Minggu lalu kami membaca Kitab Suci mengenai Yesus yang membawa pemisahan (Lukas 12: 49-53). Lagi-lagi sebuah bacaan yang membingungkan. Begini bunyi ayat 51: "Kamu menyangka aku datang untuk membawa damai di bumi? Bukan, kataKu kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan!" Aneh bukan?! Bukankah kita diajarkan untuk membawa damai di Bumi? Mengapa sang Guru malah mengatakan diriNya adalah pembawa pertentangan?
Rupanya pertentangan itu muncul dari pilihan-pilihan, antara nurani dengan peraturan, antara nurani dengan kebiasaan umum, antara kebutuhan rohani dengan keinginan daging, antara jalan Tuhan dan jalan kegelapan...
Kalau membaca kisah yang sama dari Kitab Matius (Matius 10:34-42) maka ada sedikit tambahan yang berbeda. "Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku."(Mat 10:40)
Pertentangan yang dibawa Yesus adalah karena kekakuan seseorang dalam menerjemahkan hukum Taurat tanpa mendahulukan cinta kasih. Karena bila kita membaca lanjutan Matius, yakni Matius 10:42 "Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia muridKu. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya."
Yesus meminta umat Kristiani mendahulukan kehendak Allah. Cinta kasih adalah hukum utama dari Allah, yang terutama dan pertama-tama adalah keharusan untuk mencintai Allah lebih dari apapun juga, lebih dari siapapun juga. Dalam hal ini kotak-kotak keluarga dihilangkan. Siapa yang mencintai keluarganya lebih daripada mencintai Tuhan tidak layak di mataNya. Barangsiapa yang tidak mau memanggul salibnya dan mengikutiNya juga tidak layak bagiNya.
Memang penting mendahulukan kepentingan keluarga, selama tidak bertentangan dengan kehendak Allah. Karena itulah ada nurani yang senantiasa mengingatkan.
Begitu juga dengan bacaan hari ini dari Lukas 14:1-6 ketika Yesus lagi-lagi menyembuhkan orang pada hari Sabat. Peraturan tentang hari Sabat dibuat untuk menghormati Allah, tetapi terlalu kaku dalam menerapkannya bisa membuat orang melupakan kehendak Allah. Allah menginginkan keselamatan. "Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?"
Ketika kita terlalu kaku menetapkan kotak-kotak batasan maka kita bisa terlupa akan tugas mewartakan kabar bahagianya melalui tindakan. Bila terlalu ketat menjaga peraturan hari Sabat, maka pasien kritis yang sedang butuh pertolongan dokter bisa tidak tertolong. Kembali kisah tentang pajak bagi kaisar terngiang di telinga. "Berikanlah apa yang menjadi milik kaisar dan berikanlah apa yang menjadi milik Tuhan." Jadi berikanlah waktu yang dibutuhkan untuk kepentingan dunia, tapi tetap juga ingat waktu yang harus dipersembahkan untuk Tuhan.
Ketika Yesus bertanya kepada para ahli Taurat dan orang Farisi: "Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?" mereka semua diam. Diam, karena mereka sudah tahu jawaban Yesus sebelumnya bahwa pada hari Sabat pun orang diperkenankan untuk berbuat baik. Mana yang lebih berkenan bagi Tuhan, berbuat baik atau berbuat jahat? Menyelamatkan manusia atau membinasakan manusia? Suara hatilah yang menjawabnya.
Seperti pedang maka suara hati perlu dipelihara dan diasah agar tetap dapat berfungsi dengan baik. "Aku datang membawa pedang," kataNya. Itulah pedang yang diberikanNya kepada kita, suara hati untuk melawan ketidak-adilan, melawan kejahatan, melawan hawa nafsu, dan lain-lain. Terkadang hal ini mungkin mengakibatkan pertentangan di antara keluarga, di antara para bangsa, bahkan di antara pemuka agama. Pada saat itulah mendahulukan kasih dan keselamatan manusia menjadi suluh penerang dalam mengambil tindakan.
Ya Bapa,
Terima kasih atas kasih yang Kau anugerahkan bagi kami,
Semoga kami senantiasa menjaga suara hati kami,
Menjaga kemurnian hati kami,
Agar layak mendapat tempat di dalam rumahMu.
Amin.