Bacaan kelompok kami hari ini adalah dua bacaan renungan Pra Paskah: Matius 20:1-16 (Perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur) dan 1 Korintus 3: 1-9 (Perselisihan).
Hal yang paling menarik perhatianku adalah 1 Korintus 3: 5 “Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya.” Dan I Kor 3: 7 “Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan.”
Seperti orang upahan dalam perumpamaan di Matius 20 di atas, seringkali kita bersungut-sungut karena merasa tidak memperoleh upah (duniawi) yang pantas dibandingkan dengan perolehan orang lain. Seringkali kita merasa lebih dahulu hadir, lebih tua, lebih pantas menjadi sahabat Allah daripada orang lain. Bila Dia bermurah hati ingin membuka pintu rumahNya bagi semua orang, tidak pada tempatnya kita merasa iri hati.
Yang terpercik di benak saya ketika merenungkan 1 Korintus 3 adalah agama-agama berbeda di bumi ini yang di tanam secara berbeda dan disiram oleh orang-orang yang berbeda tapi tetap mengarah ke satu rumah, rumah Bapa yang memberi pertumbuhan itu.
Dalam sharing kelompok timbul beberapa hal lain yang sama menariknya. Seorang teman mengemukakan 1 Korintus 3: 1-3 yang membahas manusia duniawi yang masih belum dewasa dalam Kristus. Iri hati dan perselisihan menunjukkan kedegilan manusia duniawi.
Berbicara tentang kedewasaan rohani kami juga sedikit menyinggung perdebatan di seputar sampul depan majalah Tempo yang menampilkan lukisan The Last Supper dengan mengganti personil yang tergambar di dalamnya. Kemarahan yang berlebihan lebih merupakan ekspresi manusia duniawi yang tidak lagi mengedepankan cinta kasih sebagai landasan mendasar sikap hidup Kristiani. Beruntung bahwa ledakan emosi yang terjadi tidak mengarah ke anarkisme, karena terkadang mengobarkan kemarahan dengan cara pandang yang terlalu subyektif bisa menimbulkan emosi yang membabi buta. Terlepas dari beda pendapat yang ada, secara pribadi saya teringat pada kasus Arswendo dahulu. Hmm…beberapa hal memang terlalu sensitif bagi sebagian orang!
Tuhan Yang Maha Kasih,
Terima kasih atas segala kemurahan hatiMu,
Bantu daku mengelola semua siraman berkatMu,
Baik yang memberikan kemanisan duniawi,
Maupun yang menjadi kawah candradimuka untuk pembentukan manusia rohani yang berarti bagiMu.
Kekuatan dariMu adalah sumber kemenanganku dalam segala pergumulan.
Kasih karuniaMu menjadi penguat dalam membangkitkan daku kembali.
CintaMu adalah Nafas yang menghidupkanku.
Dalam namaMu aku berusaha bertekun untuk mencapai kesabaran dan kerendahan hati.
Amin.
No comments:
Post a Comment