Kemarin adalah hari Rabu Abu, hari pantang dan puasa pembuka masa Prapaskah selama 40 hari. Kebetulan kemarin juga adalah malam menjelang perayaan Imlek, tahun baru penanggalan Cina. Gereja memberikan dispensasi bagi umat yang merayakan pergantian tahun ini, sehinga boleh menggantikan hari puasanya dengan hari lain. Sebelum menikah saya tidak memiliki kebiasaan makan malam bersama keluarga di malam tahun baru Imlek. Setelah menikah barulah terikut dengan kebiasaan keluarga suami. Sehingga sebenarnya kebiasaan ini bukan sebuah tradisi yang mengakar di hati. Sebuah dilema agak terasakan…
Hari ini bacaan yang terbuka ketika saya membuka Kitab Suci adalah Kebijaksanaan Tuhan dalam ciptaanNya (Sirakh 33:7-18).
Sirakh 33: 7-9; Mengapa hari yang satu melebihi yang lain, walaupun sepanjang tahun cahaya datang dari matahari yang sama? Karena pikiran Tuhan diperbedakan, dan Dialah yang memperlainkan musim dan hari raya. Beberapa di antaranya ditinggikan serta disucikan olehNya, sedang yang lain-lain dijadikanNya hari biasa.
Sirakh 33: 10-11; Segala manusia berasal dari tanah liat, dan Adam diciptakan dari tanah. Namun demikian dalam kebijaksanaanNya yang besar Tuhan membedakan mereka dan menerapkan pelbagai jalan bagi mereka.
Kutipan pertama membicarakan tentang hari raya dan pergantian musim. Tahun Baru Imlek bukan perayaan dari agama, tapi perayaan pergantian musim. Dan pergantian tahun ini begitu beragam dalam kalender manusia. Ada penanggalan Islam, penanggalan Gregorian, penanggalan Jawa, dll. Bumi yang sama yang berputar mengelilingi matahari yang sama, dengan kehadiran bulan yang sama, membuat manusia memiliki begitu banyak penanggalan.
Kutipan kedua mengatakan adanya pelbagai jalan bagi manusia. Kalau bumi, matahari, dan bulan yang sama menghadirkan begitu banyak penanggalan, bukankah Tuhan itu juga hanya satu dengan pelbagai jalan yang diterapkan bagi manusia? Karena hati manusia yang degil, membuat Dia datang melalui berbagai jalan yang paling sesuai dengan hati umatNya?
Semakin hari semakin aku takjub pada kedalaman isi Kitab Suci. Isinya tidak menjadi basi melintasi zaman, melainkan semakin menunjukkan kearifan yang mendalam dalam menghadapi tantangan zaman.Terkadang saya mendengarkan juga siraman rohani bagi umatNya yang berada di jalan berbeda, semua juga terasa kental dengan kebijakan Ilahi. Hanya bagaimana manusia menjalankan isi ajaranNya yang bisa memberikan buah kebaikan.
Tuhan,
Engkau yang Esa yang menerangi hati manusia,
Terima kasih karena kasihMu,
Terima kasih untuk berkatMu,
Bantu kami berjalan di jalan kami masing-masing,
Asal tak hilang tujuan utama yang abadi,
KediamanMu di surga…
Amin.
No comments:
Post a Comment