Thursday, March 20, 2008

Mengosongkan Diri Dan Melayani

Kamis Putih memiliki inti yang sangat mendalam. Betapa Tuhan Yesus Kristus mau merendahkan diri dengan melayani murid-muridNya. Ia mau membasuh kaki dua belas rasul-rasulNya, termasuk Yudas Iskariot yang jelas-jelas akan mengkhianatiNya.

Saya memasukkan tulisan Meidy dalam blog ini karena posisi duduk Yudas yang ditempatkan sebagai tamu kehormatan menggambarkan dilema terberat yang dialami Yudas. Di satu sisi dia memperoleh kebaikan dan kerahiman Yesus, kesempatan untuk berbalik dari rencana pengkhianatanNya. Dilain pihak bisa juga tempat kehormatan itu menjadikan dia semakin mantap merasakan bahwa itulah tugas yang diperolehnya agar Yesus dapat menyatakan kemuliaan diriNya.

Mata manusia tidak sama dalam melihat persoalan di dunia ini, dari Kitab Roma 12: 9-21 terdapat nasihat untuk hidup dalam kasih. Nasihat yang ada mungkin berbeda dengan yang menjadi nasihat duniawi.

Lihatlah ayat 14: Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!

Suatu tindakan yang di mata manusia mungkin tindakan pengecut, membiarkan diri ditekan dan ditindas. Tapi Tuhan ingin kasih yang disebarkan agar semakin banyak yang diselamatkan.

Ayat 17-18: Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung kepadamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!

Ayat 19: Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kau sendiri yang menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hakKU. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.

Ayat 21: Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!

Yesus memberikan pelayanan bagai seorang hamba. Pastur malam ini dalam homilinya mengatakan melayani pada dasarnya adalah mengosongkan diri, memberikan diri sepenuhnya kepada pelayanan. Yesus memberikan diriNya bagi pelayanan umatNya, tapi dia tidak kehilangan jati diriNya yang asli sebagai Putra Allah.

Pada malam setelah perjamuan terakhir ketika kebimbangan dan kesesakan mendera Yesus juga, dia kembali kepada BapaNya dalam doa. Ketika itu berlangsung, murid-murid tertidur. Terkadang kita tidak sanggup ikut berjaga-jaga bersamaNya.

Malam yang menyesakkan ini akan segera berlalu dan berganti dengan penderitaan panjang di dalam jalan salib Kristus.

Saya bersyukur pernah merasakan jalan salib seorang diri di Lourdes. Pada salah satu tempat tertulis "Naiklah dengan berlutut", dan saya menaikinya sendirian dengan berlutut. Orang-orang yang lewat seakan-akan melihat saya dengan pandangan mata aneh, anak-anak ada yang menunjuk-nunjuk. Mungkin hanya perasaan yang terlalu sensitif, merasa terlihat seperti orang gila di tengah hutan di Lourdes. Keinginan terbesar saat itu adalah berdiri dan pergi dari tempat itu. Tapi saya sudah berniat ingin menyelesaikan jalan salib itu walaupun dengan resiko paha dan lutut saya pegal bukan alang kepalang serta muka terasa setebal tembok. Untung kemudian ada juga yang bergabung di bawah saya sehingga muka tembok saya tidak lagi seberat awalnya.

Pengalaman ini sangat berharga bagi saya karena saya bisa merasakan siksaan dan penderitaan terberat yang dialami Yesus, Maria, dan para rasul. Bukan penderitaan fisik yang menjadi penderitaan utama, tapi penderitaan mental! Dan ketika Yesus seorang diri, Dia tidak tahu berapa banyak jiwa yang Dia menangkan, karena Allah memberikan juga kehendak bebas bagi manusia untuk memilih kebaikan atau kejahatan. Dia menjalani semua penderitaan dan penghinaan itu walaupun semua itu bukan kesalahanNya. Dan ironisnya semua itu terjadi karena pilihan orang Yahudi, bangsa yang dipilih Allah.

Mengosongkan diri, melepaskan cita-cita dan keinginan diri sendiri dalam pelayanan bukan berarti menghilangkan jati diri kita sebagai manusia. Dalam Dia kita akan berbuah dan menjadi banyak. Selama tiga hari suci ini kita akan menerima banyak sekali biar kita mau mendengar.

Yesus, Tuhanku...
Di dalam kemelut hati ini, aku tidak ingin menuntut hidup mulus tanpa gelombang.
Memanggul salib itulah tugasku sebagai pengikutMu, bukannya lari menghindar.
Namun Tuhan, saat-saat aku tidak mengerti jalanMu, tunjukkanlah jalanku ke arah rencanaMu.
Waktu kebingungan dan kekhawatiran melanda diriku, janganlah lepaskan tanganku.
Mampukan aku berdiri tegap melawan gelombang perasaanku yang tidak menentu seperti saat ini. Bantulah aku untuk bersabar, penuh kasih dan kerendahan hati. Jangan biarkan aku hanyut melawanMu, menyerah dalam arus percobaan.
Biarlah dekapan kasihMu menguatkan aku untuk berjuang. Menyadarkan aku bahwa aku tidak sendirian, tetapi Engkau tidak pernah lena dan tetap memangku, mendekapku dalam segala suasana yang gelap gulita dan membosankan ini.
Tuhan, biarlah aku semakin murni dalam genggaman kuasa dan kasihMu

(Doa Dalam Kesesakan, imprimatur: J. Harjoyo, Pr.)

No comments:

Post a Comment