Santo Ignatius yang baik,
Berkat karyamu dan karya pengikut-pengikutmu kami bisa lebih mengenal belas kasih, kerahiman dan kemurahan Allah.
Bantulah keluargaku ya Santo Ignatius supaya senantiasa mampu bertobat, serta senantiasa mampu menangkap panggilan Tuhan bagi kami.
Bantulah anak-anak Indonesia supaya dapat memperoleh pendidikan yang layak untuk masa depannya.
Santo Ignatius yang penuh dengan kasih sayang,
Tuhan sudah menyapamu melalui bacaan-bacaan,
Doakanlah aku supaya mampu berkarya menampakkan kehadiran Allah yang murah hati dan berbelas kasih di dalam kehidupanku.
Di dalam kehidupan keluargaku, lingkunganku, negaraku, dan dunia.
Ketegaran adalah hal yang sulit, ajarilah aku untuk tegar dan sabar.
SAnto Ignatius bimbinglah dan doakanlah kami, Amin.
Blog ini semula adalah blog meditasi pribadi, sejak Paskah 2008 saya buka untuk teman-teman yang ingin berpartisipasi. Sementara ini sesuai dengan namanya "Perjalanan menelusuri kata-kataNya" lebih mengarah ke pendalaman iman lewat meditasi kitab suci, tapi dengan masuknya kontributor lain terbuka kemungkinan bentuk posting yang berbeda.
Monday, July 30, 2007
Tuesday, July 17, 2007
Tuhan Yang Membebaskan.
Kegiatan saya di portal citizen journalism banyak membawa pengalaman baru dan pengetahuan baru. Salah satu yang menyeruak dari berbagai topik hangat di portal wikimu.com adalah keinginan teman-teman dari Papua untuk memisahkan diri dari Indonesia. Secara pribadi saya lebih senang mereka tetap bersatu dengan Indonesia. Mereka adalah salah satu mutiara indah bangsa Indonesia yang kaya dalam berbagai hal, baik hasil bumi, adat kebudayaan, maupun ekosistem.
Hari ini bacaan Renungan Harian Mutiara Iman 2007 mengambil topik meditasi Kitab Keluaran 3:1-6, 9-12. “Bukankah Aku akan menyertai engkau?”. Di bawah ini akan saya kutip meditatio dari buku mutiara iman:
Renungan saya pribadi tidak bisa tidak lari kepada pemikiran terhadap artikel teman-teman dari Papua. Tapi renungan saya bisa jadi bertolak dari dasar pemikiran saya yang memang pro NKRI.
Tuhan yang membebaskan manusia dari belenggu dosa, Tuhan pula yang menjamin kebebasan dan kemerdekaan kita lahir dan batin. Bahkan sebagai manusia yang dipenjara kita tetap bisa menjadi orang yang merdeka lahir dan batin selama kita tetap teguh berpegang pada Allah sang Pencipta.
Kemerdekaan harus diperjuangkan. Bahkan di dalam keluarga terkadang kita tidak merdeka. Entah sebagai anak, entah sebagai orang tua. Sebagai anak terkadang saya merasa terbelenggu oleh peraturan dan ketakutan orang tua saya terhadap saya sebagai anak perempuan satu-satunya. Sebagai orang tua terkadang saya merasa terbelenggu dengan kewajiban saya menjadi ibu yang baik bagi anak-anak saya, banyak kegiatan yang ingin saya jalani harus saya kesampingkan untuk memberi prioritas waktu bagi keluarga. Masih banyak belenggu lain yang bisa kita cari dari kehidupan berkeluarga. Mungkin bagi yang lajang belenggu itu akan berujud lain, entah kurangnya kepercayaan diri, atau hal-hal lainnya.
Bagi saya masalah rekan-rekan entah dari Papua, Ambon, ataupun Aceh (sama seperti dahulu saya memandang masalah Timor Timur) adalah masalah perjuangan untuk memerdekakan diri dari ketertinggalan. Berjuang di dalam NKRI dengan kesatuan tekad dan kebersamaan di bawah lindungan Allah pasti akan berbuah lebat. Pada intinya perjuangan itu sama, tapi dengan bersama-sama dan bersatu kita lebih kuat.
