Saturday, November 28, 2009

Adven

Renungan Minggu Adven I - Tahun C - 29 November 2009

Yer 33,14-16; 1 Tes 3,12-4,2; Luk 21,25-28. 34-36

Oleh: Rm. Victor Bani, SVD

Hari ini Gereja Katolik mulai memasuki masa Adven. Adven (Adventus) berasal dari kata bahasa Latin: ad yang berarti pada atau kepada dan venire yang berarti datang. Secara harafiah, Adven berarti: Datang Kepada. Allah datang kepada manusia, Tuhan mengunjungi umat-Nya.

Bagi banyak orang, Adven identik dengan ,Lilin Adven' yang dipasang pada Karangan / Lingkaran Adven. Bagaimana asal mula tradisi penyalaan Lilin Adven dan kapan itu dimulai, tidaklah diketahui dengan jelas. Namun ada beberapa bukti bahwa rakyat Jerman menggunakan daun-daunan dengan lilin yang dinyalakan selama bulan Desember yang dingin sebagai tanda harapan akan masa depan yang lebih hangat serta banyaknya sinar matahari pada musim semi.

Karangan Adven selalu berbentuk lingkaran. Karena lingkaran tidak mempunyai awal dan akhir, maka lingkaran melambangkan Tuhan yang abadi, tanpa awal dan akhir. Karangan Adven selalu (seharusnya) dibuat dari daun-daun evergreen. Dahan-dahan evergreen, sama seperti namanya "ever green" - senantiasa hijau, senantiasa hidup. Evergreen melambangkan Kristus yang mati namun hidup kembali untuk selamanya. Evergreen juga melambangkan keabadian jiwa kita. Kristus datang ke dunia untuk memberikan kehidupan yang tanpa akhir bagi kita.

Empat batang lilin diletakkan sekeliling Karangan Adven. Tiga lilin berwarna ungu dan yang lainnya berwarna merah muda. Lilin-lilin itu melambangkan keempat minggu dalam Masa Adven. Setiap hari, dalam bacaan Liturgi Perjanjian Lama dikisahkan tentang penantian bangsa Yahudi akan datangnya Sang Mesias. Sementara itu, dalam Perjanjian Baru mulai diperkenalkan tokoh-tokoh yang berperan dalam Kisah Natal. Pada awal Masa Adven, sebatang lilin dinyalakan. Kemudian setiap minggu berikutnya lilin lain mulai dinyalakan. Seiring dengan bertambah terangnya Karangan Adven karena bertambah banyaknya lilin yang dinyalakan, kita pun diingatkan bahwa kelahiran Sang Terang Dunia semakin dekat.

Warna-warni keempat lilin juga memiliki makna tersendiri. Lilin ungu sebagai lambang pertobatan. Warna ungu mengingatkan kita bahwa Adven adalah masa di mana kita mempersiapkan jiwa untuk menerima Kristus pada Hari Natal. Lilin merah muda dinyalakan pada Hari Minggu Adven III yang disebut Minggu "Gaudete". "Gaudete" berasal dari kata bahasa Latin yang berarti "sukacita", melambangkan adanya sukacita di tengah masa pertobatan karena sukacita Natal hampir tiba. Warna merah muda dibuat dengan mencampurkan warna ungu dengan putih. Artinya, seolah-olah sukacita yang kita alami pada Hari Natal (yang dilambangkan dengan warna putih) sudah tidak tertahankan lagi dalam masa pertobatan ini (ungu) dan sedikit meledak dalam Masa Adven. Pada Hari Natal, keempat lilin tersebut digantikan dengan lilin-lilin putih - yang menandakan bahwa masa persiapan kita telah usai dan kita masuk dalam sukacita yang besar.

