Friday, July 31, 2009

Percaya dan Mintalah

Lama sekali kelompok doa meditasi kitab suci kami tidak bertemu. Kesibukan dan permasalahan masing-masing menjadi alasan, belum lagi ada juga teman-teman yang sudah pindah dan tidak bersama kami lagi.

Hari Jumat kemarin dalam pertemuan semua energi seakan memenuhi kekosongan yang sebelumnya sehingga berbagai hal segera saja muncul dalam benakku.

Bacaan kemarin adalah Matius 13: 33-38, Yesus ditolak di Nazaret.

Yang pertama mengusikku adalah kenangan masa kecil ketika aku ikut Sekolah Minggu dari Ikatan Keluarga Kristen Protestan dan Katolik. Waktu itu aku terusik karena disebutkan Yesus memiliki adik-adik dan aku tidak tahu nama-nama mereka. Sebagai anak kecil agak bingung mengetahui bahwa Yesus memiliki saudara sementara aku tahu bahwa Bunda Maria adalah Perawan Suci, dan Yesus dikandung dari Roh Kudus. Pastur paroki yang kutemui kemudian menerangkan bahwa nama saudara-saudara Yesus di dalam Kitab Injil itu bukan berarti adik-adik, tetapi merupakan saudara-saudaranya yang dikenal orang dari Nazaret. Artinya saudara dalam arti bukan dari keluarga inti. Kemudian dalam perjalanan hidup saya mengenal kitab-kitab Apokrif. Sebenarnya saya belum membaca kitab-kitab apokrif, tapi terkadang membaca resensi atau komentar atas kitab itu. Ada satu kisah yang mengisahkan bahwa Yusuf kemudian menikah lagi dengan wanita lain sehingga Yesus memiliki saudara-saudara. Saya jadi ingin tahu bagaimana sebenarnya Gereja Katolik memandang kata 'saudara-saudara' itu. Ternyata tidak berubah dari yang pernah diterangkan padaku di masa kecil dahulu, saudara-saudara Yesus tidak berarti saudara kandung dalam artian keluarga inti.

Hal lain yang terasa menggelitik adalah perbedaan antara Matius, Markus (Mrk 6: 1-6a), dan Lukas (Luk 4: 16- 30) dalam mengisahkan kembali kisah Yesus ditolak di Nazaret. Lukas berkisah paling detail, dan membaca Injil Lukas membuat saya bertanya dalam hati, "Bukankah meminta hasil pencapaian sebelum mengakui prestasi sesorang adalah sangat manusiawi?" Sedari kecil kita diajarkan untuk membuktikan diri, memberikan prestasi dahulu baru bisa dipercaya orang lain. Memang kasusnya akan berbeda untuk iman, tetapi ketika kita masuk dalam kisah Injil ini dimana Yesus merupakan salah satu dari bagian kehidupan harian mereka, tentunya wajar mendapatkan perlakuan sama. Yang menarik dari Injil Lukas, terasa Yesus justru memancing kemarahan orang-orang tersebut dengan menyebutkan contoh-contoh bagaimana nabi-nabi tidak melakukan mujizat di tempat asalnya.

Kekurang-percayaan berubah menjadi kemarahan. Hal ini berbeda dengan pengalaman Simon Petrus (Mat 14: 22-33) yang mencoba berjalan di atas air, ketika imannya goyah Yesus hanya memarahinya "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" lalu menolongnya. Tapi satu hal langsung terbersit jelas disana. Simon Petrus berteriak minta tolong kepada Yesus! Orang yang percaya akan datang meminta...

Mintalah maka akan diberikan!

Bapa kami yang ada di surga
Dimuliakanlah namaMu
Datanglah kerajaanMu
Di atas bumi seperti di dalam surga
Berilah kami rejeki pada hari ini
dan ampunilah kesalahan kami
seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami
Janganlah masukkan kami ke dalam percobaan
tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat, Amin.

