Friday, July 29, 2011

Marta, Maria, Lazarus, dan Yesus

Melalui Injil Yohanes 11:19-27 kami diajak untuk menghadiri peristiwa duka dalam keluarga Marta dan Maria. Lazarus, adik mereka tercinta, berpulang dalam usia yang masih cukup muda. Yesus pada saat itu sangat terkenal sebagai penyembuh. Marta dan Maria sudah mengirimkan kabar sakitnya adik mereka dengan harapan Yesus datang menyembuhkannya. Anehnya, Yesus justru menunggu dua hari sebelum berangkat ke Yudea. Ia berangkat justru ketika Ia mengatakan bahwa Lazarus sudah tiada. (Latar belakang lengkap ada di Yoh 11:1-44).

Pertama-tama perjalanan Yesus kembali ke Yudea, bukan perjalanan tanpa resiko. Para murid merasa cemas akan kemarahan orang Yahudi yang ingin menghakimi Yesus. Tetapi Yesus tetap pergi. Perjalanan itu memakan waktu dua hari lamanya sehingga Yesus baru tiba empat hari setelah Lazarus meninggal. Lazarus sudah berada di dalam kuburnya.

Ada beberapa hal menarik yang saya peroleh dari meditasi hari Jumat ini. Marta dan Maria kedua-duanya menyatakan hal yang sama ketika mereka bertemu dengan Yesus, "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati." Menarik sekali melihat pribadi Marta yang aktif, yang dari bacaan Lukas 10:38-42 seakan melupakan bagian terbaik dalam kehidupan yaitu sabda Allah, justru tampak lebih mantap dengan iman dan kepercayaannya pada Yesus. Hal yang manusiawi timbul dari perbedaan makna perkataan Marta, "Tetapi sekarang pun aku tahu, bahwa Allah akan memberikan kepadaMu segala yang sesuatu yang Engkau minta kepadaNya." dengan pernyataannya setelah Yesus memastikan bahwa Lazarus akan bangkit, "Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman." Ketika ia percaya bahwa apapun yang Yesus minta akan dikabulkan Tuhan, tetap saja segi manusiawinya mendorong untuk lebih mempercayai hal yang masuk akal, kebangkitan pada akhir zaman. Suatu hal yang benar sesuai iman walaupun secara logika belum terjamah.

Ayat emas yang sangat kuat adalah perkataan Yesus, "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepadaKu, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?" Marta menjawab, "Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia."

Setelah sekali lagi menyatakan kepercayaannya pada Yesus, Marta pergi menemui Maria dan mengatakan bahwa Yesus memanggil Maria. Dari segi manusia, rasanya ini adalah salah satu caranya untuk meminta pada Yesus. Bagi Marta, ucapan Yesus yang mangatakan bahwa Maria telah memilih bagian yang terbaik yang tidak akan diambil darinya, menunjukkan bahwa Yesus berkenan pada tindakan Maria. Bagi saya, ada perasaan bahwa Yesus lebih mengasihi Maria daripada Marta, sehingga ia meminta Maria menemui Yesus.

Tindakan Marta ini seakan menguatkan permintaanNya untuk berdoa dan meminta kepadaNya. "Mintalah maka akan engkau peroleh selama engkau percaya."

Sisi manusia Yesus juga tampil dalam kisah ini. Walaupun Ia dengan sengaja memperlambat kedatanganNya agar dapat membangunkan Lazarus dari "tidur"nya, tetapi ketika melihat Maria yang menangis masygullah hatiNya. Kemudian ketika ada dari orang Yahudi yang mencela karena Yesus tidak mampu menyembuhkan Lazarus sehingga ia tidak perlu meninggal, sekali lagi masygullah hatiNya. Padahal sebelumnya Ia menyatakan, "...syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya." Ia juga pernah mengatakan bahwa, "Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan." Ia sudah mengetahui tujuan dan akhir dari kisah ini, tetapi tetap saja hatiNya masygul karena manusia yang tidak percaya. Selama perjalanan bersama kelompok meditasi saya melihat bagaimana musibah seringkali merupakan jalanNya untuk membentuk manusia. Ketika masalah dan pergumulan hidup menempa dan membentuk kita menjadi lebih sabar, dan lebih pasrah kepadaNya.

Keberadaan kelompok doa yang juga mejadi sarana untuk saling menguatkan memang merupakan salah satu faktor pendorong kami untuk kembali datang dalam keheningan bersamaNya. Terkadang tidak mudah untuk menyediakan waktu untuk berkumpul bersama, tetapi bagaimanapun dalam persekutuan itu lebih mudah untuk diam dalam keheningan bersamaNya daripada dalam kesendirian.

