Monday, August 11, 2008

SabdaNya Adalah Nyanyian Jiwaku

Ketika kita mempelajari sebuah lagu baru, pertama-tama kita pelajari melodinya, notasinya, mencoba menggumamkannya perlahan-lahan sampai menguasai seluruh notasi. Lalu kita mulai mengenal lagu itu, dapat menyanyikan lagu itu secara keseluruhan, kita coba liriknya, kita ulang lagi dan lagi sampai hafal liriknya.

Kita nyanyikan lagi berulang ulang, sampai akhirnya kita lagukan dengan "menyanyi", menyanyi dengan jiwa (penjiwaaan ) seakan lagu tsb merupakan bagian dari kita. Lagu itu menggema dalam jiwa kita.

Sabda Allah yang kerap kita dengar dipertemuan, atau dalam misa sering kita lupakan karena hanya kita dengar, bukan mendengarkannya. Maklum banyak distorsi dalam kehidupan sehari hari yang lebih menarik hati kita atau perlu perhatian serius seperti: mengurus anak-anak, dll. Sabda itu timbul tenggelam dalam hati kita, Sabda tidak mengakar dalam jiwa kita. Kita jarang seperti penyanyi yang berusaha menguasai Sabda, mengulang-ulang sampai Sabda itu menggema dalam jiwa kita, menjadi bagian kita atau menjadi hidup kita sendiri. SabdaNya adalah nyanyian jiwaku (Lukas 11:28)

Bunda Maria disebut berbahagia karena tatapannya hanya tertuju pada kehendak Allah, Allah menjadi tujuan hidupnya. Perkenankan saya mengutip reffrain lirik Soli Deo:
Soli Deo semboyan hidup mulia, hanya untuk Tuhan saja.
Dalam Doa dan karya maupun mencinta
Semua tersembah hanya untuk Tuhan....aaaaaaaaaaaaa aaaaaaa
aaaa(TB voice )mmmpun


(My Comment for your posting August 8, 2008)
Kontributor: Jm Kummala

Wednesday, August 06, 2008

Soli Deo

Sebenarnya saya tidak paham benar arti kata Soli Deo. Deo artinya Tuhan, tapi arti kata ‘Soli Deo’ itu apa? Hanya untuk Tuhan, atau hanya ada Tuhan saja? Kelompok koor lingkungan kami sedang belajar menyanyikan lagu berjudul “Soli Deo” ciptaan Sr. M Robertin SND ini. Menarik juga mendengar kata-katanya (walaupun belajar nyanyinya minta ampun he…he…he…).

“Untukku rahmat Tuhan tlah melimpah. Dengan cuma-cuma sebagai anugrah. Agar hidupku bertumbuh dan berbuah. Mencintai yg lemah dan susah”.
Itu bait pertamanya…

Benar juga pilihan kata-katanya, "yang lemah dan susah…" bukan yang “miskin”. Dari Café Rohani Agustus 2008, kaum miskin katanya bisa dikelompokkan dalam 4 jenis:
1. Miskin harta benda
2. Miskin martabat
3. Miskin pengetahuan
4. Miskin karena kerajaan Allah (seperti rohaniwan yang berkaul kemiskinan)
Katanya orang beriman mesti menyerahkan kemiskinannya kepada kehendak Allah. Miskin di hadapan Allah merupakan sikap hidup dan penyembahan total kepada Allah. Tentunya miskin martabat bukan jenis kemiskinan yang patut diserahkan kepada Allah. Atau setidaknya dilihat alasan dia menjadi miskin martabat. Koruptor yang miskin martabat tentunya bukan jenis kemiskinan yang menjadi bagian dari sikap hidup dan penyembahan total kepada Allah. Mereka bukan sejenis manusia yang disebut Yesus “bahagia sebagai yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat 5:3), yang disebutkan dalam Injil sebagai “orang yang miskin di hadapan Allah”.

Rasanya bait kedua dan ketiga lagu Soli Deo lebih menerangkan arti “orang yang miskin di hadapan Allah”:
“Hidupku dari Tuhan Untuk Tuhan. Kuberbakti melayani dalam Tuhan. Biar karya Tuhan nyata terlaksana. Hidup jadi semakin bermakna.”(bait 2) “Soli Deo membuat hati bebas. Dalam melaksanakan segala tugas. Saat gagal hati tak terlalu cemas. Percaya berjuang tiada batas” (bait 3).


