Friday, February 06, 2009

Permintaan anak perempuan Herodias

Bacaan kami hari ini adalah dari Injil Markus 6:16-28 mengenai Yohanes Pembaptis dibunuh. Banyak hal yang menarik yang muncul hari ini, tapi saya mencoba membagikan refleksi saya sebagai seorang Herodes.

Saya membayangkan diri saya sebagai Herodes, yang segan akan Yohanes karena ia tahu bahwa Yohanes adalah orang yang benar dan suci, jadi ia melindunginya dari kemarahan Herodias. Herodias dendam karena Yohanes pembaptis pernah menegur Herodes yang mengambil Herodias, istri Filipus saudaranya, menjadi istrinya. Herodes terombang ambing antara perasaan marah (malu dan benci) dengan perasaan senang mendengarkan ajaran-ajaran Yohanes pembaptis. lalu sekarang muncul seoranga bernama Yesus. Apakah Yesus itu Elia? Atau seorang nabi lain? Atau bahkan Yohanes pembaptis yang bangkit kembali?

Herodes memikirkan kemungkinan terakhir itu lebih benar. Dan dia, Herodes, adalah orang yang bertanggung jawab karena sudah memenggal kepala Yohanes pembaptis berdasarkan permintaan dari anak perempuan Herodias. Janji yang sudah terlanjur diucapkannya pantang ditariknya kembali, walaupun hal yang dilakukannya membuat hati kecilnya tidak merasa nyaman. Dia merasa kedudukannya sebagai raja mengharuskan dia menepati janjinya, walaupun untuk sebuah permintaan yang membuat sedih hatinya. Kesedihan yang sebenarnya justru murni dari nuraninya, karena tidak melibatkan ego dan kemarahannya terhadap kritikan Yohanes pembaptis.

Sebagai manusia seringkali kita juga dihadapkan kepada permintaan-permintaan dari luar diri kita. Menyenangkan hati orang lain tentu menyenangkan sekali, tapi setidaknya kita perlu mengingat apakah batin kita ikut juga tersenyum bersama keputusan itu? Mencari dan memahami kehendak Allah dan bukan kehendak ego manusia, ataupun keinginan daging kita yang paling sulit prakteknya.

Mungkin juga terkadang kita bertindak sebagai anak perempuan Herodias, yang meminta tanpa berpikir akan makna permintaan itu sendiri. Sebuah tindakan manusiawi yang lebih berdasarkan pemikiran dan perhitungan pribadi, tanpa melibatkan kehadiran Tuhan dalam keputusan itu. Melibatkan Tuhan berarti membiarkan nurani turut bicara.

Memberikan permintaan kepada orang lain, maupun menerima untuk melaksanakan sebuah permintaan tidak berarti meninggalkan unsur kebahagiaan pribadi. Kehendak Tuhan seringkali terletak jauh di lubuk hati terdalam kita, dan dapat menjadi sumber kebahagiaan kita. Hanya orang yang mengenal dirinya sendiri dan keinginan-keinginannya yang dapat berbahagia dalam jalan Tuhan.

Manusia berhak untuk berbahagia, Tuhan tidak menginginkan manusia untuk memilih jalan dimana hatinya akan menderita. Tapi, bagaimanapun, akhirnya manusia juga harus ikut berjuang untuk mewujudkan kebahagiaan itu dalam bimbingan Roh Kudus. Doa dan iman merupakan tiang dan tongkat penopang dalam perjalanan mencari kehendak Allah. Seringkali kita lengah, entah karena ego dan gengsi, atau justru karena merasa tidak perlu memiliki kehendak pribadi...

Menjalankan kehendak Allah adalah pilihan bebas manusia. Untuk mengetahui kehendakNya pun kita perlu belajar mengenali kehendak kita pribadi sebelum memilahnya dalam bingkai iman kepadaNya.

Tuhan,
Ajarilah kami membuat permintaan yang sesuai kehendakMu,
Ajarilah kami menerima permintaan yang sesuai dengan kehendakMu,
Berikanlah rahmatMu untuk berbahagia di dalam NamaMu,
Berkat untuk mengenali kehendakMu bagi kebahagiaan kami sebagai anak-anakMu.
Amin.

No comments:

Post a Comment