Sunday, July 05, 2009

Masih Mencari Discernment

Mencari pilihan keputusan yang sesuai dengan kehendakNya masih juga terasa sulit. Sebuah pilihan yang muncul (bisa tiba-tiba, bisa sudah terprediksi) untuk diputuskan, dan serasa tidak memperoleh jawaban dari doa. Mencoba membuka Kitab Suci juga tidak terasa memberi jawaban yang membawa rasa damai, maka om gugel ikut dikaryakan. Kutemukan sebuah link yang menarik.

Dikatakan dalam sebuah tulisan di blog tersebut, tanda-tanda yang menguatkan adalah:
--- kesempatan bertemu dengan orang yang tepat
--- pemikiran atau keyakinan yang semakin berkembang;
--- sesuatu (kutipan) dari Kitab Suci yang teringat;
--- bagian dari percakapan yang teringat secara terus menerus;
--- sebuah kesempatan yang tiba-tiba datang,
--- semakin kuat kita ataupun orang sekitar kita menolaknya, semakin kuat ia "mencengkeram" kita.

Ada satu bagian lain yang menarik saya ketika membacanya, terutama karena pengalaman pribadi saya yang baru saja berlangsung. Di dalam blog tersebut dikatakan: "Mungkin terasa memalukan untuk mengakui bahwa kamu bukan orang yang dipilih Tuhan dan bukan kamu yang memiliki kekuasaan untuk bertindak. Tapi dalam kenyataannya, memang bukan kamu pemilik kekuasaan itu, itu adalah milik Tuhan, Tuhan yang mengerjakannya dan Ia bekerja melalui orang-orang selain dirimu ataupun kelompokmu."

Tulisan itu menyentakkan saya, karena sebelum membacanya saya baru saja tersadarkan akan arti meninggikan diri di hadapan Tuhan dan sesama. Ceritanya hari Minggu pagi itu lingkungan kami tugas koor lingkungan. Anggota koor lingkungan sangat sedikit sehingga saya merasa berkewajiban untuk hadir. Saat itu sedang liburan sekolah, saya dan anak-anak sedang menginap di rumah orang tua saya. Suami saya tetap di rumah, dan dia sudah berjanji akan menjemput saya, tetapi janjinya terus berubah...hingga akhirnya dia terkesan malas menjemput karena sudah malam. Merasa terikat kewajiban untuk menyumbangkan suara (walaupun sadar benar bahwa sebenarnya suara saya juga bukan suara yang indah) saya memaksakan suami untuk menjemput. Pulang ke rumah sudah hampir pukul sebelas malam, suasana rumah sangat berantakan sekali sehingga akhirnya saya membereskannya terlebih dahulu. Sebenarnya badan sudah letih apalagi saat itu saya sebenarnya sedang kurang sehat, tetapi saya paksakan karena keesokan harinya setelah misa saya akan kembali lagi ke rumah orang tua. Akhirnya pagi harinya saya terlambat bangun...Dalam kondisi terburu-buru saya tetap memaksakan pergi. Mungkin baru lima atau sepuluh menit lewat dari pukul enam pagi ketika saya tiba di gereja, tetapi tentu saja saya malu untuk maju ke tempat koor di bagian depan gereja. Dari tempat duduk umat saya mendengarkan koor lingkungan kami. Ada beberapa bala bantuan tambahan dari lingkungan tetangga, tetapi tetap saja jumlah personilnya tidak banyak. Tapi, dari bangku umat terasa enak saja didengar. Tidak sempurna, tapi tidak memalukan juga. Ketika itu saya merasa tersentil, rasanya tanpa kehadiran saya juga koor lingkungan terus berjalan sesuai dengan tugasnya. Tuhan sudah mengatur semuanya.

Saya memaksakan diri untuk memuliakan namaNya, tetapi tidak memikirkan diri sendiri dan kehendak suami. Dia terasa menegur. Memang terkadang tugas pelayanan terasa sebagai beban. Tidak banyak pekerja yang mau ikut serta memberikan pelayanan. Tapi Dia seakan menegur saya untuk tidak terlalu merasa menjadi "orang penting" yang sangat dibutuhkan Tuhan. Bukan saya yang memilihNya, dan bukan saya yang membantu pelayananNya melainkan Ia yang memilihku dan menguatkanku dalam pelayanan untukNya.