Bagi orang yang miskin biasanya tiada harta kekayaan yang dimiliki, dan satu-satunya yang bisa dikerjakan adalah pasrah dan berharap. Sikap pasrah ini mungkin bagi orang beriman akan berbeda dengan yang tidak beriman. Pasrah dalam Tuhan bukan berarti berhenti berjuang, hanya saja semua perjuangan berlangsung dalam namaNya. Percaya bahwa Tuhan akan menyertai dan menguatkan sampai kita bisa berbuah banyak. Pengharapan adalah satu hal yang paling penting dalam iman, karena tanpa pengharapan padaNya maka kita hanya mengandalkan kekuatan manusia kita belaka.

Dalam banyak peristiwa terlihat betapa seringkali hal yang mustahil bagi kita ternyata bisa terjadi karena kuasaNya. Mukjizat-mukjizat kecil terjadi di dalam kehidupan kita dan biasanya sesama menjadi perantara kuasaNya.

Hanya mengandalkan diri sendiri seringkali mengakibatkan kita frustrasi ketika gagal dan jatuh, kita marah dan benci ketika ditipu dan terperdaya. Seringkali kita juga lemah dan mudah menyerah kepada keadaan. Menyertakan Tuhan dalam langkah kita dan menjadikanNya satu-satunya pegangan dan sumber kekuatan akan membawa damai sejahtera di dalam hati walaupun kita berada dalam keadaan yang sangat terpukul, jatuh, dan tidak berdaya.

Seorang teman yang suaminya terbelit masalah dan kehilangan semangat untuk bekerja, terpaksa harus berjuang sendirian untuk meneruskan hidup di pinggir Jakarta ini. Satu setengah tahun yang lalu dia berkata: “Entah apa jadinya kami besok, entah kemana kami harus pergi…” Lebih dari satu tahun berlalu, dia masih ada disini, masih berjuang…masih memperoleh kesempatan untuk terus berjuang! Hanya rahmat Tuhan yang bisa memberikan dia kekuatan dan jalan untuk keluar dari masalah-masalahnya. Tidak ada yang mudah! Teman tadi mencoba segala cara yang bisa dilakukannya untuk mencari nafkah bagi keluarga. Dia juga harus berjuang untuk membebaskan diri dari kemarahan kepada suaminya dan kesalahan-kesalahan suaminya. Tidak ada yang mudah, tapi selama kita menyadari bahwa hidup kita dari Tuhan untuk Tuhan, maka perjuangan apapun yang kita persembahkan akan mendapat nilai dariNya. Kita tidak berjuang sendirian, Dia selalu membantu dan menemani kita.

Karena itu berbahagialah orang yang miskin, berduka, lemah lembut, lapar, haus, bahkan dianiaya, difitnah dan dicela. Sebab dalam keadaan tersebut seringkali lebih mudah untuk pasrah dan berharap sepenuh hati kepada Tuhan. Soli Deo…untuk Tuhan saja segala segala jerih payah, pengorbanan dan cinta yang kita bagikan!

Tuhan,
Ajari kami untuk percaya dan berserah diri padaMu saja,
Memperhatikan sesama sebagai persembahan kami untukMu,
Semua perbuatan kami untuk Tuhan saja.
Amin.

Sunday, August 03, 2008

Arti Salib

Akhir-akhir ini saya suka membaca Café Rohani, sebuah buku kecil berisi renungan harian dari Institut Karmel Indonesia (IKI) dari Malang. Bacaan kemarin dan hari ini berasal dari Matius 14: 13-21.