Sunday, July 05, 2009

Masih Mencari Discernment

Mencari pilihan keputusan yang sesuai dengan kehendakNya masih juga terasa sulit. Sebuah pilihan yang muncul (bisa tiba-tiba, bisa sudah terprediksi) untuk diputuskan, dan serasa tidak memperoleh jawaban dari doa. Mencoba membuka Kitab Suci juga tidak terasa memberi jawaban yang membawa rasa damai, maka om gugel ikut dikaryakan. Kutemukan sebuah link yang menarik.

Dikatakan dalam sebuah tulisan di blog tersebut, tanda-tanda yang menguatkan adalah:
--- kesempatan bertemu dengan orang yang tepat
--- pemikiran atau keyakinan yang semakin berkembang;
--- sesuatu (kutipan) dari Kitab Suci yang teringat;
--- bagian dari percakapan yang teringat secara terus menerus;
--- sebuah kesempatan yang tiba-tiba datang,
--- semakin kuat kita ataupun orang sekitar kita menolaknya, semakin kuat ia "mencengkeram" kita.

Ada satu bagian lain yang menarik saya ketika membacanya, terutama karena pengalaman pribadi saya yang baru saja berlangsung. Di dalam blog tersebut dikatakan: "Mungkin terasa memalukan untuk mengakui bahwa kamu bukan orang yang dipilih Tuhan dan bukan kamu yang memiliki kekuasaan untuk bertindak. Tapi dalam kenyataannya, memang bukan kamu pemilik kekuasaan itu, itu adalah milik Tuhan, Tuhan yang mengerjakannya dan Ia bekerja melalui orang-orang selain dirimu ataupun kelompokmu."

Tulisan itu menyentakkan saya, karena sebelum membacanya saya baru saja tersadarkan akan arti meninggikan diri di hadapan Tuhan dan sesama. Ceritanya hari Minggu pagi itu lingkungan kami tugas koor lingkungan. Anggota koor lingkungan sangat sedikit sehingga saya merasa berkewajiban untuk hadir. Saat itu sedang liburan sekolah, saya dan anak-anak sedang menginap di rumah orang tua saya. Suami saya tetap di rumah, dan dia sudah berjanji akan menjemput saya, tetapi janjinya terus berubah...hingga akhirnya dia terkesan malas menjemput karena sudah malam. Merasa terikat kewajiban untuk menyumbangkan suara (walaupun sadar benar bahwa sebenarnya suara saya juga bukan suara yang indah) saya memaksakan suami untuk menjemput. Pulang ke rumah sudah hampir pukul sebelas malam, suasana rumah sangat berantakan sekali sehingga akhirnya saya membereskannya terlebih dahulu. Sebenarnya badan sudah letih apalagi saat itu saya sebenarnya sedang kurang sehat, tetapi saya paksakan karena keesokan harinya setelah misa saya akan kembali lagi ke rumah orang tua. Akhirnya pagi harinya saya terlambat bangun...Dalam kondisi terburu-buru saya tetap memaksakan pergi. Mungkin baru lima atau sepuluh menit lewat dari pukul enam pagi ketika saya tiba di gereja, tetapi tentu saja saya malu untuk maju ke tempat koor di bagian depan gereja. Dari tempat duduk umat saya mendengarkan koor lingkungan kami. Ada beberapa bala bantuan tambahan dari lingkungan tetangga, tetapi tetap saja jumlah personilnya tidak banyak. Tapi, dari bangku umat terasa enak saja didengar. Tidak sempurna, tapi tidak memalukan juga. Ketika itu saya merasa tersentil, rasanya tanpa kehadiran saya juga koor lingkungan terus berjalan sesuai dengan tugasnya. Tuhan sudah mengatur semuanya.

Saya memaksakan diri untuk memuliakan namaNya, tetapi tidak memikirkan diri sendiri dan kehendak suami. Dia terasa menegur. Memang terkadang tugas pelayanan terasa sebagai beban. Tidak banyak pekerja yang mau ikut serta memberikan pelayanan. Tapi Dia seakan menegur saya untuk tidak terlalu merasa menjadi "orang penting" yang sangat dibutuhkan Tuhan. Bukan saya yang memilihNya, dan bukan saya yang membantu pelayananNya melainkan Ia yang memilihku dan menguatkanku dalam pelayanan untukNya.