Satu hal lain yang saya peroleh dari perjalanan kelompok meditasi kami, suatu pesan yang pernah disampaikan oleh seorang teman yang kini sudah bahagia di rumahNya, bahwa tidak ada pertemuan yang kebetulan. Tuhan ingin memakai kami menjadi alat bagiNya untuk memuliakan namaNya. Sama seperti Lazarus yang dalam kisah ini sangat pasif, hanya menjadi obyek yang tertidur dan kemudian dibangunkan, ada kalanya peran kita sangat kecil, ada kalanya sangat aktif seperti Marta. Mencari keseimbangan dalam kehidupan kita, menyeimbangkan antara tuntutan kehendak bebas dengan kepasrahan kepadaNya, antara keaktifan pelayanan dengan penyerahan diri dalam doa hening. Keseimbangan Marta yang melayani dan Maria yang diam mendengarkan sabdaNya merupakan tantangan dalam mencari kehendakNya.

Tuhan,
Terima kasih atas keluarga yang menjadi bagian kehidupan kami,
Terima kasih atas teman-teman yang Kau hadirkan dalam hidup kami,
Terima kasih atas pergumulan dalam keluarga yang menguatkan iman kami,
Terima kasih atas pergumulan dalam pertemanan yang menempa kesabaran dan kerendahan hati kami,
Terima kasih karena Engkau selalu perduli,
Engkau senantiasa hadir dan mengetahui keadaan kami,
Tetapi pertolonganMu akan datang pada waktuMu,
untuk menguatkan iman kami,
untuk menyatakan kemuliaan Allah.
Amin.

Friday, July 22, 2011

Arti Kerajaan Allah

Mulai hari Jumat ini saya tidak ingin dibuat bimbang oleh metode meditasi. Biarlah Roh Kudus yang membimbing perjalanan kelompok kami. Peringatan untuk ingat meminta pertolongan kepadaNya kembali menguat. Satu hal yang terbersit dalam keheninganku hari ini adalah kalimat "Kamulah sahabat-sahabatku, kamu bukanlah hamba lagi." Sebagai hambaNya saya senantiasa menantikan perintah dan petunjuk. Sebagai sahabatNya, saya diminta untuk berkehendak bebas tanpa merugikan Sahabat saya itu, dan senantiasa mencariNya dalam setiap kelemahan saya.

Selain bersitan perkataanNya yang kuat menyentuhku itu, ada juga sebuah pertanyaan yang diberikan oleh pemimpin meditator hari itu yang membuat kami menjelajah ke dasar hati kami. "Apakah arti kerajaan Allah bagimu?"

Ternyata semua peserta meditasi menyatakan hal yang hampir serupa. Menurut kami, kerajaan Allah adalah kedekatan dengan Tuhan yang memberikan rasa damai, tenang, dan bahagia. Saya pribadi pernah sekali merasakan kebahagiaan penuh yang mengalahkan derita dunia ketika hening berpasrah kepadaNya, justru ketika saya belum mengenal istilah meditasi. Hal ini juga yang menguatkan dalam perjalanan pencarianNya bersama meditasi kristiani walaupun kesegaran instan dari meditasi ini tidak langsung terasakan.

Sabtu pagi ini ketika membaca Matius 13:24-30 maka sekali lagi terbaca mengenai hal kerajaan sorga seumpama orang yang menabur benih yang baik di ladangnya, tetapi musuh-musuhnya datang menebarkan benih ilalang di sana. Benih ilalang bisa tumbuh bersama dengan benih yang baik, bisa juga mematikan benih yang baik. Kita yang ditanami benih yang baik, sepatutnya memperkuat akar dan mengambil air kehidupan dariNya untuk terus tumbuh dan berbuah banyak. Semoga akhirnya benih yang baik bertumbuh di dalam kita dan ilalang yang mengganggu itu tidak mempengaruhi kelimpahan buahnya. Semoga akhirnya ketika saat panenNya tiba, kita memperoleh lebih banyak tunaian daripada ilalang. Dengan tunaian berlimpah kita memasuki kerajaanNya dan duduk bersamaNya sebagai sahabatNya, sebagai putra dan putriNya.

Tuhan,
terima kasih telah menerima kami sebagai sahabatMu,
kami manusia lemah karena daging,
yang senantiasa membutuhkan dukungan kekuatan dariMu,
yang senantiasa membutuhkan curahan air hidupMu.
Berkati perjalanan kami ya Bapa,
Temani kami dalam kekhawatiran dan pergumulan di dunia,
Agar benih yang Kau tanam bisa terus bertumbuh dan berbuah.
Amin.

Thursday, July 21, 2011

Berbuah dari FirmanNya

Renungan harian hari ini dari Matius 13: 10-17 yang berkisah tentang perumpamaan seorang penabur. Saya terpikat dengan Matius 13:16 "Tetapi berbahagialah matamu karena melihat, dan telingamu karena mendengar." Mengikuti meditasi dengan merenungkan firmanNya membantu saya untuk melihat dan mendengar kebenaran sabdaNya. Satu hal yang saya sadari benar adalah perlunya menggali ke dalam diri. Hal ini yang sudah saya peroleh melalui meditasi dalam tuntunan firmanNya.

