Monday, September 22, 2008

MisteriNya

Terkadang penderitaan itu sulit ditebak.
Entah apakah ia selalu untuk menguatkan, atau untuk menguji...
Entah apakah kisahnya untuk disimpan sendiri, atau untuk dibagikan...
Tetapi rencana dan kuasaNya senantiasa menjadi misteri.

Dua orang yang kukenal terkena kanker,
Mereka berjuang melawan penyakitnya sambil terus berusaha tersenyum,
Rambut rontok terkena kemoterapi,
Kulit menghitam terkena racun obat...
Tetapi mereka terus memuji namaNya...
Semoga mereka kuat bertahan.

Kulihat nenekku yang terbaring lumpuh,
Sembilan puluh lima tahun.
Terkadang ingatannya bersembunyi di balik senyum,
Terkadang sakitnya terumbar lewat kemarahan.
Tapi tak jelas kapan waktunya tiba...
Usia tua dan kepasrahan keluarga menyertainya,
Tapi waktunya belum tiba...

Kulihat teman-teman dengan penyakit mereka,
Belum setengah abad usianya, mungkin yang seorang belum lagi empat puluh...
Dan anak terkecilnya masih lebih muda dari usia kembarku...
Akankah mereka kehilangan kehangatan sang ibu?
Aku menangis memikirkannya,
Entah apakah sang ibu sanggup berpasrah pada kehendakNya...

Terkadang penderitaan membuat kita mendesak Tuhan,
Mengapa harus begini?
Kurang apalagi pelayanan mereka Tuhan?
Mengapa cobaan berat ini Dikau berikan pada mereka Tuhan?
Tapi rencanaNya adalah kebesaranNya...
Ada kesembuhan yang menguatkan...
Ada kekekalan yang dijanjikan...
Ada kekuatan yang menemani langkah umatNya...
Kupercaya Kau menyayangi kami anak-anakMu Tuhan...

Sunday, September 21, 2008

Membaca Penderitaan

Umat Israel adalah umat yang sangat sering menderita, terutama ketika mereka diperbudak di Mesir, dibuang ke Babilonia dan dijajah bangsa-bangsa lain. Karena itu dapat dipahami bahwa Kitab Perjanjian Lama mengungkapkan berbagai ungkapan penderitaaan maupun renungan tentang asal usul penderitaaan manusia.

Secara garis besar penulis Kitab Perjanjian lama terutama memahami penderitaan sebagai hukuman Allah atas dosa dosa umat Israel sebagai individu maupun sebagai kelompok umat.
Kitab Kejadian 3, misalnya, mengatakan bahwa rasa sakit yang diderita setiap wanita waktu melahirkan anak dan susah payah setiap pria waktu mencari nafkah dilihat sebagai hukuman Allah
atas dosa Hawa dan Adam.

Pandangan itu terungkap juga dalam Kejadian 7 dan 11. Disana banjir besar dan kekacauan bahasa dilihat sebagai hukuman Allah atas dosa dosa seluruh umat manusia didunia saat itu.

Barulah pada abad abad menjelang kelahiran Yesus beberapa penulis kitab Perjanjian Lama mempunyai pandangan yang agak berbeda dari pandangan tradisional tersebut. Kitab Ayub mengungkapkan suatu pandangan baru bahwa penderitaaan juga dapat berasal dari prakarsa iblis yang ingin mencobai iman manusia, tetapi prakarsa iblis itu disetujui Allah.

Penulis Perjanjian Baru secara garis besar tetap mempertahankan pandangan tradisionil dari penulis Perjanjian Lama. Karena itu para penulis injil sinoptik beberapa kali menekankan, bahwa Yesus mengampuni dosa seseorang sebelum mereka disembuhkanNya. Sebab penyakit atau cacat dilihat sebagai hukuman Allah atas dosa sipenderita atau orang tuanya (bdk.Matius 9:1-8 ).

Penyaliban dan Kebangkitan Yesus tampaknya membuat pandangan para rasul tentang penderitaaan berubah.Mereka melihat, bahwa Yesus ternyata juga menderita walaupun Ia tidak berdosa. Mereka juga ingat akan Sabda Yesus bahwa mereka harus mau menderita agar mereka pantas menjadi pengikut Yesus.

Penderitaan demi kepentingan orang lain ternyata tidak sia sia, melainkan mendapat keselamatan dari Allah. Kesadaran baru itu tampak pada surat surat Paulus. Beberapa kali Paulus menegaskan bahwa ia senang menderita, karena dengan demikian ia "menggenapi penderitaaan Yesus". Kita bisa melihat misalnya dalam 1 Kor 12:26, Rm 12:15 dan 2 Kor 1:7. Kesadaran itu juga terungkap dalam Injil Matius 16:24 dan Lukas 14:27.

Kita mendapat keistimewaan diperbolehkan lebih mengerti dari pada generasi yang lalu tentang Kitab Suci. Berita yang sebenarnya dapat lebih jelas bagi kita sekarang. Kitab Suci tidak berubah tetapi kemampuan memahami yang berubah kendati masih ada tersisa misteri . . .

Kontributor: JM Kummala

Wednesday, September 17, 2008

Membaca Kebutaan

Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.
Murid-murid Yesus bertanya kepadaNya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” (Yoh. 9 : 1-2)

Kalimat seperti ini, walaupun dalam konteks yang berbeda sering kita jumpai dalam percakapan dan pergaulan kita sehari-hari, dimana ada kecenderungan untuk menghakimi terhadap sesama kita, dan khususnya yang dilakukan oleh para murid Yesus, hanya ada satu kata, yaitu: “Keterlaluan”. Mereka sudah tidak lagi berbicara secara kemanusiaan, berbicara tanpa memperhatikan nurani dari si buta, padahal si buta ada dekat mereka.

Orang buta tersebut pastilah sudah sangat menderita karena kebutaannya, tetapi malah di sekelilingnya para murid berdebat dengan suara yang keras dan mempermasalahkan dan mencurigai apakah kebutaan yang dideritanya adalah hasil dari perbuatan dosa yang dilakukan oleh orang tua si buta!!! Murid-murid lupa bahwa mereka sendiri adalah orang yang berdosa (bdk. Roma 3:23).

Kesombongan rohani inilah yang dimiliki oleh para murid saat itu, kalau orang buta yang mereka lihat adalah buta jasmani, tetapi mereka lebih parah lagi, yaitu mengalami kebutaan rohani.

Dalam keadaan seperti diatas, Yesus tidak mau terjebak dalam segala obrolan yang destruktif, Dia memilih untuk melakukan suatu tindakan yang nyata, yaitu: ”Menyembuhkan mata orang yang buta itu”, bukan itu saja, bahkan Yesus berujar: “ Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” (Yoh.9 : 3).

Si buta yang telah melek tentu sangat terkejut dan bersuka cita, karena pekerjaan Allah harus dinyatakan dalam atau melalui dirinya! Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, bahwa dirinya yang cacat, buta, mempunyai perasaan rendah diri, hampa tidak berguna, tak ada yang peduli, apalagi melibatkan dirinya dalam aktivitas, akan mengalami perubahan nasib. Tetapi...segalanya berubah setelah berjumpa Yesus Sang Terang Dunia. Yesus bukan hanya menyembuhkan dari kebutaannya, bahkan Dia juga melibatkan mantan si buta dalam pekerjaan Allah yang besar!

Nah…saudaraku, daripada kita mempergunjingkan dosa dan kesalahan orang lain, marilah kita melakukan pekerjaan di ladang Tuhan dengan kesungguhan hati, selama Ia masih berkenan

Salam hangat...

Phil Lea