Mewartakan kebenaran tidak mudah. Yohanes Pembaptis membayarnya dengan kepalanya sendiri. Markus 6:14-29 menggambarkan bagaimana Yohanes Pembaptis dibunuh. Raja Herodes tidak senang ditegur oleh Yohanes karena mengambil Herodias istri saudaranya. Tetapi yang terlebih besar dendamnya kepada Yohanes adalah Herodias sendiri. Ia meminta putrinya untuk memohonkan kepala Yohanes sebagai hadiah bagi keindahan tariannya.
Yang menarik saya adalah karakter-karakter yang ada dalam kisah ini. Herodes yang terombang-ambing, antara senang dan benci kepada Yohanes. Dia masih memiliki suara hati tapi ragu untuk melaksanakannya. Ia juga sangat impulsif, ketika terpesona pada keindahan tarian putri Herodias segera dijanjikannya hadiah...apa saja, bahkan setengah dari kerajaannya. Walaupun sebuah janji kaisar memang perlu ditepati tetapi seorang kaisar yang bijaksana tentunya perlu menimbang permintaan yang tidak masuk akal. Permintaan hadiah kepala Yohanes Pembaptis di atas nampan menurut saya pribadi adalah permintaan yang bila dikabulkan akan menurunkan harkat seorang kaisar menjadi seorang pembunuh. Tetapi Herodes lebih malu terhadap orang-orang yang mendengar
janjinya daripada mendengar nuraninya sendiri. Ia tidak ingin kehilangan muka sehingga terpaksa memenuhi permintaan itu.
Karakter lain yang tampak dominan adalah Herodias. Dia pasti cantik dan memikat lelaki. Dan ia tahu mempergunakan kecantikannya. Sayang sekali ia menggunakannya untuk memuaskan ambisi dan egonya sendiri. Kemarahannya kepada Yohanes Pembaptis menunjukkan bahwa ia sukarela menjadi istri Herodes. Menjadi istri kaisar lebih terhormat baginya daripada menjadi istri saudara kaisar. Ia mengenal Herodes, dan tahu akan kebimbangan-kebimbangan Herodes...itulah sebabnya ia senantiasa mencari jalan agar Yohanes Pembaptis tidak bisa lagi menajamkan suara hati nurani Herodes.
Ada juga teman yang tertarik pada karakter anak Herodias yang sama sekali tidak kritis. Anak perempuan ini tanpa merasa bersalah mengorbankan kehidupan orang lain meneruskan permintaan ibunya kepada Herodes. Sebenarnya dia juga bisa bersuara, tapi dia diam saja dan memilih melanjutkan perannya sebagai aktris pembantu.
Karakter yang tidak terlalu muncul tapi sangat kuat terasa kehadirannya adalah karakter Yohanes Pembaptis. Dia adalah orang yang berani mewartakan kebenaran walaupun memiliki resiko kehilangan kepalanya. Ini adalah suatu hal yang sangat sulit untuk dilaksanakan di dunia nyata. Seringkali kita memilih menghindari konflik, dan menghindar dari memberikan kritik karena tahu bahwa orang-orang tersebut tidak senang dikritik. Terkadang kita juga menjadi seperti Herodes dan Herodias yang tidak bisa menerima kritik, lalu menuding orang lain sebagai pembawa kekacauan dalam kehidupan kita.
Banyak orang yang menjadi korban karena membela kebenaran, karena menyuarakan kebenaran. Beranikah kita menjadi pewarta kebenaran? Yesus juga sudah tahu apa yang akan menghadangnya karena mewartakan kebenaran, tetapi Ia tidak gentar menghadapinya.
Tuhan,
tidak mudah menjadi pewarta kebenaranMu,
bukan jalan mulus yang terbentang
tetapi jalan gurun yang tandus dan beronak duri yang tersedia,
Kegentaran seringkali hinggap di hati,
Keinginan untuk kenyamanan hidup menjadi fatamorgana yang menggoda,
Bantulah kami untuk mampu terus melangkah bersamaMu,
terkadang membiarkanMu mendukung diri kami yang terkapar,
terkadang menguatkan diri berjuang ketika Dikau tidak nampak,
karena kami yakin Dikau senantiasa menjaga...
Semoga keyakinan itu berkobar semakin besar dan bukannya meredup atau padam.
"Percaya sajalah," kataMu.
Tuhan, Engkaulah sumber keberanian dan kekuatan kami,
penuhi kami dengan kasihMu
kuatkan kami dalam melangkah mewartakan kabar bahagiaMu.
Amin.
renungan dari bacaan yang sama http://journey-to-his-words.blogspot.com/2009/02/permintaan-anak-perempuan-herodias.html
No comments:
Post a Comment