Kalau bacaan Injil di atas dilanjutkan, maka kita bisa membaca mengenai arti perumpaan tentang tanah tempat benih ditaburkan. Tanah yang berbatu-batu merupakan orang yang menerima firman dengan gembira tapi tidak membiarkan firman itu berakar di dalamnya, sehingga mudah mati. Tanah yang bersemak duri merupakan orang yang mendengar firman itu tapi dilumpuhkan oleh kekhawatiran dunia sehingga tidak mampu berbuah. Yang terakhir adalah orang yang menerima sang Firman dan berbuah di dalamNya. Meditasi ini membantuku untuk menyiangi tanah yang kusediakan untuk pertumbuhan buah-buah dari benih yang ditanamNya.

Baru saja, ketika ingin menuliskan renungan tadi pagi di atas, saya tidak sengaja membuka surat Yakobus 4: 13-17, "Jangan melupakan Tuhan dalam perencanaan." Itu adalah gambaran diriku dahulu yang membuat semua perencanaan kehidupanku. Menghadap kepadaNya untuk meminta restu, tetapi melupakan membaca kehendakNya. Mencoba mengetahui kehendakNya tapi tidak menyediakan cukup waktu hening untuk mendengar kehendakNya. Yakobus 4:14 mengatakan, "...sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap."

Begitulah waktu berlalu bagaikan berlari. Usia bertambah, dan kehidupan berputar terus. Anak bayi menjadi besar, lalu remaja, lalu dewasa, kemudian tua... Apa yang kita lakukan hari ini akankah berarti untuk masa depan? Terkadang rasa hati ingin mengisi kehidupan dengan kegiatan yang berguna, tetapi apakah itu sungguh berguna? Bagi siapa? Menghabiskan waktu semata untuk keluarga, apakah itu kehendakNya? Bukankah itu juga bisa menjadi egoisme semata? Melayani ke luar keluarga, apakah itu yang menjadi kehendakNya? Tidakkah kebanggaan diri untuk berguna bagi banyak orang juga merupakan batu sandungan egoisme?

Pohon hanya bisa bertumbuh dan berbuah bila dijaga dan diberi air. Air kehidupan sudah disediakanNya, tanah yang baik sudah dipersiapkanNya, bagaimana menjaga pohon agar mampu berbuah melimpah membutuhkan keaktifan dari kita untuk mendekati sumber air kehidupan dan memberi kesegaran bagi pertumbuhan itu.

Tuhan,
bagai rusa yang letih dan berbeban berat,
anakMu mencari air kehidupan yang menyegarkan,
yang menguatkan di kala terpuruk,
tatkala tak mengerti pilihan yang harus dibuat,
tatkala lelah bertubi mendera dalam pergumulan kehidupan.
Bapa,
yang penyayang dan pengampun,
terima kasih atas air kehidupan yang menyegarkan ini,
bantulah keluarga-keluarga yang membutuhkan air hidup ini
agar mampu berbuah melimpah-limpah.

Amin.

Tuesday, July 19, 2011

Yesus Sumber Air Hidup

Hari Senin kemarin kami berkumpul membaca Injil Yohanes 7: 37-39, Air sumber hidup. Hanya tiga ayat yang di"mamah biak", tapi intinya begitu dalam menyentuh kami. Kalimat yang banyak menyentuh peserta meditasi kami adalah "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepadaKu dan minum!" Rasa kekeringan dan kehausan akan cintaNya seringkali melanda kami terutama di saat-saat kami dipenuhi dengan kesibukan sehari-hari. Secara pribadi, saya merasa semakin sibuk melayani semakin kering terasa. Jadi, saya tersadarkan betapa Yesus sendiri yang memberikan kekuatan untuk melayani sesama. Ketika kita sibuk menjadi Marta yang melayani dan tidak ingat untuk menjadi Maria yang mendengarkan firmanNya, maka kekeringan itu bisa menghabiskan tenaga kita dalam melayani. Ada juga teman yang merasa haus ketika masalah menimpa. Biasanya memang ketika masalah menimpa, kita jauh lebih membutuhkan pegangan, dan saat itulah Air Hidup yang mengaliri relung-relung hati membawa kesegaran yang menguatkan. Beberapa teman merasakan bahwa semakin kita dekat denganNya, semakin banyak masalah yang menyapa. Mungkin memang iblis tidak senang kalau kita aman dan damai dalam kebersamaan denganNya. Tetapi bagaimanapun kita, yang mencari jalan keselamatan abadi, perlu selalu mendekatiNya dan bertumbuh di dalamNya.

