Sunday, August 19, 2007

Keresahanku

Sebuah keresahan menggelayut benakku. Kemarin saya mengikuti sebuah misa peringatan 40 hari meninggalnya seorang tetangga. Pertama misa bisa diadakan di rumah pada hari Minggu. Baru saja tanggal 17 Agustus lalu kami diberitahu seorang romo bahwa tanggal 17 Agustus termasuk sama dengan hari besar Gereja/ hari Minggu sehingga dia tidak bersedia mengadakan misa kudus di rumah. Sebenarnya adakah peraturan yang baku?

Kemudian pada saat komuni, pihak keluarga yang non Katolik yaitu yang beragama Kristen ikut menyambut komuni. Saya sempat memberitahukan pada ketua lingkungan, tapi beliau tidak berbuat apa-apa. Kemudian beberapa anggota keluarga yang lain, yang saya tidak tahu persis Katolik atau Kristen (saya pikir tadinya Kristen) ikut menyambut komuni. Sikap mereka sopan dan hormat, dan juga berdoa setelah komuni. Tidak ada tanda-tanda pelecehan terhadap Sakramen MahaKudus. Tapi apakah benar sebagai awam saya boleh diam dan tidak menginformasikan hal ini kepada pastor? Apakah tidak menjadi masalah membiarkan mereka ikut berbagi sakramen dalam perayaan Ekaristi? Setahu saya hal ini tidak diperbolehkan gereja. Terkadang kita bisa menjadi orang aneh dan bersikap mencari gara-gara karena hal prinsip yang orang lain tidak tahu atau tidak mau tahu.

Tuhan,
Tolong bimbing hatiku agar senantiasa berani mengatakan kebenaran,
Agar tidak takut tersingkir dan terisolir karena kebenaran,
Agar mampu mengetahui kebenaran itu sendiri,
Hanya Engkau Yang Maha Benar sumber segala kearifan Ya Bapa,
Dampingilah dan kuatkanlah kami,
Amin.

Trust in Providence

I’ve been searching the news of Rev. Frans Madhu, SVD for quite a long time. May be I have misspell the name, or I’ve just not doing the search intensively in the google. Yesterday I found a blog revealing a personal view of the incident.

This morning I found in my meditation a wise word “There is no need to be afraid, little flock, for it has pleased your Father to give you the kingdom” (Luke 12:22)
Before, in Luke 12: 4-5 it is written “To you my friends I say: Do not be afraid of those who kill the body and after that can do no more. I will tell you whom to fear: fear him who, after he has killed, has the power to cast into hell. Yes, I tell you, he is the one to fear.”

It is not the fear of death that made me looking out for personal news on Rev. Frans Madhu, SVD. I was just curious about what is happening in a country known to us as a Catholic-majority country. I do know there is also regional problem on religion, but it was shocking news for us to hear a priest had to end his life without any explanation like that.

Dear God,
Thank you for giving our lives,
Thank you for protecting us,
Thank you for accompanying us in all the miseries,
Please let the Holy Spirit helps us and be our leading torch,
In working, in speaking, in writing, in arranging our heart…
Amen.

Friday, August 17, 2007

Renungan Hari Kemerdekaan

Bacaan misa hari Kemerdekaan RI ke 62 mengambil dari Kitab Sirakh 10:1-8. Pemerintah yang bijak mempertahankan ketertiban pada rakyatnya, dan pemerintahan orang arif adalah teratur (ayat 1). Pemerintahan beralih dari bangsa yang satu kepada bangsa yang lain akibat kelaliman, kekerasan, dan uang (ayat 8).

Kitab suci yang sudah berumur ribuan tahun memiliki kearifan yang sungguh mendalam dan tetap saja aktual. Pasti dalam kitab-kitab penuntun setiap agama memiliki kearifan yang sama. Hanya saja manusia yang terus menerus kalah dari nafsu pribadi dan egoismenya, tidak pandai menerapkan ajaran-ajaran baik yang sudah tertulis sejak ribuan tahun lalu ini.

Romo Donatus dalam kothbah singkatnya mengambil contoh filosofi di balik tradisi lomba panjat pinang. Dalam lomba ini kemenangan bukanlah semata-mata kemenangan pribadi. Kemenangan pribadi adalah kemenangan semu! Karena sesungguhnya pemenang lomba panjat pinang perlu mempergunakan akal dan bekerja sama agar salah satu dari mereka bisa mencapai tujuan yang tertinggi. Dari segi negatif tradisi ini menggambarkan bagaimana kemenangan diperoleh dari menginjak teman sendiri. Tapi segi positif selain kemungkinan adanya kerjasama antar peserta adalah kegigihan untuk mencapai tujuan. Betapa segala kesulitan dan sandungan tidak mematahkan semangat juang untuk memperoleh kemenangan akhir.