Ketika kita mempersiapkan diri untuk memasuki masa Adven, terlebih lagi ketika kita mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Tuhan yang berpuncak pada hari Raya Natal nanti, ada beberapa hal yang perlu kita sadari dan patut direnungkan:

Yang pertama: Tuhan mengutus Putera-Nya yang Tunggal untuk datang ke dunia, hidup sebagai manusia biasa sama seperti kita, karena Dia sungguh-sungguh mencintai kita. Cinta Tuhan kepada kita sedemikian besar, sampai-sampai Dia rela menyerahkah Putera yang sangat dikasihi-Nya untuk menyelamatkan kita. Kita begitu berharga di mata Tuhan, kita begitu berarti bagi Dia, tidak peduli siapapun kita, apapun status kita, bagaimana tingkah laku dan hidup kita. Kita tetap berharga dihadapan-Nya. Karena Tuhan telah menghargai kita sebegitu tinggi, maka kitapun wajib untuk menghargai hidup yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita. Bukan saja hidup kita, tetapi juga hidup semua mereka yang berada di sekitar kita.

Yang kedua: Tuhan telah datang menawarkan keselamatan kepada kita, tawaran keselamatan yang dapat diterima dengan bebas. Dia tidak pernah memaksa kita untuk menerimanya. Semuanya tergantung pada hati nurani kita. Apakah kita mau menerimanya ataukah menolaknya, sekali lagi, semuanya tergantung pada diri kita sendiri.

Yang ketiga: Kedatangan Tuhan ini dipersiapkan oleh Yohanes pembaptis. Dialah suara yang berseru-seru di padang gurun, persiapkanlah jalan bagi Tuhan, luruskan jalan yang berkelok-kelok, yang bergelombang diratakan. Yohanes mengingatkan kita akan kedosaan kita. Tuhan yang Mahakudus hanya dapat diterima, bila hati kitapun kudus dan murni. Untuk itu, membersihkan hati dan pikiran kita dari segala dosa dan salah merupakan suatu tuntutan yang harus kita penuhi sebelum kita menerima Dia dalam hati kita.

Bila hati dan pikiran kita telah bersih dari segala dosa dan kesalahan, Tuhan boleh datang kapan saja, kita siap untuk menyambut kedatangan-Nya.

Selamat memasuki masa Adven!

(diperoleh lewat milis lingkungan St. Ignatius BSD)

Thursday, November 12, 2009

Berkat Malaikat Pelindung (4)

Berkat malaikat pelindung yang sangat terasakan bagiku memang baru tiga kisah yang sudah kukisahkan sebelum ini (Berkat Malaikat Pelindung 1-3). Mengapa tidak saya tamatkan? Karena saya saya yakin berkat itu masih berjalan terus, bagi saya dan bagi anda sekalian. Tahukah anda bahwa anda juga merupakan malaikat pelindung saya?

Di bawah ini ada kisah yang saya ambil dan terjemahkan dari kiriman seorang teman di sebuah milis. Mungkin anda pernah merasakan kebutuhan yang amat sangat untuk mendoakan seseorang, dan dalam hati berkata, “Baiklah, akan saya doakan nanti.” Atau, pernahkah seseorang menelponmu dan memintamu mendoakan dirinya? Kisah di bawah ini mungkin akan membuatmu termenung dan memikirkan betapa pentingnya arti sebuah doa dan cara mendoakannya.

Seorang misionaris menceritakan kisah nyata dari kehidupannya ketika mengunjungi umat di gereja asalnya di Michigan. “Ketika melayani sebuah rumah sakit kecil di Afrika, setiap dua minggu saya pergi dengan sepeda ke kota terdekat untuk mencari keperluan rutin kami. Perjalanan itu memakan waktu dua hari dan membutuhkan berkemah/menginap di tengah perjalanan.

Dalam salah satu perjalanan saya, saya tiba di sebuah kota di mana saya berencana mengambil uang dari bank, membeli obat-obatan dan peralatan lainnya, lalu kembali menempuh perjalanan selama dua hari untuk kembali ke rumah sakit tempatku bekerja. Ketika tiba di kota itu, saya melihat dua orang yang berkelahi, salah satunya terlihat luka parah. Saya mengobatinya dan pada saat yang bersamaan bercerita padanya tentang Tuhan. Lalu saya kembali ke rumah sakit kecilku setelah melalui perjalanan selama dua hari yang diselingi berkemah semalam. Saya tiba di rumah tanpa ada kejadian yang istimewa di jalan.

