Thursday, February 11, 2010

Membaca KehendakNya

Terkadang terasa sangat sulit membaca kehendak Tuhan. Secara garis besar tentunya kehendakNya adalah perbuatan yang baik. Tetapi ketika harus memilih di antara dua (hal/prioritas baik) sebelum melakukan tindakan, rasanya begitu sulit.

Baru hari Minggu yang lalu aku tercenung mendengarkan satu perkataan pastur dalam homili: "Mulailah dalam keluarga." Hanya perkataan itu yang kuingat persis, tapi sepertinya inti perkataannya adalah janganlah melayani ke luar kalau yang di dalam belum terlayani. Itulah persepsi saya hari Minggu itu. Sebelumnya saya juga sering mendengar suster dan teman-teman lain menekankan betapa pentingnya menuntaskan karya di dalam "Yerusalem" (keluarga) sebelum melangkah keluar.

Baru saja ingin memantapkan diri dengan fokus ke dalam rumah saja, bacaan tentang perempuan Siro-Fenisia dan sebuah kesaksian dalam acara pertemuan wilayah memberikan masukan yang berbeda lagi. Seorang Ibu memberikan kesaksian mengenai awal mula dia terjaring untuk melayani, selain itu ia memperlihatkan untaian kata yang menurutnya memberikan inspirasi untuk perutusannya. Ketika itu ia juga merasa belum mampu untuk melayani ke luar, anak masih kecil-kecil, kebutuhan rumah tangga juga masih belum berkecukupan. Bacaan yang dibawanya memang memberi inspirasi. Dikatakan di sana untuk menyerahkan semua masalah yang kita punya kepada Tuhan, dan pergilah melayani. Tuhan yang akan menyelesaikan masalah tadi. Kisah perempuan Siro-Fenisia juga memperlihatkan bahwa pelayanan tidak boleh terbatasi hanya di dalam kalangan sendiri saja.

Nah lho...jadi prioritas pertama yang mana lagi nih? Sebenarnya saya juga sudah tahu prinsip yin-yang, prinsip keseimbangan hidup. Keseimbangan itu juga yang kuperlukan dalam melihat karakter Maria dan Marta. Antara kontemplasi/doa dengan perbuatan perlu keseimbangan. Karakter dua bersaudara ini memang senantiasa menarik perhatianku, Maria yang duduk manis mendengarkan Yesus dan Marta yang sibuk melayani Yesus dan tamu-tamunya. Menyediakan waktu yang tepat untuk diam dan mendengarkanNya serta waktu untuk berkarya dalam pelayanan untukNya memang perlu keahlian tersendiri.

Terkadang karakter kuli di dalam diriku terlalu besar. Ya, bukan lagi sekedar hamba, tapi kuli...yang hanya mengerjakan hal-hal yang diperintahkan tuannya. Aku menantikan sabdaNya memberikan rincian detail untuk pilihan dan tindakanku. Aku menginginkan Dia mengendalikan kehidupanku, dan kesal ketika Dia diam saja tidak membantuku memutuskan pilihan-pilihan jalan hidupku. Aku menginginkan Dia menahkodai jiwaku, tetapi bersungut-sungut ketika pilihan jalanku berbadai dan berombak yang memabukkan. Dahulu cukup sering aku membuka Kitab Suci untuk mencari jawaban. Mencari jawaban dengan cara yang salah, mencari jawaban dengan membaca Kitab Suci seakan membaca ramalan bintang.

Buku Gabrielle Bossis, "Lui et moi" yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia "Dia dan aku" membuatku iri akan kedekatan Gabrielle dengan Tuhan. Satu hal dari buku itu yang patut kuiingat adalah pendeknya keterangan Gabrielle dan panjangnya ungkapan Tuhan yang dicatatnya. Aku menyadari pentingnya membuat keheningan yang memampukan kita mendengar dan menangkap suaraNya...

Ada beberapa perkataan yang dalam menegurku dari buku "Dia dan aku", "Tidak, tidak usah engkau melakukan lebih banyak, tetapi engkau harus melakukannya dengan cara yang lain: menerima cobaan-cobaan kecil sehari-hari dengan lebih gembira." Lalu, katanya pula; "Mengertilah, bahwa kesalehan itu terletak dalam cara mengasihi, cara engkau melakukan pekerjaan kecilmu sehari-hari. Perbesarkan kasihmu dengan merenungkan penderitaanKu dan luka-lukaKu. Pakailah segala macam cara yang dapat mendekatkan engkau kepadaKu. Ingatlah akan Zakheus yang memanjat pohon. Keinginannya yang besar untuk bertemu dengan Aku Kuhadiahkan dengan kunjunganKu ke rumahnya. Hiduplah dengan lebih mementingkan kehidupan ke dalam daripada kehidupan ke luar. Karena Aku datang bertamu di hatimu dan setiap kali engkau masuk ke dalam, engkau akan menemukan Aku, karena di sanalah Aku berada."

Sebuah tulisan inspiratif untuk bisnis di halaman iklan Karier juga membuatku tercenung pagi ini. Judul tulisan itu "Misi", dikatakan perlunya kejelasan misi agar seluruh aspek dalam perusahaan bergerak untuk pemenuhan misi itu. Ada satu kutipan ucapan yang menarik di sana:
Kita sesungguhnya bisa mengecek sendiri, apakah di akhir hidup nanti kita bisa berkata: "I did what I was created to do. I contributed to this world in a significant manner."

Mungkin inilah akar permasalahan itu, dunia mengajariku untuk melihat segala sesuatunya dengan ukuran duniawi. Apakah saya sudah mengerjakan hal yang karenanya aku diciptakan? Bukankah Tuhan menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Allah untuk menaklukkan bumi dan berkuasa atas ikan-ikan di laut, burung-burung di udara, dan semua binatang yang merayap di bumi? Bukankah manusia diciptakan dengan gambar dan rupa Allah untuk memuliakan namaNya? Jadi ukuran penciptaanNya bukan seberapa banyak taklukan itu, atau seberapa besar kontribusi materi dan tenaga yang kita keluarkan, tetapi seberapa sesuai kita menjalankan misi kita di dunia ini. Jadi seberapa banyak kita menyebarkan kabar bahagianya? Seberapa berhasil kita membuat namaNya dimuliakan orang?

Tuhan,
anakMu lelah berpikir...
tidak tahu jalan mana yang Kau ingin kujalani,
terkadang bersungut ketika kerikil masuk ke sepatuku...
Terlupa bahwa daku yang turun dari boponganMu
karena ingin mencoba berjalan dan berlari...
menangis ketika terjatuh dan berlari kembali ke dalam pelukanMu,
tetapi sejenak terlupa dan kembali ingin turun berlari...
Tuhan,
berkati kami dengan rahmatMu,
dan curahkanlah kekuatan Roh Kudus untuk membimbing mata hati kami,
agar sungguh dapat memuliakan namaMu.
Amin.

1 comment:

  1. mmmm nice quote: Hiduplah dengan lebih mementingkan kehidupan ke dalam daripada kehidupan ke luar. Karena Aku datang bertamu di hatimu dan setiap kali engkau masuk ke dalam, engkau akan menemukan Aku, karena di sanalah Aku berada...:D haruskah kita pergi ke panti jompo kalau ada orang jompo di rumah? Tuhan mengajari kita realistis kali ya? love, Inge

    ReplyDelete