Ada yang menarik dari renungan yang berjudul Belas Kasih (3 Agustus 2008) dan Hidup Peduli dan Berbagi (4 Agusutus 2008). Saya ambil kutipan renungan dari Belas Kasih:
Apa yang "hanya 5 roti dan 2 ikan" bagi Yesus bukan berarti sedikit. Itu cukup bila diberikan dengan melibatkan Allah (ayat 19). Yang para murid butuhkan ialah hati yang berbelas kasih. Meski "hanya 5 roti dan 2 ikan", namun mereka mau memberikan dengan rela dan cinta yang besar. Allah turut bekerja bahkan jauh lebih banyak dari apa yang mereka pikirkan sebelumnya (ayat 20)

Miskin bukan alasan untuk tidak berbagi dengan orang lain. Hati yang berbelas kasih menjadi dasar pelayanan kita. Karena itu, jika hati kita berbelas kasih, maka apa yang ada pada kita akan Tuhan gandakan dan menjadi berkat bagi orang lain.

Dalam "Hidup Peduli dan Berbagi" renungan mengajak pembacanya untuk melatih sikap peka dan peduli sejak dini. "Jangan sampai kita menjadi kerdil karena terlalu berorientasi pada diri sendiri."

Kedua renungan ini mengingatkan saya pada arti salib dalam hidup kita. Bukan salib sebagai beban berat yang perlu ditanggung, tetapi salib sebagai tanda hubungan antara manusia dan Tuhan (vertikal) dan hubungan antara manusia dan manusia (horisontal).

Seringkali kita mendahulukan Tuhan dalam kehidupan kita, merasa akrab dengan diriNya. Tapi, kita hanya berorientasi pada diri sendiri. Bersyukur untuk apa yang kita peroleh hari ini dan kemarin, memohon untuk hal-hal yang kita butuhkan atau inginkan di hari esok. Hubungan yang ada adalah hubungan vertikal semata. Kemiskinan seringkali bisa menjadikan kita hanya berorientasi pada diri sendiri. Merasa kekurangan dan seringkali hubungan vertikal itupun terganggu karena merasa Tuhan tidak membantu dengan takdir yang lebih baik. Padahal seperti yang dikatakan dalam renungan pertama, apa yang terihat "kecil" atau "sedikit" di mata manusia bisa menjadi bibit unggul yang tidak habis-habisnya digandakan Tuhan.

Hanya berorientasi pada diri sendiri membuat kita tidak peka pada penderitaan dan masalah orang lain di sekitar kita. Mengasihani diri sendiri seringkali membuat kita "buta" pada situasi di sekitar kita. Kaya atau miskin sebenarnya sangat relatif. Bila saya terbiasa dengan gaya hidup menengah ke atas maka saya akan menjerit ketakutan ketika harus hidup dengan standar kehidupan yang lebih rendah daripada kehidupan lamaku. Membiarkan diri terlarut dalam penyesalan akan penurunan tingkat kehidupan itu hanya akan membuat manusia berhenti dan meratap, bahkan bisa jadi kehilangan kepercayaan pada Tuhan.

Membiarkan Dia yang menata ketakutan kita menghadapi masa depan memang sulit. Buah yang dimakan oleh Adam dan Hawa terlanjur membuat mata kita "terbuka" akan kepandaian kita sendiri. Tubuh yang telanjang dipakaikan pakaian, usaha pertama manusia yang mengandalkan kepandaiannya. Dan seringkali kita tidak tenang bila tidak bisa memprediksi atau mengusahakan solusi terbaik bagi permasalahan kita. Padahal ada masanya Tuhan bekerja tanpa bisa kita ketahui caranya. "Hanya 5 roti dan 2 ikan", otak kita tidak akan pernah bisa memberikan jalan keluar bagaimana memberikan makan 5000 orang hanya dengan roti 5 buah dan ikan 2 ekor. Tetapi Yesus bisa...

Keseimbangan hubungan dalam salib itu sangat penting untuk membentuk sebuah salib yang utuh. Ketika hubungan vertikal terbina baik, tentunya hubungan horisontal perlu juga terbina dengan baik. Dan disanalah karyaNya akan bekerja. Dengan sedikit talenta yang kita miliki, selama ada belas kasih ketika memberikannya dalam pelayanan maka Dia akan melipat gandakan talenta itu. Ketika orang dengan satu talenta ketakutan kehilangan talentanya yang hanya satu itu, maka talenta itu diminta kembali. Ketika teman-temannya yang memiliki talenta lebih banyak berusaha untuk mengembangkan talenta itu tanpa memikirkan resiko kehilangan semua talenta itu, ternyata talenta mereka berlipat ganda.

