Sunday, June 28, 2009

"Talita Kum"

Maut tidak dibuat oleh Allah, dan Ia pun tidak bergembira karena yang hidup musnah lenyap. Demikian pembuka Bacaan I misa hari ini diambil dari Kitab Kebijaksanaan (1:13-15; 2:23-24).

Karena setan maka maut masuk ke dunia. Kehadiran Yesus adalah untuk mengalahkan maut, menyelamatkan umat manusia dari cengkeraman abadi kematian. Dalam Injil Markus 5:21; 24; 35b-43, Yesus berkata kepada anak dari Yairus yang sudah meninggal: "Talita Kum", artinya: "Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!"

Setiap kali dosa mendekati kita maka jiwa kita akan semakin mendekati kematian yang abadi. Ketika karier terjerembab, ketika keuangan kacau balau, ketika masalah keluarga membukit, bahkan kematian anggota keluarga, semuanya terasa memberikan kematian kecil dalam diri kita. Tetapi kita tidak akan mati bila kita percaya. "Jangan takut, percaya saja!" demikian kata Yesus kepada Yairus.

Inilah yang patut kita ingat setiap kali mendapati masalah berat yang seakan mematikan segala rasa dan keinginan hidup, "Jangan takut, percaya saja!"

"Talita Kum", Dia akan berseru membangunkan kita dan menyuruh kita berjalan. Dia meminta orang memberi anak yang baru bangun itu makan, Dia juga meminta orang untuk membantu kita yang dimintanya bangun. Pada posisi siapakah kita saat ini berada? Pada posisi Yairus dan istrinya? Pada posisi tetangga dan orang-orang yang berkerumun? Atau malahan pada posisi anak Yairus?

Yesus hanya bisa memberikan mukjizatnya bila yang meminta sungguh percaya. Tuhan tidak akan bekerja sendirian, Ia selalu meminta manusia untuk bangun dan ikut bekerja. Yairus dan istrinya percaya dan mengikuti langkah Yesus, orang-orang yang tidak percaya diusirNya, anak Yairus bangun dan berjalan.

Usaha untuk bangkit dan meraih kembali kebahagiaan adalah usaha yang diinginkan Tuhan. Manusia berhak atas kebahagiaan, dan dengan percaya kepadaNya niscaya kedamaian akan menjadi sumber kebahagiaan bagi kita. Dengan percaya kepadaNya dan melangkah sesuai dengan kehendakNya maka kita akan dibebaskan dari kematian abadi. Manusia harus makan dan berjuang mengisi kembali kehidupannya, tetapi sabdaNya sudah membangkitkan...

Tuhan,
terima kasih karena mau meminta kami untuk bangun
terima kasih karena memberi kami kekuatan untuk bangun
terima kasih karena menguatkan rasa kepercayaan kami
jadilah pelita dalam hati kami dan sinari kami dalam keabadian cintaMu,
amin.

Saturday, June 20, 2009

19 Juni 2009 - 19 Juni 2010, Tahun Imam

Minggu lalu telah dibacakan Surat Gembala menghantar Tahun Imam sebagai ganti kothbah di gereja dalam lingkungan Keuskupan Agung Jakarta.

Tanggal 19 Juni adalah pesta Hati Yesus yang Mahakudus, yang telah ditetapkan menjadi Hari Doa sedunia untuk kesucian para imam. Di Roma diadakan Ibadat Sore Agung dipimpin oleh Paus Benedictus XVI sebagai acara pembukaan Tahun Imam yang bertepatan dengan 150 tahun wafatnya Santo Yohanes Maria Vianney, pelindung semua imam di dunia.

Sementara kita seringkali meminta para imam mendoakan kita, tentunya kita juga perlu banyak berdoa bagi para imam. Banyak kisah tentang imam yang meninggalkan panggilannya, atau yang tergelincir dan menistakan janji imamatnya. Tidak jarang umat menjadi enggan ke Gereja karena melihat permasalahan dari imam.

Seorang umat yang jeli dengan klipping majalah Hidup, masih mengingat edisi no 11 tahun ke-61 bertanggal 18 Maret 2007. Ketika itu gambar depannya adalah "Uskup Calonkan Diri Jadi Presiden". Uskup yang mbalelo terhadap hirarki itu adalah Fernando Lugo, yang kemudian berhasil menjadi Presiden Uruguay. Ketika itu sebagai pesan kepada orang Kristen yang merasa kecewa karena ia melepaskan jabatan Uskup untuk menjadi Presiden, Lugo mejawab: "Saya memahami kekecewaan itu. Tetapi ingatlah, Yesus juga mengadakan pilihan tindakan semasa hidupNya. Sebuah tindakan yang barangkali mengecewakan para pemimpin, tetapi tidak sama halnya dengan orang-orang sederhana. Saya tidak menjanjikan apa-apa. Tetapi, izinkanlah saya untuk melayani Tuhan dari sudut lain." Lebih lanjut ia menambahkan, " Saya menerima penolakan dari Gereja Katolik, karena hal itu benar dan sesuai hukum Gereja, bahwa tahbisan tidak bisa dihapus. Maka izinkanlah saya tetap menjadi uskup. Tetapi katedral saya bukan lagi sebuah Gereja Keuskupan. Kini seluruh negara adalah katedral saya." Judul artikel dimana wawancara ini terkutip adalah "Kebenaran Akan Meraja".