Dalam Mutiara Iman 2007, renungan hari kemerdekaan lebih menitik beratkan pada sikap jujur, berani, dan tulus terhadap sesama dan terhadap Tuhan.

Dari renungan pribadiku sendiri, ada satu ayat dari kitab Sirakh yang menarik yaitu ayat 6: Hendaklah engkau tidak pernah menaruh benci kepada sesamamu apapun juga kesalahannya, dan jangan berbuat apa-apa terpengaruh oleh nafsu. Betapa indah kalau hal ini juga bisa dilaksanakan dalam dunia politik. Pak Harto sebagai seorang bapak bangsa tidak bisa juga dinihilkan perjuangannya karena kesalahan yang diperbuatnya. Pemerintahan beralih karena kelaliman, kekerasan, dan uang. Betapa benar mahzab ini berbunyi. Yang sulit adalah memisahkan antara kepentingan memaafkan dengan pencegahan agar tidak terulang lagi. Tanpa proses peradilan yang jelas mungkin akan susah untuk memberi contoh kepada calon pemimpin baru agar tetap berjalan pada koridor yang benar. Tapi proses peradilan ini juga akan membuat kita membongkar borok besar bangsa Indonesia, karena semua berjalan dalam satu hirarki besar. Yang penting sebenarnya agar kemerdekaan saat ini tidak lagi disalah artikan sebagai kebebasan yang mutlak tak memiliki aturan main, atau hanya dipimpin oleh aturan kepentingan pribadi dan golongan.

Secara pribadi saya lebih suka menutup buku, membuka halaman baru. Biarlah Allah juga yang menjadi hakim atas kesalahan yang sudah berlalu. Sebagai awam terhadap masalah peradilan, sosial dan politik, saya tidak tahu yang mana kewajiban untuk kaisar, yang mana kewajiban untuk Allah (sedikit membalik kata dari Matius 22 ayat 21). Bila kita memberikan apa yang wajib kita berikan bagi kaisar, dan apa yang wajib bagi Allah, maka mungkin ada juga penghakiman yang wajib datang dari kaisar (pemerintah yang sedang berjalan) dan ada juga penghakiman yang wajib datang dari Allah.

Allah Bapa yang Maha Baik,
Terima kasih atas kemerdekaan yang telah diperoleh bangsa Indonesia,
Bantulah kami untuk menjaga dan mengisinya,
Masih banyak celah dan ketidak adilan yang terasa,
Beban hidup semakin hari terasa semakin berat,
Kejujuran semakin menjauh dan menjadi langka,
Keberanian untuk berjuang melawan kebathilan semakin meredup,
Yang timbul dipermukaan hanya keberanian semu yang berakar pada kepentingan pribadi,
Ketulusan menjadi semu dan tersamar,
Atau lagi-lagi tersandung pada kepentingan pribadi dan kelompok.
Allah sumber kekuatan dan keadilan,
Bantu kami untuk tegar dan senantiasa bangkit dan berjuang,
Dalam mempertahankan kemerdekaan dan keadilan bagi seluruh manusia,
Tidak lagi terjajah oleh batasan teritori dan ras kebangsaan,
Tapi sungguh memperjuangkan keadilan dalam cinta kasih yang Dikau ajarkan,
Semoga bangsa Indonesia tetap mampu bersatu dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan sejati,
Kemerdekaan yang berasal dari sang Maha Pencipta.
Amin.

Sunday, August 12, 2007

Renungan di Hari Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga

Bunda Maria adalah gambaran penderitaan seorang wanita. Hamil tanpa menikah merupakan aib besar bagi kaum wanita. Memang semakin banyak wanita sekarang yang tidak malu-malu menabrak norma ini, tapi Bunda Maria tidak pernah berjalan keluar garis kesantunan. Apa yang terjadi adalah buah ketaatannya ketika menjawab: “Terjadilah padaku menurut perkataanMu”.

Tatkala kita berjalan dalam jalur yang benar, seringkali kita meminta imbalan kepada Tuhan. Apabila hal yang menimpa kita justru adalah kesusahan dan aib, apakah kita cukup beriman untuk tetap memuji namaNya?