Waktu adalah masalah yang paling penting dalam kehidupan manusia. Bagaimana kita menyediakan waktu bagiNya dalam segala kesibukan yang seakan tidak ada habisnya, merupakan kebutuhan utama bagi kami semua. Terkadang tugas dalam lingkungan yang harus merangkap sana sini membuat kami justru semakin jauh dariNya. Aneh bahwa tugas pelayananNya malah membuat kita kering dan jauh dariNya. Tapi itulah kenyataan, bahwa kita harus menyeimbangkan karya dan doa. Kami harus pandai memilah antara kepentingan rumah tangga dan kepentingan di luar rumah tangga tanpa menjadi korban egoisme pribadi. Doa menjadi sumber kekuatan kami. Sama seperti mata air yang menyegarkan, begitulah adalah kasihNya menyegarkan kami. Yesus menjadi sumber air hidup bagi kami.

Pencarian saya pada metoda meditasi yang paling cocok sedang dalam puncak kegalauan. Jumat yang lalu, sebelum meditasi kristiani, saya meminta pencerahanNya agar tahu harus berbuat apa. Selasa sampai Kamis dalam agenda saya sudah penuh karena harus mengajar. Karena sementara ini sulit untuk mendapatkan asisten rumah tangga, maka jadwal dengan asisten pulang hari juga harus dipikirkan. Karena itu jadwal meditasi di pagi hari pada saat lowong mengajar merupakan sebuah beban yang agak mengganggu. Gairah untuk datang mendengarkan firmanNya juga jauh lebih kuat ketika saya menjalani metoda meditasi lectio divina yang memamah biak firman itu daripada sekarang. Tapi di samping itu keinginan untuk belajar disiplin dan fokus membuat saya masih terus bertahan pada meditasi kristiani.

Tetapi, terus terang, kebutuhan akan hadirNya yang lebih terasa dalam kehadiran rekan-rekan ketika meditasi model lectio divina menjadi semacam kehausan yang membutuhkan air hidup. Berkumpul satu kali dalam sebulan untuk meditasi dengan metoda lectio divina terasa masih kurang menyegarkan. Karena itulah saya terpikir untuk memilih, dan memohon pencerahanNya. Tidak dinyana seorang peserta Meditasi Kristiani yang sudah senior memberikan perumpamaan tentang orang yang sibuk memindah-mindahkan pohon yang ingin ditanamnya karena ingin mencoba tanah yang lebih bagus, hasilnya tidak ada pertumbuhan yang signifikan yang terjadi. Saya merasa tercolek, karena sebelumnya saya sempat ingin mengikuti meditasi bersama Romo Sudri untuk mengetahui model meditasi tanpa obyek yang dipimpin Romo. Sebenarnya memang lebih baik kembali ke akar yang sudah menyegarkan dan menguatkanku selama ini.

Berdoa secara khusus untuk satu ujud tertentu memang merupakan hal yang seringkali aku abaikan. Kupikir Bapa selalu tahu kebutuhan anakNya, sehingga aku seringkali lalai untuk menyediakan waktu dan meminta secara khusus padaNya.

Suster yang membimbing kami jarak jauh (terima kasih suster), memberikan beberapa poin penting untuk kami renungkan:
* Yesus peduli pada kita - kita diberi tempat dalam hati-Nya
* Kita diterima apa adanya
* Kita dimengerti oleh-Nya
* Kristus mengerti kesulitan/ permasalahan hidup kita lebih daripada kita mengertinya.
* Kristus hadir ditengah keluarga kita, selama kita juga memberi tempat kepada-Nya, maka
AIR HIDUP itu pun akan mengalir dan mengairi hidup kita
AIR HIDUP itu adalah ROH KUDUS, ROH KRISTUS sendiri

Yang sangat menyentuh saya adalah perkataan bahwa Kristus hadir di tengah keluarga kita, selama kita juga memberi tempat kepadaNya. Bagaimana kita memberi tempat kepadaNya, dan bagaimana kita mengajarkan anak-anak untuk menyediakan tempat bagiNya, itulah yang paling penting saat ini.

KehadiranNya merupakan hal yang paling kami butuhkan, terutama di saat kami merasa letih, lelah dan berbeban berat. Setiap orang memiliki masalah yang berbeda, tapi Dia mengerti kelelahan kami semua, dan Dia menyediakan air kehidupan bagi kami semua.

Ya Tuhan Yesus,
Engkaulah Sumber hidupku,
aku mencari-Mu hari hari ini secara lebih mendalam.
Bersabdalah,
sentuhlah pribadiku agar sumber air hiodupMu tetap dan terus mengalir dalam hidupku
sehingga memancar lagi kepada sesamaku.
Terima kasih ya Tuhan atas kebaikanMu.
Amin.

(Suster Jeanne, terima kasih untuk panduan renungan dan doanya)