Kebenaran yang sebenarnya akhirnya terkuak, kini Hidup no 65, tahun ke-63, terbitan tanggal 21 Juni 2009 memuat "Terkuaknya Skandal Fernando Lugo". Keberadaan anak yang di luar pernikahan yang diakui Presiden Lugo adalah anak yang lahir setelah ia melepaskan jabatan Uskup pada tahun 2005. Bagi saya tidak penting mempersoalkan kebenaran isu skandal yang lain, tetapi yang penting adalah kewajiban umat untuk ikut menjaga panggilan Imamat.

Jatuhnya seseorang ke dalam kelemahan daging adalah masalah setiap manusia, bahkan juga masalah para Imam yang telah menerima panggilan khususNya.

Keinginan Lugo untuk menjadi presiden perlu dipertanyakan apakah semata untuk memperbaiki kehidupan masyarakat banyak karena tidak adanya sosok pemimpin kuat yang dapat dipercaya rakyat, atau sekedar memanjakan keinginan daging yang sangat kuat.

Proses discernment dalam setiap pengambilan keputusan dan tindakan dalam kehidupan ini merupakan perjuangan tanpa henti yang memerlukan banyak doa. Bukan sekedar doa pribadi, tetapi juga dukungan doa seluruh umat Gereja.

Ketika tulisan ini selesai tertulis, terbaca sebuah renungan harian dari Romo Indra Sanjaya PR (masih dari majalah Hidup no 25) berjudul "Kothbah di Bukit" (Mat7: 1-5) "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi" Renungan yang seharusnya untuk hari Senin besok ini mengingatkan betapa kita tidak bisa menghakimi orang lain. Penghakiman yang terbesar akan datang dari pengadilan Allah. Betapa kita perlu bertindak adil dan obyektif dalam memberikan penilaian atau penghakiman. Tulisan di atas bukan dari hasil meditasi, entah apakah tulisan di atas merupakan penghakiman atau ajakan untuk refleksi diri. Bagi saya saat ini tulisan di atas lebih merupakan sarana refleksi diri, refleksi kelemahan manusia, dan refleksi bagi Gereja...

Karena itu daripada menghakimi orang lain dan mencemari hati kita dengan pikiran dan perkataan yang sia-sia, lebih baik kita saling mendoakan agar tidak terjatuh ke dalam godaan setan yang senantiasa menggoda dengan kesenangan duniawi dan kemegahan diri yang semu.

Bapa yang Mahabaik,
Bimbing kami umatMu dalam mencari Jalan Kebenaran,
Berkati kami dengan rahmatMu,
Agar setia dalam pelayanan yang Kau minta dari kami,
Bapa, panggilanMu seringkali sulit terdengar,
Atau semangatnya seringkali mengecil bagai api yang tertiup angin.
Khusus bagi para imam, dampingilah mereka...
Dari sejak Engkau memanggil mereka untuk menggembala di dunia ini,
Hingga menjaga api kesetiaan mereka,
Ingatkan mereka akan domba-domba yang tercerai berai bila gembala lengah,
Dalam kegelapan, terangilah hati para gembala
Agar mampu menguatkan diri dalam tugas pelayanan mereka.
Amin.

Friday, June 12, 2009

Mengosongkan Diri

Sebenarnya keheningan dan waktu belum menjadi "hadiah" bagi saya. Tetapi memiliki blog rupanya menjadikan suatu panggilan sendiri untuk menuliskan sesuatu hal yang memenuhi hati dan pikiran.

Dari Injil Matius 10: 9-10, "Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu. Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut, atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapatkan upahnya."

Kutipan yang mendasari kaul kemiskinan para biarawan ini terngiang-ngiang di telinga saya beberapa hari ini.

Ketika mendengarnya dalam suatu acara wilayah beberapa hari lalu, entah mengapa yang terbersit justru sedikit di luar konteks. Yang terpikir oleh saya adalah alasan orang menunda ikut bergerak dalam bidang pewartaan. Belum cukup modal (pengetahuan maupun waktu) biasanya menjadi alasan mendasar. Tetapi tampaknya modal ini akan dicukupkan oleh Tuhan selama kita dengan rela dan sepenuh hati siap menjadi alat pewartaanNya.

Kemudian sebuah tulisan mengenai pengosongan diri membawa saya pada perenungan yang lain. Dalam mencari "discernment" seringkali kita terkacaukan oleh keinginan pribadi ataupun kebanggaan diri pribadi. Bagaimana mengosongkan diri dan membiarkan kehendak Tuhan semata yang bekerja melalui kita, adalah hal tersulit yang perlu dituju.

Satu doa yang senantiasa kupanjatkan melalui Santo Antonius dari Padua adalah keinginan untuk tidak kehilangan diriku sendiri (baca: jiwaku). Waktu dahulu pertama kali membaca Injil Matius di atas, terpikirkan bahwa lebih mudah bagi orang selibat untuk tidak memikirkan harta duniawi, tetapi perenungan lebih mendalam membawa saya pada kenyataan bahwa setiap orang memiliki jalan salib masing-masing. Apa yang terlihat mudah tidak selalu mudah dalam pelaksanaannya.

Santo Antonius dari Padua banyak membantuku ketika aku kehilangan barang-barangku, karena itu aku percaya ia juga akan mendoakan jiwaku agar tidak pernah kehilangan kesempatan untuk ikut berada di rumah Bapa.

Bapa yang maha pengasih,
Terima kasih atas santo santa yang telah membantu kami
memberi contoh dan mendoakan kami
memberikan kekuatan di kala kami berkecil hati.
Bantu kami ya Bapa,
dalam perjalanan kami supaya mampu memilih jalan yang Dikau kehendaki. Amin.

Santo Antonius,
dampingi dan doakanlah kami,
Amin.