Saturday, June 04, 2011

Membaca talentaNya

Pada pembukaan Novena Roh Kudus kemarin saya mendapatkan pencerahan tentang talenta. Kebetulan pagi harinya ketika mengikuti Meditasi Kristiani, saya juga mendengarkan renungan awal yang membicarakan asas salah tempat. Para rasul yang secara profesional adalah nelayan tampaknya menjadi orang yang salah bila ditempatkan dalam pelayanan yang membutuhkan kothbah dan pelayanan rohani. Tetapi Tuhan memilih mereka untuk menjalankan tugas itu. Apakah Ia salah pilih? Yudas Iskariot mengkhianatinya, Petrus menyangkalnya, Thomas meragukan kebangkitanNya. Apakah mereka bukan orang yang tepat dalam pekerjaanNya? Tetapi Gereja sudah berkembang menjadi sedemikian besar melalui tangan-tangan nelayan yang sama sekali tidak mengerti rincian Kitab dan aturan-aturan Taurat selain pengajaran yang mereka peroleh melalui Yesus.

Masalah mengenai talenta sebenarnya sudah pernah saya bagikan di tulisan yang lain ini, tapi kali ini saya terhenyak karena memperoleh pengertian baru lagi mengenai talenta dariNya. Ketika Romo memberikan homilinya, tiba-tiba terbersit dalam pikiranku betapa salah saya memandang talenta itu. Selama ini saya merasa memiliki lima talenta yang tidak kukembangkan, yang tersimpan karena ketakutan tidak mampu menggandakannya. Ternyata saya disadarkan bahwa Ia menagih satu talenta yang diberikanNya padaku pada beberapa bidang tertentu. Ia tidak menagihkan lima talenta yang diberikanNya karena sama seperti para rasul bisa jadi aku akan menjalaninya secara profesional. Tetapi Ia menagih satu talenta yang diberikanNya padaku, dan tidak terlihat olehku karena kupandang sebelah mata.

Selama mengenal jurnalisme warga, saya belajar mengenali begitu banyak orang dengan berbagai latar belakang. Saya juga belajar mengenai profesionalisme dalam pekerjaan. Perdebatan antara pekerjaan amatir atau profesional dalam jurnalisme warga membuat saya lebih memperhatikan arti kata profesional. Hal ini membuat saya lebih tersentuh atas karya-karya yang sungguh-sungguh dihasilkan secara profesional. Bukan dari profesionalisme yang setara dengan bayaran yang diterimanya, tetapi profesionalisme yang menonjolkan hasil yang terbaik dari diri sang profesional. Pekerjaan yang dikerjakan secara profesional terlihat dari hasil yang dibuahkannya. Pekerjaan yang dilaksanakan dengan hati sungguh-sungguh akan terlihat bedanya dengan pekerjaan yang dikerjakan hanya sekedar memenuhi kewajiban.

Pekerjaan menjadi ibu rumah tangga terkadang membuatku merasa tertahan di rumah dan tidak mampu mengembangkan talenta yang diberikanNya. Ketakutan akan ketidak-mampuan menjaga keseimbangan antara pekerjaan di luar rumah dengan pekerjaan di dalam rumah membuat saya merasa menelantarkan talenta-talentaNya. Tetapi malam itu tiba-tiba saya tersadar bahwa bisa jadi talenta yang ditagihNya justru adalah talenta yang tidak pernah kuanggap sebagai talenta. Dalam kelemahankulah kuasaNya menjadi sempurna (baca 2 Kor 12: 1-10). Sama seperti para nelayan yang pasti merasa tidak memiliki talenta untuk mengajar dan berkothbah, tetapi ditempatkanNya di dalam tugas itu, aku juga ditempatkan dalam tugas yang semula sama sekali tidak terlihat sebagai bagian dari pengembangan talentaku.

Apakah pengembangan lima talenta itu hanya akan berbuah kesombongan pribadi? Bisa jadi... Dalam kelemahanku aku baru bisa tersadar betapa aku membutuhkanNya dan membutuhkan sesamaku manusia.

Terima kasih Bapa,
Engkau memberiku pencerahan
Engkau mengajariku makna akan talenta yang Dikau tagihkan,
Bapa,
betapa besar cintaMu,
betapa besar sabarMu,
sehingga kesombonganku akan lima talenta itu tidak membuatMu marah
justru Engkau memberikan aku pelajaran akan makna satu talenta,
Satu talenta yang tidak dipandang manusia,
yang terkadang membuat manusia menggugat bijaksanaMu,
atau meragukan keadilanMu.
Tuhan,
ampuni kami umatMu.
Amin.