Bacaan hari Jumat ini (Yohanes 6:1-15) membuat saya menggaris bawahi beberapa hal. Pertama, betapa pentingnya melihat hal positif dari sebuah masalah. Kedua, betapa Tuhan membutuhkan kerelaan kita untuk berbagi agar kuasaNya bisa berkarya di dalam diri manusia. Yang ketiga adalah sebuah pertanyaan pribadi, "Mampukah saya mendatangi Yesus tanpa tarikan mukjizatNya? Mampukah saya bertahan bersamaNya dalam jalan salibNya?" Orang-orang itu datang berbondong-bondong ke tempat Yesus karena melihat mukjizat-mukjizat besar yang dilakukanNya. Apakah mereka masih tetap ada dan menginginkan Yesus menjadi raja ketika Ia didera dalam cambukan, ditelanjangi dan dihina dalam proses perjalanannya ke Puncak Golgota? Apakah mereka masih mau memandangNya yang tergantung di kayu salib? Bagaimana dengan diriku, di posisi manakah aku barada?
Yesus menyaksikan orang banyak mengikutinya, dan mengetahui kebutuhan manusiawi mereka akan pangan. Ketika Ia bertanya kepada murid-muridNya, maka ada tiga tipe reaksi. Reaksi pertama dari Filipus yang melihat dari kacamata negatif, "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini..." Reaksi kedua adalah reaksi Andreas yang menunjukkan keberadaan seorang anak dengan lima roti dan dua buah ikan, walaupun ia juga bersikap pesimis mempertanyakan apa artinya jumlah itu bila ingin dibagikan bagi jumlah lima ribu laki-laki yang hadir. Yang ketiga adalah reaksi murid-murid lain yang diam saja, menantikan apa yang akan terjadi. Andreas mampu melihat peluang yang ada, walaupun tidak mampu melihat cara pemecahan masalahnya. Tuhanlah yang kemudian menyempurnakan pemecahan masalah itu. Saya merasa seringkali bertindak seperti Filipus, alangkah indahnya bila sanggup melihat dari kacamata Andreas yang lebih positif dan meminta Tuhan untuk menyempurnakan jalan keluar permasalahan kita. Terkadang juga saya hanya diam seperti murid-murid yang masuk dalam kategori ketiga, menantikan tindakan Tuhan tanpa ikut serta berpikir atau berusaha. Tuhan menghendaki kita menjadi bagian dari karyaNya.
Kerelaan untuk berbagi dari anak kecil itu juga menyentuh saya. Sebagai anak kecil tentunya bekal yang disediakan ibunya sangat terbatas, dan itu bisa jadi merupakan bekal makan malam itu dan keesokan harinya. Tetapi ia mau memperlihatkan bekalnya kepada orang dewasa yang menanyakan bekal yang dibawa. Kerelaannya berbagi kembali mengingatkan saya kepada kisah kakek pengemis dari Korea Selatan yang karya kecilnya menggelinding menjadi sebuah perkampungan yang begitu nyata pertolongannya bagi orang banyak. Hal kecil yang sederhana menggelinding menjadi besar. Begitu juga dengan kisah koin Prita, dari sekedar uang receh bagi perorangan menjadi bagian dari aksi solidaritas warga yang mampu menembus angka miliar rupiah. Tetapi terus terang ketika menuliskan tulisan ini saya juga jadi teringat pada Koin untuk Bilqis. Bilqis akhirnya sudah mendapatkan tempat di sisiNya. Usaha manusia dan kehendak Allah tidak selalu sejalan, tetapi apa yang terjadi dan pembelajaran apa yang ada di sepanjang kejadian itu merupakan kuasa Allah. WaktuNya tidak selalu merupakan waktu kita, rencanaNya tidak selalu dapat langsung kita maknai. Menjadi bagian dari karyaNya berarti kita bukan saja rela untuk berbagi bagi sesama, melainkan juga rela untuk menerima penderitaan yang mungkin memang harus kita jalani.
Allah Bapa Yang Maha Kuasa,
terima kasih atas semua berkat dariMu,
karuniakanlah Roh Kudus di atas kami,
dan mampukan kami untuk menjadi bagian dari Karya besarMu.
Amin.
No comments:
Post a Comment