Karena itu membaca tulisan di blog tersebut benar-benar menyentak kesadaranku. Dari link di atas, ada beberapa pertanyaan untuk membantu memperoleh discernment, pertanyaan ini harus dijawab dengan jujur untuk memperoleh jawaban yang benar-benar murni.

(1) Pernahkah anda mengalami perasaan mengira anda sedang dituntun oleh Tuhan untuk melakukan sesuatu, dan akhirnya ternyata tidak demikian adanya? Apa akibatnya? Kalau melihat kembali kepada kejadian itu, hal apa yang seharusnya memberikanmu peringatan sebelumnya?

(2) Dalam hal-hal apa saja kau mencari petunjuk dari Tuhan? Apabila ada hal yang mengejutkan pada akhirnya, apakah itu?

(3) Pernahkah kau menggunakan kata sakti "Kehendak Tuhan" sebagai topeng dari ide atau rencanamu pribadi? Apakah kau sedang melaksanakan hal yang sama sekarang? Apa yang mengarahkanmu melakukannya? (Tolong, jangan berkata atau berpikir bahwa orang lain juga melakukannya; itu hanya akan membuat permainan tuduh menuduh. Bicaralah untuk dirimu sendiri).

(4) Baca 1 Tesalonika 5:19-21; "Janganlah padamkan Roh." dan "Ujilah segala sesuatu".

* Bagaimana semuanya berjalan beriringan?
* Apakah terlihat seakan satu dengan yang lain saling bertentangan?
* Pernahkah terlibat dalam sebuah aktivitas kerohanian dimana seseorang terbiasa menilai orang lain tidak bekerja? Bagaimana? Kenapa? Apakah kamu mengambil tindakan untuk mengatasinya?

(5) Catatlah orang-orang yang paling mungkin kau datangi ketika kau akan membuat keputusan yang sulit. Hal apa dari mereka ini yang membuatmu ingin datang kepada mereka?

(6) Untuk umat Gereja dan anggota lingkungan: bagaimana umat dalam lingkungan/Gereja saling menggunakan sebagai cara untuk memperoleh discernment?

(7) Untuk kelompok: cobalah menggunakan role play. Cari masalah yang mungkin menarik perhatian anggota kelompok, dan bertindaklah sebagai orang yang akan mengambil keputusan. Buatlah dirimu mengambil keputusan melalui proses discernment (kalau kau melakukannya dengan benar maka membutuhkan beberapa kali pertemuan untuk mengambil keputusan itu.) Teruslah mencari jalan keluar sampai tercapai sebuah konsensus, atau tercipta jalan keluar yang memberikan rasa damai.

Begitulah kira-kira panduan yang bisa digunakan untuk mencari discernment.

Ya Allah,
kehendakMu seringkali terluput dari asaku
Dan jalanMu seringkali memutar melingkar jalan yang kulirik
Tetapi kurela menjalaninya bila itu kehendakMu,
Hanya terkadang aku tidak jua mampu mencerna kehendak siapakah itu...
KehendakMu? Kehendak ragaku?
Bimbing daku ya Bapa...
Ke dalam tuntunanMu aku berserah...
Terima kasih Bapa.
Amin

2 comments:

  1. Mmmm... share aja ya. Jawaban no 1: kadang kita tidak melihat bahwa pelayanan untuk Tuhan itu paling utama adalah yang paling dekat dengan kita. Contohnya: kita tidak seharusnya ikut pergi ke rumah jompo kalau kita tidak pernah menemani nenek atau kakek yg ada di rumah. Jelmaan Yesus sungguh manusia ada di rumah sendiri. Thank you Kak Retty.

    ReplyDelete
  2. Memang Inge...Yerusalem ada di dalam rumah. Benahi dulu yang di dalam baru bisa keluar. Tapi terkadang kita juga perlu ingat apakah kita menjadikan yang di dalam itu sebagai alasan untuk tidak keluar? Terkadang keduanya bergerak bersamaan (pelayanan di luar rumah menjadi contoh untuk yang ada di dalam rumah, tentunya selama pelayanan di dalam juga beres...kalau nggak kan pasti menuai kritik).

    Justru timbangannya yang pas ini masih belum jelas buat aku, memang setiap orang punya takaran masing-masing, punya kuk masing-masing.

    ReplyDelete