Monday, December 21, 2009

Surat untuk Yesus

Yesus yang tercinta,
Terima kasih atas suratMu yang indah, aku sungguh ingin datang ke rumahMu bahkan walau hanya lewat sebuah katupan tangan, tapi sayang sekali walau tangan mengatup ternyata pikiranku berlarian kesana dan kemari. Urusan rumah, urusan anak-anak, urusan suami, sampai ke urusan pribadi (hmm...sebenarnya bercakap-cakap denganMu itu juga urusan kami semua ya...reuni denganMu setelah Kau beri pagi yang indah, siang yang memampukan kami bekerja, dan malam yang tenang untuk beristirahat).

Yesus, aku melihatMu memegang keningku serta menjamah suami dan anak-anakku. Kupikir aku bermimpi...dan rasanya aku tak ingin bangun agar dapat terus bersamaMu. Tapi hari sudah terang, dan kegiatan setumpuk sudah menantiku...lalu akupun lupa menyapaMu secara khusus. Aku merasa berbicara denganMu sepanjang hari dan sepanjang malam, jadi mengapa aku harus khusus menyapaMu? Aku lupa menjawab salam selamat pagi yang Kau ucapkan dengan riang gembira lewat kicauan burung, kesegaran embun, dan kehangatan mentariMu.

Hei..., Engkau sungguh melihat anak-anakMu ketika menyenandungkan pujian di gereja? Adakah Engkau juga melihatku yang tidak mampu berkonsentrasi pada liturgi karena bingung melihat tingkah pola anak-anak titipanMu? Aku lupa, aku hanyalah busur...mereka adalah anak-anak panah yang Kau bentuk sendiri. Apa hakku membentuk mereka? Aku hanyalah busur yang bertugas mengarahkan dan melontarkan anak-anak panah ke tujuan penciptaNya. Aku tahu bahwa Engkau selalu bersamaku. Kupinta untuk menjadi busur yang mampu bekerja sesuai dengan keinginanMu, tapi kubutuh lengan lembutMu untuk membengkokkan dan mengarahkanku ke sasaran yang tepat.

Saat malam tiba, keheningan yang mampu mendekatkan aku padaMu juga tiba, tetapi terkadang aku terhempas kelelahan. Terkadang juga, aku mengembara ke dunia maya...

Aku juga masih seperti anak-anak kecil itu ya Yesus, yang tahu bahwa ibu bapanya tidak akan meninggalkan mereka sendiri. Aku pikir Engkau akan selalu ada bagiku, sehingga aku lupa secara khusus mendatangiMu dan mengungkap cintaku padaMu.

Yesus, masih ingat surat-suratku yang lalu? Kala aku menangis menulis surat bagiMu sebagai seorang anak? Kala aku bertanya penuh kebimbangan ketika ingin memilih pendamping hidupku? Aneh rasanya ketika menjadi anakMu yang semakin dewasa...dan sekarang aku berada di sisi yang berbeda...menjadi orang tua. Tetapi Engkau tetap sama bagiku, sahabatku, pendidik dan pembimbingku. Bersama Bapa dan Roh Kudus, Engkau adalah orang tua dan sumber penghiburanku...

Terima kasih atas teman-teman yang Kau hadirkan dalam hidupku, sehingga cahayaMu tidak pernah meredup dalam jiwaku. Terima kasih atas kasihMu yang tiada lelah mengingatkanku akan jalan kebenaran yang Kau rancang bagi kami...semua sesuai dengan rencana dan waktuMu.

Terima kasih Yesus, terima kasih mau mengirimkan suratMu. Berkatilah kami semua Yesus,agar siap menerima kedatanganMu di hari Natal nan bahagia itu. Semoga kami bisa mencontoh kesederhanaan yang Dikau tunjukkan sebagai contoh bagi kehidupan kami. Amin.

Saturday, December 12, 2009

Bertumbuh Menjadi Pembawa Damai

Masa Adven adalah masa penantian kelahiran Yesus Kristus. KelahiranNya menjadi sangat istimewa karena merupakan kelahiran yang sangat berbeda dari kelahiran biasa. Pertama, berita tentang hadirNya diberitahukan kepada sang ibu oleh malaikat Gabriel (Lukas 1:20-38), sebuah kelahiran melalui rahim seorang anak perawan yang taat pada kehendak Allah. Kemudian berita kelahiranNya sendiri disebarkan oleh malaikat (Lukas 2:8-20), dan juga oleh alam semesta seperti yang dilihat dalam bentuk bintang oleh orang-orang majus dari Timur (Matius 2:1-12).

KelahiranNya juga menggemparkan karena raja Herodes yang begitu ketakutan akan kehadiran sang Pemimpin yang akan menggembalakan umat Israel lalu membantai anak-anak berusia dua tahun ke bawah dan keluarganya (Matius 2:16-18).

Air mata berurai karena kelahiranNya, padahal Ia adalah Raja Damai. Demikian sulit tampaknya kehadiran Damai Sejahtera di bumi ini. Tetapi seperti juga kanak-kanak Yesus yang diluputkan dari pembantaian oleh Herodes, kiranya Allah Yang Maha Pengasih akan senantiasa melindungi dan memberkati langkah orang-orang yang berjuang untuk perdamaian. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah (Matius 5:9). Perlu perjuangan untuk membawa damai, sama seperti perjuangan yang dilakukan Yosef dan Maria dengan mengungsikan bayi Yesus ke Mesir.