Maria kemudian menikah dengan Yosef, dan mereka harus pergi berkilometer jauhnya ke Bethlehem untuk mendaftarkan diri. Perjalanan yang sangat berat bagi seorang wanita yang sedang hamil tua, tapi dia dengan tabah menjalaninya. Ia menjalani peran yang harus ditanggungnya dengan sabar dan tawakal, termasuk ketika tidak ada sebuah rumahpun yang mau menampungnya tatkala saatnya untuk melahirkan sudah terasa. Maka lahirlah Yesus di sebuah kandang di Bethlehem.

Peringatan kepada Yosef melalui mimpi membuat ibu muda yang baru saja melahirkan anaknya ini harus mengungsi ke Mesir. Sekali lagi perjalanan yang melelahkan dan kehidupan baru di negeri asing harus dilaluinya.

Ketika Yesus berusia dua belas tahun, dia tinggal di Bait Allah. Maria dan Yosef mencariNya selama tiga hari sebelum menemukanNya di Bait Allah. Kecemasan seorang ibu yang kehilangan anaknya bisa terasa begitu menghunjam. Seringkali seorang ibu mempersalahkan dirinya sendiri yang lalai bila suatu musibah menimpa sang anak. Kecemasan yang menggunung ini biasanya terhapuskan oleh tangis sang anak yang juga mencari dirinya. Tapi yang Maria temukan adalah seorang anak yang sedang santai bercerita kepada kerumunan orang di Bait Allah. Yesus bahkan menjawab teguran yang diterimaNya: “Mengapa mencari saya? Tidak tahukah kalian bahwa saya harus berada di rumah Bapa?”

Kepercayaan Maria kepada Yesus sangat besar, maka ketika pemilik perjamuan di Kana kehabisan anggur dia mengandalkan Yesus putranya. Walaupun Yesus awalnya menolak, sekali ini Maria menggunakan haknya sebagai seorang ibu dengan berkata kepada para pelayan: “Lakukan apa yang Dia perintahkan kepadamu!”

Terkadang orang tua menyimpan cita-cita untuk anaknya, kepercayaan Maria akan kuasa anaknya seperti yang terlihat di pesta pernikahan di Kana sangat besar. Bisa terasa betapa pedih hati Maria ketika harus melihat penderitaan Yesus dalam proses penangkapan, peradilan dan jalan salibNya. Tidak ada kedukaan yang lebih dalam dari seorang wanita daripada saat melihat buah tubuhnya dihina dan disiksa tanpa mampu membela sang putra.

Kesedihan ini menjadi lengkap ketika setelah dengan kesulitan untuk menguburkan Putranya, ia harus menyaksikan tubuh Putranya hilang dari kuburNya. Tapi ketabahan dan kepercayaannya pada Allah telah membantu dia untuk sabar dan menanggung segala pertanyaan dan kesedihan di dalam hatinya. Kehilangan kali ini ternyata adalah untuk kemuliaan Yesus.

Dalam misa di gereja saya bertemu seorang pemuda yang sangat ramah kepada anak-anak saya. Ternyata dia akan masuk ke seminari di Cikanyere. Biara Karmel. Saya berdoa agar panggilannya terus dikuatkan. Pada zaman ini cukup sulit mencari bibit panggilan. Entah dari tiga anak lelaki saya apakah akan ada yang terpanggil ke ladangNya. Saya juga menyaksikan betapa banyak pastur yang tidak setia pada janji imamatnya, sebagian bahkan menanggalkan jubah. Saya tidak ingin menghakimi orang lain, karena setiap manusia memiliki keterbatasan dan masalahnya sendiri. Tapi saya ingin sedikit membandingkan panggilan ini dengan panggilan berumah tangga. Walaupun semakin banyak pasangan yang bercerai, sebenarnya sakramen perkawinan seharusnya hanya diberikan sekali seumur hidup. Artinya apapun pilihan yang sudah kita buat harus kita terima dan kita jalani dengan sepenuh hati. Penyesuaian diri pasti memiliki porsi yang besar. Proses menerima dan memaafkan kesalahan pasangan juga membutuhkan pengorbanan dan kekuatan iman. Bagi saya sakramen imamat seharusnya juga memiliki konsekuensi yang sama, untuk terus terikat pada pilihan hidup itu.

