Tuesday, March 27, 2012

Jesus Loves Me



Thursday, March 15, 2012

Anak Sulung yang Hilang

Kita sudah terbiasa mendengar kisah anak yang hilang. Tatkala membaca Injil Lukas 15:11-32 mengenai anak yang hilang, yang mencolek kali ini justru kisah si anak sulung. Ayat 29 memperdengarkan kisah si anak sulung "Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersuka cita dengan sahabat-sahabatku..."

Masa Prapaskah ini memang mengajak kita untuk bertobat, seperti anak bungsu yang hilang dan kembali pada Bapanya. Tetapi mungkin tidak terpikirkan dalam benak kita, betapa kita juga seringkali menjadi seperti si anak sulung. Seringkali kita berbuat baik untuk mendapatkan pahala dari Bapa di surga. Bagi saya sendiri keinginan untuk menyenangkanNya rupanya masih banyak berkaitan dengan hadiah pahala di surga ini. Itu yang terbersit ketika aku tiba-tiba menyadari posisi seperti anak sulung yang menuntut Bapa karena tidak memberikan hadiah bagiku yang setia menemaniNya. Padahal seberapa setiakah aku? Seberapa kenalkah aku pada kerahiman HatiNya? SukacitaNya karena anak yang hilang sudah kembali malahan meletupkan cemburu di hati karena orang lain terberkati untuk kembali kepadaNya.

Mengapa aku masih merindukan hadiah? Masih menginginkan diberi dan dilayani, padahal Bapa sudah mengatakan "Anakku, engkau selalu bersama-sama Aku, segala kepunyaanKu adalah kepunyaanmu." Betapa beruntungnya aku karena segala milikNya adalah milikku. Mengapa pula aku menjadi bagaikan hamba sahaya yang menuntut karena tidak mendapatkan hak?

Bapa yang mararahim.
ampunilah anakMu
yang masih menuntut padahal tidak pernah meminta
yang merusak kegembiraan surgawi dengan cemburu dan iri hati
yang menilai orang lain tanpa mampu merefleksikan kekurangan diri.
Tuhan, kasihanilah kami.
Amin.

Membersihkan Hati - Membersihkan Bait Allah

Bulan Februari lalu saya terlalu sibuk untuk menuangkan semua yang saya peroleh dari pertemuan meditasi ke dalam blog ini. Yang paling sering memang terjadi adalah pergumulan antara prioritas yang didahulukan. Kalau tulisan untuk blog ini tidak menjadi prioritas di bulan lalu, bukan karena hasil pertemuan kami tidak menginspirasi, hanya saja kondisi fisik dan kesibukan harian yang mendera tidak memberi waktu untuk berbagi di internet.

Bacaan Hari Minggu Prapaskah III adalah Injil Yohanes 2: 13-25, Yesus menyucikan Bait Allah. Sebagai pengantar dari suster kami mendapat panduan:
Yesus membersihkan bait Allah, rumah Bapa-Nya. Ia membersihkan bait Allah dari para pedagang . Yesus tergerak untuk membersihkan tempat ini setelah Ia melihat bahwa tempat ini tidak hanya dipakai sebagai tempat berjual-beli semata, melainkan juga sebagai tempat kolusi dan korupsi untuk mengeruk kekayaan dan mencari keuntungan pribadi, dan tidak hanya melibatkan awam tetapi juga pemimpin ibadat yg ada di sana. Tindakan tersebut tentunya mencemari dan mengotori bait Allah sebagai tempat suci Itulah alasan Yesus bertindak untuk
membersihkan bait Allah.

