Kesibukan lain seringkali membuat saya menunda komunikasi dengan Tuhan. Minggu lalu saya diingatkan bahwa semua ini kudapatkan dengan cuma-cuma. Tuhan tidak pernah meminta bayaran akan udara yang menghidupiku, air yang menyegarkanku, bahagia yang menyambangiku. Keinginan untuk segera menuliskan refleksi itu tertunda karena masih begitu banyak hal lain yang ingin kutuliskan.
Kemarin kembali saya diingatkan betapa besar kasihNya padaku...pada umat manusia. Dari Matius 10:28-31, saya mendengarkan sabdaNya "Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh dalam neraka. Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun daripadanya tidak akan jatuh ke bumi id luar kehendak Bapamu. Dan kamu, rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga daripada banyak burung pipit."
Kecemasan akan masa mendatang memang seringkali datang menerpa. Kecemasan itu tidak selalu untuk diriku pribadi, lebih kepada masa depan anak-anakku. Aku teringat pada sebuah kisah yang kubaca di masa kecilku. Seorang malaikat ragu-ragu ketika diperintahkan untuk mengambil nyawa seorang ibu karena anak-anak ibu itu masih kecil-kecil. Malaikat itu kemudian dihukum menjadi bisu dan melihat bagaimana anak-anak itu tetap bisa bertumbuh dengan baik. Setiap dia menyaksikan kebesaran Tuhan maka dia akan semakin bercahaya, sampai akhirnya hukumanannya selesai karena dia sudah kembali percaya sepenuhnya kepada kerahiman Tuhan. Mungkin aku tidak mengingat cerita itu dengan detail tapi kisah itu memang sangat banyak mengingatkan akan kebesaran dan kasihNya.
Surat gembala Mgr. Julius Kardinal Darmaatmadja, SJ. dalam rangka 25 tahun tahbisan uskup beliau juga menyinggung betapa kesulitan ekonomi akan mendatangkan kecemasan dan ketakutan. Saling membantu dan saling menguatkan akan sangat dibutuhkan agar kita semua kuat menghadapi kemungkinan resesi dunia secara global ini. Teringat kembali sabda yang terdengar minggu lalu, perintah untuk memberi tanpa meminta bayaran karena kita juga menerima semua yang kita miliki dengan cuma-cuma dari Tuhan.
Terkadang terasa sulit untuk pasrah sepenuhnya kepada Tuhan. Sifat manusiaku membuat aku sibuk berpikir jauh ke depan, mencemaskan hal-hal yang belum tentu terjadi, mencari jalan untuk melaksanakan hal belum tentu diinginkanNya terjadi...
Bunda Maria selalu memberikan teladan kepasrahan yang sempurna, yang menguatkanku di kala kecemasan melanda. Sama seperti ketika Bunda menenangkan para pegawai yang mengurusi anggur pada pesta perkawinan di Kana untuk percaya kepada perkataan Putranya.
Bunda Maria,
Bunda tercinta yang selalu diam menemaniku...
Yang menyediakan pangkuan untukku menangis...
Ketika ragu, cemas, bahkan kemarahan padaNya memenuhi sanubari,
Elusan tanganmu menyejukkan hati, menurunkan emosiku...
Mengingatkan kembali untuk menghitung berkat yang sudah kuterima,
Bunda, doakan kami semua putra putrimu...
Semoga melalui jalan yang dibukakan oleh Yesus Kristus...
Bisa berjalan menuju ke rumah Bapa yang abadi.
Amin.
Iya kak Retty. Kadang kalau segala sesuatu dipikir secara logika makin banyak hal yang tidak mungkin terjadi kalau kita tidak punya pengharapan besar kepada Allah, seperti sms temenku (Romo biarawan di Purbalingga) "Serahkanlah kekuatiranmu kepadaNya, sebab Dia yang memelihara kamu' (1 Ptr 5:7)
ReplyDeleteJanganlah kekuatiranmu lebih besar dari kepercayaanmu ;)
love n prayer,
Inge