Ayat lain yang menyentuhku adalah ayat 17 ketika Yesus berkata kepada Petrus, "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan BapaKu yang di sorga..." Ayat ini menyentuhku karena sesungguhnya itu adalah gambaran pertemuanku dengan Tuhan melalui meditasi Kitab Suci. Aku mengenal Kitab Suci dari kecil, dari orang tua, dari para rohaniwan dan rohaniwati yang kukenal, dari sekolah dan dari guru-guruku. Tapi Ia menyatakan FirmanNya yang hidup itu melalui perjumpaan kami di dalam kelompok meditasi Kitab Suci. Ia datang, menyentuh kami satu per satu sesuai dengan kebutuhan kami masing-masing. Satu ayat yang sama tidak selalu menyapa dengan sapaan yang sama ke setiap anggota kelompok. Satu ayat yang sama bisa menyapa orang yang sama di waktu yang berbeda dengan sapaan yang berbeda.
Mengakui Yesus sebagai Mesias, sebagai penyelamat ketika sedang terpuruk dan tidak bisa bangkit bisa jadi bukan hal yang mudah. Tapi bila kita mampu menjadikanNya Mesias dalam keterpurukan itu, niscaya pertolonganNya akan datang. Bukan dengan meniadakan kesulitan itu, tetapi dengan menguatkan kita untuk melaluinya seperti unta yang mampu lolos dari lubang jarum.
Seorang teman yang sudah menanti di rumah Bapa pernah mengingatkan bahwa tidak ada hal yang kebetulan. Setiap perjumpaan bukan hal yang kebetulan. Setiap peristiwa bukan hal yang kebetulan terjadi. Walaupun mencoba untuk mencariNya melalui meditasi, tetapi hadirNya tidak selalu terasakan. Seperti Nabi Elia yang mencariNya di tengah kemegahan, seringkali tidak mampu kutemukan hadirNya. Tetapi Ia hadir. Ia menuntunku tanpa bunyi genderang dan sangkakala kedatanganNya. Kemarin saya menerima dari seorang teman yang juga masih tetanggaku sebuah buku dari Romo Thomas Hidya Tjaya, SJ. Ph.D. berjudul "Peziarahan HATI". Buku itu bagaikan menjawab beberapa pertanyaan, dan kebimbangan yang sedang kugumuli. Ia yang dahulu kutuding diam, ternyata sekarang begitu rajin menjawab pertanyaanku. Rupanya dahulu aku selalu bertanya dalam keriuhan pikiranku, tidak kubiarkan keheningan membawaNya mendekat padaku.
Dari halaman 45 buku itu kutemukan pertanyaan yang sebenarnya juga menggangguku, "Apakah yang sesungguhnya kita cari?" Penulis buku itu mengatakan bahwa kita lupa kalau tujuan hidup kita yang sebenarnya adalah untuk percaya dan mengasihi Tuhan dalam melakukan setiap kegiatan yang kita lakukan, dan bukan pertama-tama melakukan kegiatan yang sebanyak mungkin. Tentunya juga bukan untuk menjadi yang terbaik di dalam setiap kegiatan yang saya ikuti. Itu adalah nilai-nilai yang kupelajari dari dunia, bukan dariNya. Hal ini memperkuat bisikanNya dalam menjawab kegalauanku mengenai talenta yang sudah kutuliskan di tulisan "Membaca TalentaNya."
Sejak semula sebenarnya aku sudah tahu bahwa aku mencariNya. Tetapi ketika berhadapan denganNya akankah aku sanggup dengan tegas menjawab "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup"? Dari halaman 88 buku Peziarahan HATI, aku menemukan satu kalimat penting, "Hati sebagai kunci penerimaan segala pemberian." Ketika kita tidak membuka hati untuk menerima pemberianNya, bagaimana pemberian itu bisa kita terima dan miliki?
Pada halaman 100 saya menemukan penguatan atas perjalanan meditasi Kitab Suci yang selama ini menguatkanku. Katanya,
Kitab-kitab suci ditulis pertama-tama bukan untuk dihafalkan sampai ke detail-detailnya, melainkan untuk digunakan sebagai semacam peta perjalanan rohani dan untuk menyadarkan kita betapa Tuhan mengasihi dan menyayangi kita sepanjang zaman. Orang yang mengetahui seluruh isi Kitab Suci, bahkan sampai detail terkecilnya sekalipun belum tentu mengalami perjalanan tersebut, sama seperti orang yang tahu betul peta daerah tertentu belum tentu pernah mengunjungi dan mengelilingi sendiri wilayah tersebut. Demikian pula, orang tahu dari Kitab Suci mengenai karya-karya besar Tuhan pada orang-orang zaman dahulu belum tentu mengalami sendiri karya besar Tuhan dalam dirinya. Untuk mengalami semuanya itu, manusia harus membuka hatinya pada Tuhan. Pada akhirnya hati manusialah yang harus menapaki perjalanan rohani ini. Di sinilah Anda diajak untuk mengalami sendiri perjumpaan pribadi Anda dengan Tuhan melalui hati. Melalui perasaan-perasaan hati, Anda diundang untuk merasakan langsung kasih Tuhan yang memang tersedia bagi semua makhlukNya. Pengalaman seperti ini akan membuat Anda mengenal Tuhan secara langsung karena memang itulah yang Tuhan kehendaki.Inilah pengalaman batin yang kelompok meditasi Kitab Suci kami alami. Pengalaman itulah yang membuat kami merasakan kehadiran meditasi Kitab Suci menjadi kebutuhan yang mendasar bagi kami. Tanpa meditasi terasa bagai batere yang perlu diisi (charge). Pengalaman ini yang belum terasa melalui meditasi kristiani. Bisa jadi apa yang dikatakan dalam halaman 110-111 buku Romo Thomas ini merupakan jawabannya. Aku belum mampu berdoa menggunakan hati. Ketika berdoa seringkali kita ingin agar doa kita cepat selesai supaya kita dapat melakukan kegiatan-kegiatan lain yang sudah menanti. Ketika kita berdoa dengan hati maka kita berdoa bukan lagi karena keharusan dan kewajiban, juga bukan karena kita membutuhkan hiburan dan bantuan mengingat banyaknya kesusahan yang kita alami, melainkan karena kita rindu pada Tuhan yang mengasihi dan menyayangi kita.
"Siapakah Aku ini?" Bagiku Ia adalah Guru, Sahabat, dan Mesias. Dan aku tidak ingin di akhir perjalanan nanti Ia menjawabku, "Kapan engkau mendengarkan ajaranKu? Kapan engkau menjadi sahabatKu? Mengapa engkau tak mau kuselamatkan?"
Bapa,
temani perjalananku,
temani pergumulanku,
bukakan hatiku bagi hadirMu,
dan biarkan hatiku mengenalMu,
dan mengenal jalan kebenaranMu.
Amin.