Saturday, February 28, 2009

Berkat Malaikat Pelindung (2)

Sesungguhnya Aku mengutus seorang malaikat berjalan di depanmu, untuk melindungi engkau di jalan (Kel 23:20)

Kisah perlindugan di jalan dalam buku "Kesaksian Bertemu dengan Malaikat" langsung membuat saya teringat akan pengalaman saya ketika kuliah dahulu.

Tempat saya kuliah di Grogol, sementara rumah orang-tuaku di Kebayoran Baru. Ketika jembatan layang Grogol dikerjakan suasana sangat sumpek, jalanan kotor dan macet hampir sepanjang hari. Kalau awalnya saya lebih sering naik bis ke sekolah, justru ketika itu saya seringkali harus naik mobil karena membawa mesin gambar.

Suatu malam, hujan amat deras mengguyur kota. Temanku yang biasanya ikut bersama aku tidak ikut pulang, entah dia bersama pacarnya atau sudah pulang terlebih dahulu. Jalanan gelap, dan licin, dan aku dalam keadaan lelah harus menyetir sendirian di antara mobil, bis, dan truk. Mobil-mobil sudah memasang lampu dim sejak tadi. Tiba-tiba...braak..."ya amnpun mobilku kesenggol," batinku. Ternyata bukan sekedar tersenggol tapi tersenggol tepi bak truk yang mencoba menyalip. Yang tersenggol bagian depan, di bingkai kaca. Hanya cacat sedikit sebetulnya, tapi secara otomatis seluruh kaca depan retak rambut.

Hujan lebat di tengah jalan macet di Grogol dan ingin berhenti? Tidak masuk akal sehat, aku lebih takut pada orang jahat yang akan segera memanfaatkan kesendirianku.

Lampu dari mobil-mobil di hadapanku menyilaukan mata, terbias dalam serpihan kaca yang hancur total tapi, untungnya, tetap bertahan di tempatnya (beruntung "tempered"nya bagus). Hanya buat mataku yang tidak kuat silau sinar-sinar itu sangat menyakitkan mata. Memecahkan sebagian kaca tidak mungkin juga, karena hujan lebat masih deras mengguyurdan tentu saja saya tidak ingin keruntuhan serpihan kaca.

Menepi dan mencari telpon untuk menghubungi orang rumah juga tidak mungkin. Saat itu ayahku sedang bertugas keluar kota dan ibu menemaninya. Jadi saya tahu persis bahwa di rumah tidak akan ada orang yang bisa kumintai bantuan.

Jadilah dengan berdoa aku menyetir perlahan-lahan. Berdasarkan feeling jalanan, dan lampu rem dari mobil di depanku. Lepas dari kemacetan merupakan satu masalah lain lagi, karena jarak antara mobilku ke mobil di depanku tidak bisa lagi kuperkirakan, apalagi aku harus juga turun jembatan Semanggi dan masuk jalur lambat. Jalananku masih berkelok-kelok, tapi...akhirnya toh aku selamat tiba di rumah.

Saat itu hanya rasa terima kasih tak terhingga kepada Yang Kuasa yang ada di hatiku. Tapi kini ketika membaca kisah "Malaikat di Jalan Raya" di dalam buku ini, saya merasa bahwa memang malaikatNya yang menuntun mata batinku "melihat" jalanan hingga sampai ke rumah.

Terima kasih Tuhan,
Atas malaikat yang Kau kirimkan untuk menjaga dan melindungi kami
Dalam lindunganMu kuakan aman selalu,
Amin.

No comments:

Post a Comment