Sunday, December 04, 2011

Tuhan Senantiasa Menyertai Kita

Bacaan harian hari ini adalah Lukas 5:17-26, tetapi judul tulisan ini kuambil dari renungan harian yang ditulis Deddy Kusbiyanto untuk Cafe Rohani edisi Desember dimana dikatakan:
Sering kita lupa bahwa Tuhan selalu campur tangan dalam setiap peristiwa hidup kita sehari-hari. Tuhan senantiasa menyertai kita (bdk. Mat 28:20). Itu berarti, dalam segala keadaan hidup kita: suka, duka, untung, malang, sehat maupun sakit, Ia selalu menyertai kita. Kita merasa bahwa Tuhan tidak ada, manakala hati tertutup bagi kehadiranNya.

Renungan di atas sangat berharga karena baru beberapa hari yang lalu saya diberi kesempatan untuk merasakan betapa Ia ikut bekerja dalam pilihan-pilihan yang kubuat tanpa kusadari. Masa depan memang tidak terbaca oleh kita manusia, dan campur tanganNya yang tidak kita sadari terkadang memang membawa kita pada jalan yang kita pilih sekarang untuk kebaikan kita. Terkadang dalam jalan pilihan ini juga ada onak dan duri, tetapi justru kemampuan untuk melaluinya yang membuat kita lebih tangguh. Bila kita tidak melepaskan pandangan padaNya maka onak dan duri itu justru akan mendekatkan kita lebih dekat kepadaNya.

Renungan Injil hari ini (Lukas 5:17-26) mengenai orang lumpuh yang disembuhkan, membawa saya pada refleksi diri yang berbeda-beda. Di satu sisi saya bisa merasakan menjadi orang lumpuh yang sangat rindu bertemu dengan Yesus tapi tidak memiliki kemampuan untuk mendekatiNya. Beruntung bahwa ada teman-teman yang begitu setia dan begitu kreatif yang berhasil membawanya kepada Yesus. Orang-orang dalam kehidupan kita terkadang adalah orang-orang yang membawa kita lebih dekat kepada Yesus.

Di sisi berbeda, saya juga bisa merasakan menjadi teman-teman orang lumpuh yang diajak menjadi kreatif dalam mendekatkan orang lumpuh itu pada Yesus. Dalam memperkenalkan Tuhan kepada suami dan anak-anak memang terasa betapa perlunya menjadi lebih kreatif dan cerdik. Kecerdikan dan kreativitas itu hanya akan hadir bila kita juga tidak memalingkan wajah daripadaNya. Ia yang memberikan kekuatan, inspirasi, dan semangat untuk tidak menyerah dalam perjuangan mendekatiNya.

Menjadi orang Farisi dan Ahli Taurat yang terlalu sibuk dengan kebenaran dan pikiran mereka bisa jadi menjadi batu sandunganku yang terbesar. AnugerahNya bagiku adalah pikiran kritis yang senang bermain dengan analisa. Kekuatan adalah juga kelemahan bila tidak bisa dikuasai dengan nurani yang bening. Dunia yang semakin melaju ke dalam globalisasi dan tuntutan teknologi tinggi seringkali memudarkan kehadiranNya dalam pandangan yang tidak fokus padaNya (masih ingat kisah melihat wajah Kristus?)

Orang-orang yang mengerumuni Yesus dan kehilangan kepekaan untuk memberi jalan bagi orang-orang yang membawa orang lumpuh itu adalah kelemahan lain yang bisa menjebak kita untuk tidak merasakan hadirNya. Terlalu terfokus pada kebutuhan diri sendiri, walaupun itu untuk mendekatkan kita pada Yesus, terkadang bisa membuat kita melupakan untuk memberi pelayanan termudah bagi orang lain...memberi jalan bagi orang lain yang ingin bertemu denganNya juga.

Dua hal terakhir ini sebenarnya bersumber dari satu hal, kesombongan diri. Terkadang dengan melayani kita juga bisa terjatuh ke dalam kesombongan diri. Seperti ahli Taurat yang merasa paling pandai, atau orang-orang dalam kerumunan yang merasa paling pantas untuk dekat dengan Yesus. Belajar untuk rendah hati merupakan pembelajaran utama yang kita terima dari Yesus pada saat malam Kamis Putih menjelang perjamuan terakhir, dengan rendah hati Ia melayani murid-muridNya dengan membasuh kaki mereka.

Tuhan, terima kasih
Engkau memberi begitu banyak kasih
tanpa pernah kusadari
Engkau menyertaiku dalam setiap pilihan hidupku
tanpa pernah kulihat
Engkau membisikkan kata-kata penguatan
tanpa pernah kudengarkan
Kau tempa diriku
Kau bentuk kekuatanku
Semoga kesabaran dan kerendahan hatiMu
menjadi teladan yang memberiku kehidupan
dalam namaMu.
Amin.

No comments:

Post a Comment