Injil hari ini mengingatkan kita dengan berbagai sikap, tindakan dan perbuatan yang tidak berkenan di hadapan Allah. Oleh karena itu dalam masa Prapaskah ini, Tuihan mengajak kita untuk melakukan pembersihan “bait Allah” ( hati kita juga bait Allah yang perlu dipelihara supaya bersih, nyaman untuk kediaman Tuhan dengan menjalini pertobatan secara sungguh-sungguh (cf. 1Kor.3: 16-17). Tuhan akan mempercayakan diri-Nya kepada kita dan tinggal dalam diri kita.
Melalui pertemuan Meditasi Kristiani yang berlangsung hari Jumat sebelumnya, saya sudah mendapatkan sentuhan melalui renungan dari Pater Gerry Pierse CSsR dalam buku Jalan Menuju Kehidupan 2. Ketika itu saya merasa diingatkan betapa hiruk pikuknya pedagang di pelataran Bait Allah yang ada di dalam hatiku. Keheningan yang diminta dalam Meditasi Kristiani memang membuat pikiran-pikiran yang berloncatan dalam benak saya bagaikan para pedagang yang riuh rendah menawarkan dagangan mereka dan mengganggu keheningan doa para pengunjung yang ingin berdoa. Demikian pula hati saya yang ingin hening di hadapanNya menjadi riuh rendah dengan segala permasalahan dan pikiran yang silih berganti datang menggoda. Itulah yang perlu kubersihkan agar dapat berdoa dengan benar.

Ketika itu seorang teman juga membersitkan tanya akan makna ayat 24 dan 25 "Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diri kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia." Bagi saya pribadi, kalimat ini terasa menyentil karena saya tiba-tiba menyadari bahwa Tuhan tidak perlu mempercayakan apa yang diketahuiNya maupun apa yang diinginkanNya kepadaku, karena hati degil manusiaku cenderung untuk melihat dan mengukur segala sesuatu dengan ukuran manusia. Ia memberikan semua pengalaman secara bertahap karena Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia. Ia mengetahui sampai di mana kesiapan manusia menjalani jalan yang akan dilaluinya.

Dalam pertemuan kami hari Senin ini, saya lebih tertarik pada ayat 18 ketika orang-orang Yahudi bertanya menantang Yesus; "Tanda apakah dapat Kau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?" Dalam kehidupanku seringkali aku juga meminta tanda dariNya. Sebagai orang yang peragu, aku senantiasa meminta tanda dariNya untuk melanjutkan langkahku. Baru tersadarkan betapa seringkali aku menantikan tanda besar seperti pembangunan kembali Bait Allah dalam tiga hari, padahal mungkin banyak tanda-tanda kecil yang sudah kulihat sebelumnya dan tidak kuperhitungkan. Bisa juga bahwa Tuhan tidak ingin memberikan tanda, agar aku menjadi dewasa. Dengan berani membuat pilihan dan menanggung resiko atas pilihan itu, aku menjadi lebih dewasa.

Seorang teman tertarik pada ayat 17 yang manyatakan "Cinta untuk rumahMu menghanguskan Aku." Saya pernah membaca bahwa peristiwa Yesus mengusir para pedagang dari Bait Allah ini merupakan tindakan yang paling tidak bisa ditolerir oleh para pemuka agama. Tindakan ini yang menyebabkan mereka benar-benar membenci Yesus dan menginginkan kematianNya. Terkadang ketika kita harus memilih jalan Tuhan, langkah itu terasa menghanguskan keberadaan kita sebagai manusia. Kalau memandang dari sudut pandang manusia maka kita hanya melihat kesengsaraan dan penderitaan. Ketika harus sendirian melawan arus, maka akan terasa betapa berat konsekuensi dari cinta kepada rumahNya. Tetapi di balik itu Tuhan senantiasa mengirimkan Roh KudusNya untuk menemani, menguatkan, dan memberikan penghiburan kepada kita.

Teman-teman juga merupakan malaikat-malaikat yang dikirimkanNya ke dalam kehidupan kita. Bila kita lebih peka kepada kehadiran tanganNya yang membantu akan sangat terasa betapa tidak ada yang kebetulan dalam setiap perjumpaan kita.

Tuhan Yesus,
terima kasih mau memperingatkan kami
untuk menjaga pelataran hati kami agar bersih dari dosa,
bersih dari segala gangguan yang menghalangi doa kami,
menghalangi pertemuan kami dengan Bapa...
Berkati kami dengan Roh KudusMu,
agar dimampukan berjalan di dalam jalanNya.
Amin.