Timor Timur sudah merdeka dan berdiri sendiri, tapi perjuangan mereka masih panjang. Sanggupkah mereka melangkah terus? Sementara ini saya mendengar bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam daftar negara gagal. Daftar apa pula ini? Kita hanya bisa mendoakan mereka. Setidaknya sebagai tetangga terdekat Indonesia sangat bekepentingan dengan kemajuan dan kemandirian Timor Timur, tapi disamping itu stigma sebagai penjajah juga melekat pada diri bangsa kita.
Meditasi saya hari ini lebih banyak bermain dengan logika. Mungkin saya butuh waktu yang lebih tenang dan lama untuk sungguh-sungguh mendengar suaraNya. Tapi yang saya peroleh adalah satu penguatan bahwa pemimpin harus punya komitmen kuat terhadap tugas yang diembannya, yakni memerdekakan bangsanya dari penderitaan, melindunginya dan yang terpenting melaksanakan semua komitmen ini dalam persetujuan Allah. Selama pemimpin berjalan menjauhi Allah dengan segala tindakan yang hanya memikirkan diri sendiri atau keluarga sendiri, atau golongannya, maka mereka tidak akan bisa menjalankan komitmen yang diembannya dengan dukungan Allah. Vox Populi Vox Dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Wahai pemimpin bangsa (termasuk yang duduk di kursi DPR, MPR, atau kursi empuk lainnya), dengarkan suara rakyat maka kalian akan mendengar suara Allah.
Allah Bapa yang Maha Baik, tolonglah para pemimpin bangsa Indonesia agar sungguh dapat bijaksana membimbing bangsa kami dari keterpurukan dan perpecahan. Berkatilah pemimpin kami agar senantiasa mengingat komitmennya kepada rakyat dan Allah Yang Maha Esa. Bimbinglah mereka agar mampu memimpin kami keluar dari belenggu kebodohan, kemiskinan, keserakahan, dan kesombongan diri. Terima kasih atas kasihMu Tuhan, kami percaya hanya dengan lindunganMu kami mampu sungguh-sungguh merdeka. Amin.
Hari ini bacaan Renungan Harian Mutiara Iman 2007 mengambil topik meditasi Kitab Keluaran 3:1-6, 9-12. “Bukankah Aku akan menyertai engkau?”. Di bawah ini akan saya kutip meditatio dari buku mutiara iman:
Bacaan pertama hari ini mengisahkan perutusan Musa oleh Tuhan untuk membawa umat Israel keluar dari Mesir. Dengan kekuatan manusiawi tentu Musa tidak mungkin mampu melaksanakan tugas pembebasan bangsa Israel itu, apalagi yang dihadapi adalah bangsa dengan raja yang kejam. Maka Tuhan meneguhkan bahwa Tuhan akan menyertai. “Aku akan menyertai engkau”. Pernyataan Tuhan inilah yang membawa keberhasilan. Dan berkat tangan Tuhan, Israel kembali menjadi bangsa yang merdeka dan terbebas dari segala penindasan bangsa Mesir.
Pengalaman Musa ini bisa memberi inspirasi bagi para pemimpin bangsa kita. Untuk menjadi bangsa yang merdeka, bebas dari segala penderitaan dan ketertindasan, pemimpin bangsa harus bertindak bukan seperti raja Firaun, yang bertindak kejam dan menindas ribuan orang demi kejayaan pribadi. Pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan seperti Musa. Ia mempunyai komitmen terhadap tugas yang diembannya, yaitu membebaskan bangsanya dari segala penderitaan dan melindungi dari kuasa-kuasa apapun yang merusak. Tugas itu dia perjuangkan bukan dengan kekuatan senjata atau militer tetapi dengan kekuatan Allah. Karena ia percaya bahwa Allah turut campur tangan dalam perjuangan membangun bangsa yang merdeka lahir batin dan sejahtera dalam kehidupan.