Dosa Adam dan Hawa membuat manusia hidup bersama dosa asal. Penebusan Yesus Kristus membawa kehidupan baru bagi manusia, membawa perdamaian dengan Allah Pencipta dan Maha Kasih. Darah salib Kristus memperdamaikan segala sesuatu dengan Allah (Kol 1:20).

Dalam Panduan Ibadat Adven 2009 untuk keluarga dan lingkungan, Komisi Kerasulan Kitab Suci KAJ mengajak umat pertama-tama berdamai dengan diri sendiri. Mengenali diri sendiri, memperbaiki hubungan dengan Tuhan. Kedua hal itu akan membawa pemurnian suara hati. Nurani yang bersih dan dekat dengan Tuhan akan senantiasa membawa manusia untuk mencintai dan melakukan yang baik serta menghindari yang jahat.

Dalam minggu Adven ke dua, kita diajak untuk membawa damai dalam lingkungan keluarga. Dalam setiap keluarga pastilah ada perselisihan, entah kecil maupun besar. Belajar untuk bisa memaafkan kesalahan orang lain, belajar untuk bisa bertahan baik dalam hantaman ketidak-jujuran atau ketidak-adilan yang kita terima dari orang lain seringkali sangat sukar. Tetapi seperti kata malaikat Gabriel ketika mengabarkan kehamilan Maria dan juga Elizabeth saudarinya, "Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." Bergabung dalam naunganNya akan membantu memampukan diri kita untuk senantiasa memaafkan, untuk tegar dalam cobaan. Sama seperti Yusuf yang menghabiskan masa mudanya di Mesir sebagai orang yang dijual oleh saudara-saudaranya, tapi mampu memaafkan mereka dan menjadi alat penyelamat bangsa Yahudi dalam bencana kelaparan panjang yang melanda begitu banyak daerah.

Memaafkan terkadang terasa mudah, apalagi bila pihak yang bersalah juga menyesal dan mengubah dirinya. Tetapi bila seperti Yusuf kita mengalami masa yang begitu panjang di Mesir, masih sanggupkah kita memaafkan dengan sepenuh hati? Hanya dengan berdoa memohon padaNya kekuatan itu akan diberikanNya.

Mazmur 27 begitu merdu terdengar di telingaku, "Tuhanlah cahaya dan penyelematku, siapa 'kan kutakuti? Tuhanlah benteng hidupku, siapa 'kan kugentari?" Rasanya Mazmur ini harus senantiasa terpatri di dalam hatiku, sehingga setiap kali kegalauan tiba, setiap kali kegentaran menghadapi ketidak pastian masa depan muncul, Ia melindungi aku dari bahaya dan menyembunyikan aku dalam kemahNya. Sudah pernah sekali kurasakan damai sejahtera yang begitu mempesona, ketika aku jatuh bersujud ke hadapanNya, menangis tak berdaya dan merasa kehilangan motivasi kehidupan...kasihNya mengaliri darahku bagaikan air kehidupan, membanjiri relung tergelap hatiku dan membersihkannya. Ketika itu aku tidak gentar, aku kehilangan benci, kehilangan kemarahan, dan aku hanya menikmati balutan damai sejahteraNya. Betapa rindu aku akan saat seperti itu, tetapi mungkin selama rasio masih mendikte, ego masih minta didahulukan...kasihNya sulit terasakan.

Dalam kesempatan berbagi dengan rekan-rekan dalam pendalaman iman lingkungan, ada dua hal yang termunculkan:

Pertama, seringkali kita memerlukan orang lain untuk mengetahui pandangan orang lain tentang diri kita ataupun untuk lebih mengenali orang-orang yang dekat dengan kita. Dengan membagikan pengalaman hidup bisa jadi ada orang lain yang terbantu, dan lebih jelas melihat masalahnya sendiri.

Kedua, sebuah nasehat bagus untuk pasangan suami istri secara khusus dan untuk hubungan dengan sesama secara umumnya, yaitu: perhatikanlah sisi positif dari pasangan ataupun sesamamu. Sulit untuk menghilangkan sisi negatifnya, tetapi lihatlah sisi positifnya agar yang negatif tadi tertutup dan tidak mengganggu relasi.

Sama seperti urutan pendalaman iman yang diberikan Gereja, kita perlu memulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu sebelum bisa berbagi kepada keluarga yang terdekat, lalu melebar ke keluarga yang lebih luas, hingga ke komunitas dengan bangsa serta negara sebagai bagian besar komunitas bernegara.

Tuhan,
terima kasih atas cinta dan belas kasihMu
seringkali daku kurang peka
seringkali kumelihat dari kacamata minus yang tebal
seringkali kuterpaku pada masalahku sendiri dan lupa melihat ke sekelilingku
Tuhan,
berkatilah kami umatMu
mampukan kami untuk menjadi pembawa damai sejahteraMu...
Amin.