Allah Bapa yang Maha Baik,
Bunda Maria telah memberi teladan bagaimana menjadi ibu yang baik,
Kesabaran masih menjadi pelajaran yang amat sulit untuk diterapkan.
Bapa,
kepadaMu aku memohonkan kepekaan bagi anak-anak ini,
agar mampu mendengar suaraMu,
bagi para pemuda yang Kau panggil bekerja di ladangMu,
agar mampu bertahan dalam segala godaan dan tantangan yang mereka hadapi,
bagi kami keluarga-keluarga yang hadir di hadapanMu,
agar senantiasa dipenuhi damai dan kasih sejahteraMu.
Amin

Saturday, August 11, 2007

Tuhan Yang Diam

Seringkali Tuhan terasa sungguh sibuk dengan urusan lain. Tuhan diam dan membisu tak menjawab segala jeritan doa. Mungkin ini yang dirasakan perempuan Kanaan yang meminta pertolongan Yesus (Mat 15:21-28). Setelah membisu dan tidak menjawab permohonan perempuan ini, Yesus bahkan mengeluarkan pernyataan diskriminatif yang cukup menghina. Kebulatan tekad dan besarnya iman perempuan itu tidak tergoyahkan oleh ujian ini. Ujian yang dijalaninya berbuah pujian dari Tuhan atas besarnya iman yang dimilikinya.

Terkadang kesabaran, ketekunan, dan kesetiaan kepada Tuhan tergerus dengan kepanikan kita menghadapi suatu masalah. Seringkali kita tidak sabar menginginkan Tuhan bekerja untuk kita. Padahal bukan waktu kita yang digunakanNya. Seringkali kita melupakan bahwa Tuhan adalah Tuan di kebunNya dan kita adalah pekerjaNya. Kita memaksakan kehendak kita untuk terjadi pada saat yang kita rasa kita butuhkan.

Tetapi sering juga kita terlalu fokus pada hal yang kita inginkan sehingga melupakan berkat-berkat kecil yang hadir setiap saat. Berpasrah kepada kehendak Tuhan, tetapi tetap bertekun dalam doa merupakan hal yang diinginiNya dari para pekerja di kebunNya. Mintalah, maka akan diberikan!

Seorang teman mendapat kesempatan untuk bepergian ke luar negeri bersama suaminya, tetapi ia tidak merasakan kegembiraan karena situasi dan kondisinya yang sedang hamil tua membuat perjalanan itu merepotkan. Kemudian suaminya sekali lagi mendapatkan kesempatan untuk pergi ke luar negeri pada saat ia dijadwalkan akan melahirkan. Berkat yang juga menandakan keberhasilan pencapaian dalam pekerjaan sang suami menjadi beban bagi sang istri yang akan melahirkan. Bila ia hanya terfokus pada pikiran yang mendahulukan dirinya sendiri, maka berkat ini tidak lagi terasa sebagai berkat. Ungkapan iri yang saya lontarkan membuat sang istri kembali tersadar betapa Tuhan sebenarnya telah memberi lebih kepada mereka.

Bergaul dengan tetangga dan anggota komunitas bisa banyak membantu bila kita mau saling terbuka. Betapa sering kekecewaan terhadap suami menjadi beban berat dalam kehidupan sebagai istri. Tapi ternyata bila bergumul dengan keseharian anggota komunitas yang lain, baru terasa betapa setiap orang memiliki salib masing-masing. Kekurangan suami yang terasa berat menjadi ringan setelah mengetahui betapa banyak hal-hal kecil yang terlalaikan sebagai istri dan tidak pernah dituntutnya. Saling menyesuaikan dengan kepribadian dan tuntutan masing-masing dalam kehidupan berkeluarga sungguh menjadi suatu pekerjaan rumah yang membutuhkan kesabaran dan kesetiaan. Saling mengampuni dan saling mencintai dalam Tuhan akan menjadi perisai terhadap goncangan dan angin badai yang menerpa.

Tuhan Allah Bapa yang Maha Kasih,
Karena kasihMu kami senantiasa terpelihara dengan baik di dunia ini.
Terkadang kesabaran, ketekunanm dan kesetiaan kami menipis dalam menghadapi cobaan hidup.
Dengan bantuan Roh KudusMu, bantulah kami ya Tuhan.
Nyalakan pelita iman di dalam hati kami dan biarkan ia terus menuntun kami.
Agar senantiasa sabar, tekun dan setia kepada Allah pencipta yang senantiasa setia mendampingi kami.
Amin.