Bacaan yang kami baca hari itu adalah Injil Yohanes 20: 19-31, sayang sekali tulisan panjang lebar yang sudah saya ketik ternyata tidak tersimpan oleh komputer. Ada beberapa hal menarik yang saya ingat dari pengalaman meditasi Kitab Suci hari itu.
Pertama, mengapa Yesus masuk melalui pintu yang tertutup. Yang amat menarik bagi saya adalah sebuah renungan bahwa Yesus bisa masuk tanpa melalui pintu, tanpa mendapat undangan dari tuan rumah. Betapa sering kita ingin memaksakan kehadiranNya kepada orang lain, dalam kasus saya mungkin terutama kepada suami, tetapi ternyata Ia akan hadir ketika orang membutuhkanNya. KehadiranNya tidak terduga, dan tidak melalui jalan yang masuk logika manusia. Itu sebabnya saya terkejut ketika seorang teman yang tadinya cukup aktif dalam kegiatan agamanya ternyata pindah masuk Katolik. Ketika saya menanyakan alasannya, jawabannya sederhana, "Saya merasakan panggilanNya." Tidak terduga, tidak terpikir sebelumnya, dan tidak masuk dalam hitungan logika.....urusan hati memang biarlah urusanNya.
Dari pengalaman pribadi saya juga sama, ketika saya berseru-seru memohon kehadiranNya tidak juga terasakan hadirNya. Tetapi ketika saya terpuruk, tidak sanggup lagi menggunakan logika dan rancangan pribadi, tiba-tiba terasakan dengan kuat hadirNya. Ia hadir menemani pergumulanku. Ia hadir dalam kehadiran teman-teman dan saudara-saudaraku. Ia hadir tidak dalam kemegahan yang kurindukan, tapi Ia hadir dengan rasa damai yang menutupi segala kekhawatiran.
Hal kedua yang menarik perhatian adalah ketidak percayaan Thomas akan kehadiran Yesus yang dijawabNya dengan hadir kembali dan menunjukkan luka di tangan dan di lambungNya. Ketika Yesus menyuruh Thomas memasukkan jarinya ke dalam luka Yesus, ia tidak melaksanakannya melainkan langsung berseru memanggil "Tuhan". Betapa sering kita tidak mempercayai kehadiranNya dan tetap berlaku bodoh meminta bukti akan hadirNya. Thomas langsung tersadar dan bertobat. Adakah kita juga bertobat? Pada masa kini, zaman segala teknologi instan ini, kehadiran Tuhan seringkali menjadi tanda tanya lagi. Perbedaan antara teori penciptaan dengan teori evolusi membuat orang juga mempertanyakan kehadiran Tuhan. "Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya." Kita sungguh tidak pernah melihat Yesus secara langsung. Pengalaman bersama Yesus yang pernah dialami murid-muridNya juga tidak kita jalani. Kalau murid-murid biasanya mengenali Yesus ketika Ia memecah roti untuk dimakan bersama (seperti pada kisah perjalanan ke Emaus), maka pengalaman kita adalah perkenalan dengan Yesus melalui Gereja. Orang tua merupakan jembatan pertama yang mengantarkan kita masuk ke dalam Gereja. Tetapi tidak jarang kita memutuskan untuk memotong jembatan itu. Semuanya itu juga kembali ke dalam hati dan panggilanNya.
Yesus datang ke pada murid-murid yang ketakutan dan menyendiri. Betapa seringnya kita mengalami perasaan yang sama, kesendirian dan ketakutan, tetapi ingatkah kita kepadaNya? Murid-murid mengingatNya, dan Ia hadir. Ia kemudian juga menjanjikan penghibur dan penguat yakni Roh Kudus. Adakah kita membiarkan Roh Kudus menghibur dan menguatkan diri kita? Ataukah kita mencari kekuatan lain yang bisa dengan segera memberi kepastian dan jalan keluar, walaupun semu dan sementara sifatnya?