Punya sedikit atau punya banyak, bila diberikan dengan hatu yang penuh belas kasih, maka dengan kuasa Allah, akan berbuah banyak. Banyak orang yang menikmati, tidak mungkin kita yang akan memakan sendiri semua hasil penggandaan roti dan ikan itu. Sisa yang dikumpulkan 12 bakul penuh (ayat 20), padahal mereka semua sudah kenyang. Kuasa Allah akan mememnuhi kebutuhan kita dan memperkaya kita bila kita bersedia membagikan diri kita. Itulah arti utama salib yang perlu kita ingat dalam kehidupan ini. Bukan beratnya, bukan nilainya sebagai penghukuman, tapi arti hubungan antara manusia dengan Tuhan, dan antar manusia sendiri yang dipersatukan dengan pengorbanan Kristus di Golgota.

Tuhan,
Salib seringkali kami pakai sebagai hiasan belaka,
Di rumah, di mobil, di perhiasan kami,
Tapi kami melupakan arti dari salib itu sendiri.
Jangan biarkan kami menjadi kerdil ya Tuhan,
Bantulah kami menggandakan talenta kami dan menjadi berkat bagi orang lain.
Semoga salib yang menghiasi diri kami senantiasa menjadi lambang penguatan kami,
Lambang kasihMu yang tidak terhingga,
Lambang kuasaMu yang tidak terbatas,
Semoga kami bisa menjadi alatMu,
Sampai kami beroleh tempat di sisiMu,
Amin.

Saya kan bukan malaikat...

Suatu hari Mo Sety kirim sms: "Nge, nanti aku misa di blok Q jam 16.30. Besok berangkat, ke Malay dulu baru terus ke Roma"

Dia dipersilahkan oleh Romo Paroki untuk mempersembahkan misa sebelum berangkat studi S3 di Roma.

Bagian menarik dari tiap misa buat saya adalah pada bagian homili. Mungkin karena bagian-bagian lainnya adalah sekedar ritual yang sudah baku, hanya terkadang terjadi perubahan disana sini tergantung siapa Komisi Liturginya.

Dalam kothbahnya, Mo Sety cerita tentang anekdot yang saya masih ingat sampai sekarang.

Suatu ketika di sebuah kapal laut, orang-orang berebut berdesakan ingin melihat pemandangan laut dari atas dek. Termasuk seorang Ibu yang menggendong bayinya. Tiba-tiba karena desakan dari penumpang yang terlalu kuat, bayi itu terjatuh ke laut... Lalu Kapten Kapal mengumumkan bahwa siapa yang berani menolong bayi itu akan diberi hadiah. Tapi ditunggu-tunggu tidak ada yang menceburkan diri, sampai kemudian seorang kakek menceburkan diri ke laut dan menyelamatkan bayi itu. Ketika sampai kembali di atas kapal dan orang-orang memberi selamat pada si Kakek, si Kakek malah bertanya: "Siapa tadi yang dorong-dorong gue sampai tercebur ke laut?"


Artinya... :) dalam kesusahan kita masih bisa menolong orang lain...

Tapi mungkinkah kita berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat jahat kepada kita? Jangankan berbuat baik, kadang kalau sedang merasa susah pun rasanya saya ingin semua orang memperhatikan saya, mengajak bercanda dan bertanya:
"Apakah kamu masih sedih Inge?"

Jadi sungguh sulit ajaran Yesus yang satu ini:

"Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu." (Mat 5: 39)

Pada Mas Kris (panggilan saya untuk Yesus Kristus), rasanya saya ingin berkata:

"Kalau ditampar sebelah aja udah sakit masak mesti kasih sebelah lagi, tambah sakit dong... hiks... suilitnyaaa...Kalo bisa saya hanya ingin berbaik hati pada orang baik sama saya aja... lebih gampang, Mas Kris, hehehe"

"Mengapa Mas Kris ingin saya jadi orang baik terus? Kok mintanya susah banget sih... Manusia 'kan ada sisi baik dan jahatnya, Mas Kris ngerti kan. Dan lagi saya kan bukan malaikat... Ga janji ya Mas Kris, tapi akan saya usahakan ya."

Kontributor:
Rediningrum Setyarini (Inge)