Dua minggu kemudian saya kembali melakukan perjalanan yang sama. Ketika sampai di kota, saya ditemui oleh lelaki muda yang pernah saya obati ketika saya terakhir mampir di sana. Dia mengatakan bahwa dia tahu bahwa saya membawa uang dan obat-obatan. Dia lalu bercerita, “Beberapa orang teman mengikuti saya membuntutimu ke dalam hutan. Kami tahu bahwa kamu pasti harus menginap semalam di tengah hutan. Kami berencana membunuhmu dan mengambil uang serta obat-obatan yang kau bawa. Tapi, ketika kami bergerak ke arah tendamu, kami melihat bahwa engkau dikelilingi oleh 26 orang yang bersenjata.” Mendengar kisahnya ini, saya tertawa dan berkata bahwa saya sebenarnya memang sendirian saja malam itu di tengah hutan. Tetapi anak muda itu tetap berkeras dan berkata, “Tidak tuan, bukan hanya saya sendirian yang melihat para penjaga itu, teman-temanku juga melihat mereka, dan kami menghitung jumlah mereka. Karena kehadiran mereka maka kami merasa takut dan tidak jadi merampok dan membunuhmu.”

Mendengar kisah itu, seorang di antara lelaki yang mendengar kothbahku itu terlompat berdiri dan memotong kisahku. Ia meminta agar aku memberitahukan tanggal kejadian dan waktu peristiwa itu terjadi. Ketika mendengar tanggal dan waktu kejadian, lelaki itu menceritakan cerita di bawah ini.

“Pada malam itu, malam ketika sesuatu hampir saja terjadi atas dirimu di Afrika, di sini adalah pagi hari, dan saya sedang bersiap-siap ingin pergi main golf. Saya baru akan mulai bermain ketika tiba-tiba terasa kebutuhan yang sangat mendesak untuk berdoa bagimu. Rasanya panggilan Tuhan begitu kuat. Saya lalu memanggil teman-teman dari Gereja ini untuk bertemu di gereja dan berdoa untukmu. Bisakah kalian yang hadir berdoa bersamaku hari itu berdiri?” Satu persatu lelaki yang siang itu hadir mendoakan sang misionaris berdiri. Sang misionaris sendiri tidak begitu memperhatikan siapa saja yang berdiri, karena dia terlalu sibuk menghitung jumlah orang yang berdiri. Ada 26 orang semuanya!

Kisah di atas memberikan contoh bagaimana Roh Kudus menggerakkan hati kita dalam caranya yang tidak terbayangkan. Jadi bila panggilan hati seperti itu tiba-tiba menyeruak, laksanakanlah! Tidak ada akan terluka dengan kehadiran sebuah doa, kecuali pintu neraka.

Dalam Lukas 11:13 ketika mengajarkan murid-muridNya untuk berdoa, Ia mengatakan, “…Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepadaNya.”

Yesus juga berdoa bagi murid-muridNya dalam Yoh: 17. “Peiharalah mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu,…”

Dan ketika dua atau tiga orang berkumpul dalam namaNya, maka Ia juga hadir bersama mereka.

Jadi, ketika hatimu memintamu mendoakan seseorang, atau memintamu untuk meminta bantuan doa, lakukanlah! Karena Ia telah memberikan Roh Kudus untuk membantumu menjadi malaikat pelindung bagi saudaramu, dan Ia pula yang memberikan Roh Kudus bagimu agar hatimu diselamatkan melalui doa saudara-saudaramu.

Ya Bapa,
Terima kasih atas Roh Kudus yang senantiasa melindungi kami,
Menjaga dan mendewasakan kami,
Atas saudara-saudara kami dalam Kristus yang senantiasa siap mendoakan kami,
Biarlah kasih dan terangMu menyinari dunia, melalui kami umatMu.
Biarkanlah kami juga boleh menjadi malaikat bagi sesama kami.
Amin.