Berpuasa yang Aku kehendaki ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang-orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tidak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!
Kita bukan hanya diminta untuk melepaskan tali kuk, tetapi juga untuk mematahkan setiap kuk. Seorang teman jadi terpikir betapa kita diminta untuk melepaskan kuk yang terpasang pada orang lain, tentunya lebih tidak boleh lagi memasangkan kuk kepada orang lain.
Seringkali kita memakaikan kuk kepada orang lain dengan prasangka, memandang rendah, ataupun mendiskreditkan orang lain. Dan semakin kita menyebarkan hal buruk tentang orang lain kepada orang-orang di sekitar kita semakin kuat kita menalikan kuk tersebut ke orang itu.
Yesus menegaskan betapa perbuatan benar yang berasal dari hati lebih penting daripada perbuatan yang dilakukan untuk dilihat orang banyak.
Kebetulan esoknya, pada acara pendalaman iman di lingkungan kami, dibahas "Siapakah sesamaku manusia?" (Luk 10:29). Yang menarik, dalam penjelasan fasilitator dijelaskan betapa ada kendala yang dihadapi oleh imam dan orang Lewi kalau mereka harus menolong orang yang dirampok dalam kisah di Lukas 10: 25-37. Jadi dalam menghadapi kendala itu, tetap perbuatan baik harus didahulukan. Menurut saya orang Samaria juga sebenarnya menghadapi kendala yang sama. Sebagai orang asing dari suku yang berbeda bisa saja dia malah terkena berbagai macam prasangka, belum lagi beban biaya yang harus ditanggungkannya bila ternyata orang tersebut menghabiskan biaya lebih dari dua dinar. Tetapi dia tidak memikirkan kemungkinan buruk yang harus dihadapinya, melainkan tetap menolong korban tersebut.
Kesimpulan si akhli Taurat, sesama orang itu adalah orang yang menunjukkan belas kasihan kepadanya. "Pergilah dan perbuatlah demikian!" kata Yesus.
Perbuatan baik kepada sesama sebenarnya adalah berbuat untuk diri kita sendiri, demikian kata fasilitator malam itu. Benar juga, saya teringat lagi pada bagian lain dari Yesaya (Yesaya 58:8-12), ketika kita memecah-mecah roti bagi yang lapar, memberi tumpangan kepada yang tidak berumah, dan memberi pakaian kepada yang telanjang, serta tidak menyembunyikan diri dari saudara yang membutuhkan, maka "pada waktu itulah engkau akan memanggil dan Tuhan akan menjawab..."
Ada satu hal yang agak sulit kumengerti dari Matius 9, yaitu ketika Yesus membandingkan hal berpuasa dengan menambalkan kain yang belum susut kepada baju tua, serta menyimpan anggur yang baru di dalam kantong kulit yang tua. Ternyata ini berhubungan dengan pola pikir dan hati kita juga. Tidak ada gunanya berpuasa dan bermati-raga selama perbuatan dan pikiran kita masih tetap dalam pola lama yang belum dipenuhi pertobatan. Kita perlu mengganti diri menjadi baru di hadapan Allah agar pantas menerima kehadiranNya. Panggilan pertobatan menggema dari ayat ini...Sediakanlah hati yang baru agar tidak koyak dalam menerima limpahan anugerah yang kita terima karena puasa kita. Pertobatan adalah jalan untuk memperbaharui kantong kulit tempat menyimpan anggur yang baru itu.
Tuhan,
terima kasih atas berkatMu,
bimbing kami agar mampu memperbaharui hati kami,
bukakan mata kami terhadap kehadiran sesama kami,
karena Dikau hadir di dalam mereka juga...
Berkenanlah hadir melalui diri kami juga,
agar kami dimampukan menjadi sesama yang bagi orang-orang di sekitar kami,
agar kami bisa membantu memuliakan namaMu,
dan menghadirkan kasihMu di dunia ini.
Amin.
No comments:
Post a Comment