.
Memberi dalam ketiadaan, begitulah keadaan yang digambarkan kisah kakek Choi itu. Karena ia berani memberi dari ketiadaannya (ingatanku melayang kepada janda dengan dua dinarnya) maka Pastur Oh Woong Jin mendapatkan keberanian untuk memulai "House of Love" yang kemudian berkembang dan dikenal sebagai Flower Village.
2 Kor 9:16-12 menggambarkan betapa Paulus mengajak orang-orang di Korintus untuk mau berbagi. Terkadang ketika melihat pengemis di lampu merah kita sudah terlebih dahulu berpikir negatif karena memang dalam kenyataannya ada organisasi-organisasi yang menyalah-gunakan keberadaan pengemis ini. Kisah kakek Choi membuat saya berpikir betapa yang paling penting adalah membiarkan suara hati kita memimpin. Tuhan bekerja dengan tidak kita sangka-sangka. Kakek Choi bekerja tanpa pernah berpikir bahwa suatu hari karyanya akan mampu menyelamatkan orang banyak. Terkadang berpikir dalam skala yang terlalu besar membuat orang takut melangkah. Kisah ini memperlihatkan betapa Tuhan hanya membutuhkan dua ekor ikan untuk dilipat gandakan menjadi bakul-bakul ikan yang tersisa.
Dalam rangkaian Pendalaman Iman masa Pra Paskah 2010 ini yang sangat berkesan bagi diri saya adalah ajakan untuk berpikir positif. Sebagai orang yang senang memulai hari dengan mempertimbangkan segala keraguan, semula berpikir positif bagi saya adalah jalan yang beronak duri. Saya dahulu merasa bila kita tidak pernah melihat sisi negatif suatu masalah maka kita tidak akan siap menghadapi kenyataan buruk yang menghadang. Ternyata, memulai segala sesuatu dengan berpikir positif bisa jadi akan lebih menguatkan ketika hal-hal negatif itu terjadi, karena kita senantiasa mampu melihat hal positif lain yang ada di belakangnya.
Tuhan,
Terima kasih atas semua berkatMu,
bantulah kami untuk lebih mampu lagi bersyukur,
lebih mampu berbagi kasih kepada sesama,
lebih mampu melihat hal-hal positif dalam kehidupan kami,
agar karyaMu bisa terlaksana
dan berkatMu senantiasa memperkaya kami dengan kekayaan hati yang kekal.
Amin.
Nice!!
ReplyDeleteJadi ingat cerita seorang buruh bangunan di acara "Rossy" di tv. Dia menggaji para relawan di sekolah yang dia bangun sendiri dengan pendapatan sebagai buruh bangunan. Bangunan sekolah pun sangat sederhana, siapa tahu dari sana akan muncul orang penting buat bangsa ini? Pax Christe, Inge
ReplyDelete