Karena itu membaca tulisan di blog tersebut benar-benar menyentak kesadaranku. Dari link di atas, ada beberapa pertanyaan untuk membantu memperoleh discernment, pertanyaan ini harus dijawab dengan jujur untuk memperoleh jawaban yang benar-benar murni.

(1) Pernahkah anda mengalami perasaan mengira anda sedang dituntun oleh Tuhan untuk melakukan sesuatu, dan akhirnya ternyata tidak demikian adanya? Apa akibatnya? Kalau melihat kembali kepada kejadian itu, hal apa yang seharusnya memberikanmu peringatan sebelumnya?

(2) Dalam hal-hal apa saja kau mencari petunjuk dari Tuhan? Apabila ada hal yang mengejutkan pada akhirnya, apakah itu?

(3) Pernahkah kau menggunakan kata sakti "Kehendak Tuhan" sebagai topeng dari ide atau rencanamu pribadi? Apakah kau sedang melaksanakan hal yang sama sekarang? Apa yang mengarahkanmu melakukannya? (Tolong, jangan berkata atau berpikir bahwa orang lain juga melakukannya; itu hanya akan membuat permainan tuduh menuduh. Bicaralah untuk dirimu sendiri).

(4) Baca 1 Tesalonika 5:19-21; "Janganlah padamkan Roh." dan "Ujilah segala sesuatu".

* Bagaimana semuanya berjalan beriringan?
* Apakah terlihat seakan satu dengan yang lain saling bertentangan?
* Pernahkah terlibat dalam sebuah aktivitas kerohanian dimana seseorang terbiasa menilai orang lain tidak bekerja? Bagaimana? Kenapa? Apakah kamu mengambil tindakan untuk mengatasinya?

(5) Catatlah orang-orang yang paling mungkin kau datangi ketika kau akan membuat keputusan yang sulit. Hal apa dari mereka ini yang membuatmu ingin datang kepada mereka?

(6) Untuk umat Gereja dan anggota lingkungan: bagaimana umat dalam lingkungan/Gereja saling menggunakan sebagai cara untuk memperoleh discernment?

(7) Untuk kelompok: cobalah menggunakan role play. Cari masalah yang mungkin menarik perhatian anggota kelompok, dan bertindaklah sebagai orang yang akan mengambil keputusan. Buatlah dirimu mengambil keputusan melalui proses discernment (kalau kau melakukannya dengan benar maka membutuhkan beberapa kali pertemuan untuk mengambil keputusan itu.) Teruslah mencari jalan keluar sampai tercapai sebuah konsensus, atau tercipta jalan keluar yang memberikan rasa damai.

Begitulah kira-kira panduan yang bisa digunakan untuk mencari discernment.

Ya Allah,
kehendakMu seringkali terluput dari asaku
Dan jalanMu seringkali memutar melingkar jalan yang kulirik
Tetapi kurela menjalaninya bila itu kehendakMu,
Hanya terkadang aku tidak jua mampu mencerna kehendak siapakah itu...
KehendakMu? Kehendak ragaku?
Bimbing daku ya Bapa...
Ke dalam tuntunanMu aku berserah...
Terima kasih Bapa.
Amin

Friday, July 03, 2009

Misa Anak

Biarkanlah anak-anak itu datang kepadaKu, dan janganlah menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya kerajaan Allah. (Luk 18: 16)

Selain Bina Iman Anak, maka anak bisa diajak datang kepadaNya melalui misa anak. Komisi Liturgi KWI mempunyai sebuah blog khusus untuk Seksi Liturgi Anak, yang bisa dilihat disini.

Benih yang ditanamkan pada tanah yang subur akan berbuah banyak dan kuat akarnya. Semoga anak-anak bisa lebih mengenali ajakanNya dan bisa datang kepadaNya dengan penuh sukacita.