Renungan saya pribadi tidak bisa tidak lari kepada pemikiran terhadap artikel teman-teman dari Papua. Tapi renungan saya bisa jadi bertolak dari dasar pemikiran saya yang memang pro NKRI.
Tuhan yang membebaskan manusia dari belenggu dosa, Tuhan pula yang menjamin kebebasan dan kemerdekaan kita lahir dan batin. Bahkan sebagai manusia yang dipenjara kita tetap bisa menjadi orang yang merdeka lahir dan batin selama kita tetap teguh berpegang pada Allah sang Pencipta.
Kemerdekaan harus diperjuangkan. Bahkan di dalam keluarga terkadang kita tidak merdeka. Entah sebagai anak, entah sebagai orang tua. Sebagai anak terkadang saya merasa terbelenggu oleh peraturan dan ketakutan orang tua saya terhadap saya sebagai anak perempuan satu-satunya. Sebagai orang tua terkadang saya merasa terbelenggu dengan kewajiban saya menjadi ibu yang baik bagi anak-anak saya, banyak kegiatan yang ingin saya jalani harus saya kesampingkan untuk memberi prioritas waktu bagi keluarga. Masih banyak belenggu lain yang bisa kita cari dari kehidupan berkeluarga. Mungkin bagi yang lajang belenggu itu akan berujud lain, entah kurangnya kepercayaan diri, atau hal-hal lainnya.
Bagi saya masalah rekan-rekan entah dari Papua, Ambon, ataupun Aceh (sama seperti dahulu saya memandang masalah Timor Timur) adalah masalah perjuangan untuk memerdekakan diri dari ketertinggalan. Berjuang di dalam NKRI dengan kesatuan tekad dan kebersamaan di bawah lindungan Allah pasti akan berbuah lebat. Pada intinya perjuangan itu sama, tapi dengan bersama-sama dan bersatu kita lebih kuat.
Timor Timur sudah merdeka dan berdiri sendiri, tapi perjuangan mereka masih panjang. Sanggupkah mereka melangkah terus? Sementara ini saya mendengar bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam daftar negara gagal. Daftar apa pula ini? Kita hanya bisa mendoakan mereka. Setidaknya sebagai tetangga terdekat Indonesia sangat bekepentingan dengan kemajuan dan kemandirian Timor Timur, tapi disamping itu stigma sebagai penjajah juga melekat pada diri bangsa kita.
Meditasi saya hari ini lebih banyak bermain dengan logika. Mungkin saya butuh waktu yang lebih tenang dan lama untuk sungguh-sungguh mendengar suaraNya. Tapi yang saya peroleh adalah satu penguatan bahwa pemimpin harus punya komitmen kuat terhadap tugas yang diembannya, yakni memerdekakan bangsanya dari penderitaan, melindunginya dan yang terpenting melaksanakan semua komitmen ini dalam persetujuan Allah. Selama pemimpin berjalan menjauhi Allah dengan segala tindakan yang hanya memikirkan diri sendiri atau keluarga sendiri, atau golongannya, maka mereka tidak akan bisa menjalankan komitmen yang diembannya dengan dukungan Allah. Vox Populi Vox Dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Wahai pemimpin bangsa (termasuk yang duduk di kursi DPR, MPR, atau kursi empuk lainnya), dengarkan suara rakyat maka kalian akan mendengar suara Allah.
Allah Bapa yang Maha Baik, tolonglah para pemimpin bangsa Indonesia agar sungguh dapat bijaksana membimbing bangsa kami dari keterpurukan dan perpecahan. Berkatilah pemimpin kami agar senantiasa mengingat komitmennya kepada rakyat dan Allah Yang Maha Esa. Bimbinglah mereka agar mampu memimpin kami keluar dari belenggu kebodohan, kemiskinan, keserakahan, dan kesombongan diri. Terima kasih atas kasihMu Tuhan, kami percaya hanya dengan lindunganMu kami mampu sungguh-sungguh merdeka. Amin.
Subscribe to:
Posts (Atom)