Ini bukan kisah wajah Yesus yang ajaib seperti yang kisahnya sering bertebaran di internet, ini adalah ilusi optis yang menghasilkan proyeksi wajah Yesus di dinding. Minggu lalu, sebelum memulai meditasi, kami mendapatkan sebuah gambar untuk selingan. Gambar ini bisa juga diakses di sini. Teman-temanku langsung berhasil menampak wajah Yesus di dinding, tetapi aku tidak. Tentunya aku penasaran sekali.
Saya kemudian mengikuti sesi meditasi dan mencoba fokus ke dalam meditasi itu sendiri. Mungkin kegalauan pikiran, mungkin ketidak-mampuan untuk berkonsentrasi yang membuat saya tidak mampu menangkap wajah Yesus. Saya bisa menangkap wajah Yesus di gambar tersebut, tetapi tidak berhasil memproyeksikan gambar itu ke dinding.
Biarkanlah anak-anak datang kepadaku...
Marilah kalian yang letih, lelah, dan berbeban berat...
Karena kalian bukanlah hamba melainkan sahabat-sahabatKu...
Akhirnya setelah sesi meditasi berakhir saya berhasil juga melihat wajah Yesus di dinding. Sebenarnya saya masih penasaran kenapa sebelumnya tidak bisa langsung menampaknya, tetapi saya bersyukur bahwa akhirnya saya bisa melihatnya. Rasanya frustrasi menjadi satu-satunya orang yang tidak berhasil berkonsentrasi dalam melihat ilusi optis tersebut. Hal ini mengingatkan saya pada kebiasaan ingin langsung mencapai tujuan, dan tidak menghargai proses. Hari itu Tuhan memberikan pelajaran untuk menikmati sebuah proses pencarian. Teman-temanku langsung melihat gambaran tersebut, saya yang tidak bisa berkonsentrasi jadi semakin gelisah. Mengapa hanya saya yang tidak bisa melihatnya? Apakah saya terlalu berpikir pada gelasnya atau pada isinya? Semakin saya berpikir semakin tidak mampu saya menampak gambar tersebut. Ketika saya melepaskannya dan memasuki keheningan bersamaNya, saya lalu dimampukanNya untuk menampak gambar itu. Bersabar menantikan hasil, itulah pelajaran berharga dari hari itu.
Bapa yang baik,
Terima kasih atas cintaMu,
yang dengan sabar menantikan diriku,
sabar mengajarkan aku untuk menghargai sebuah proses,
bahkan jika hasil dari proses itu tidak mampu kulihat sejak awal,
belajar menghargai harapan akan iman dalam kehidupan,
Tuhan kasihanilah kami...
Amin.