Keraguan Thomas adalah keraguan manusia. Thomas atau Didimus yang juga berarti kembar, bagai menunjukkan sifat kembar manusia yang percaya namun juga peragu.
Thomas kemudian menjadi murid yang paling jauh perjalanannya dalam menyebarkan kabar gembira. Kekuatan dari keraguan yang terjawab membantunya untuk tetap tegar dan berjuang ke tempat-tempat yang baru. Terkadang pergumulan dalam kehidupan ini bagaikan kehadiranNya di hadapan Thomas. Ketika terjatuh dan menatap mataNya yang letih terjatuh saat memanggul salib, merupakan jawaban akan hadirNya yang senantiasa hadir menemani perjalanan kehidupan.
Tuhan,
Engkau memberikan nafas kehidupan kepada kami,
Engkau juga yang mengambilnya kembali pada akhir waktu kami,
Tolong kuatkan kami,
Bantu kami belajar dari pengalaman Thomas,
untuk tetap percaya walaupun tidak melihat,
untuk tetap setia karena Engkau akan hadir di saat yang tepat.
Terima kasih Tuhan,
Amin.
Blog ini semula adalah blog meditasi pribadi, sejak Paskah 2008 saya buka untuk teman-teman yang ingin berpartisipasi. Sementara ini sesuai dengan namanya "Perjalanan menelusuri kata-kataNya" lebih mengarah ke pendalaman iman lewat meditasi kitab suci, tapi dengan masuknya kontributor lain terbuka kemungkinan bentuk posting yang berbeda.
Monday, May 09, 2011
Saturday, May 07, 2011
"Apa yang hendak kau perbuat, perbuatlah dengan segera."
Sengaja kutipan perkataan Yesus di atas kujadikan judul tulisan ini. Kutipan dari Injil Yohanes 13:27 sangat menarik perhatianku; Dan sesudah Yudas menerima roti itu, ia kerasukan Iblis. Maka Yesus berkata kepadanya: "Apa yang hendak kau perbuat, perbuatlah dengan segera."
Hal yang pertama, Yudas sudah menerima roti. Bagi kita sekarang ini, menerima rotiNya berarti menerima roti kehidupan, lambang tubuhNya yang dikorbankan bagi manusia. Ekaristi suci merupakan sumber kekuatan iman bagi kita. Tetapi Yudas justru kerasukan iblis setelah menerima roti. Hal yang kedua, Yesus meminta Yudas untuk segera melakukan apa yang hendak diperbuatnya. Bila dilihat dari keMahatahuan Tuhan, maka hati Yudas bukan lagi rahasia bagi Yesus. Tetapi bila mengingat pemenuhan kehendak Allah, yaitu pengorbanan Yesus di salib, maka perbuatan Yudas merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari. Ayat di atas memang selalu menarik hati saya karena sedikit banyak juga berhubungan dengan takdir (baca juga tulisan yang ini dan yang ini.)
Di luar kisah ayat di atas, saya maupun beberapa orang di sekitar saya yang saya perhatikan seringkali merasakan dorongan yang kuat dari hati untuk berbuat sesuatu. Terkadang kesibukan harian membuat kami menundanya. Contohnya Ibu saya, seringkali ia merasakan keinginan yang kuat untuk menjenguk temannya yang sudah lama sakit. Karena kesibukannya terkadang ia tidak dapat segera menengoknya. Ada beberapa kali terjadi temannya berpulang sebelum dia sempat menjenguk. Karena itu perkataan di atas menjadi menyentuhku dari sisi positifnya, "Apa yang hendak kau perbuat, perbuatlah dengan segera." Apa yang dikatakan oleh hati terkadang menjadi suatu tuntunan dari Tuhan. Bagaimana menjaga agar hati ini tetap bersih dan bebas dari kehendak pribadi yang bertentangan dengan kehendak Allah merupakan tantangan dalam kehidupan ini.
Terus terang dibandingkan dengan Meditasi Kristiani, maka Meditasi Kitab Suci Lectio Divina masih jauh lebih membantu kehidupan rohaniku. Bisa jadi hal ini karena aku belum mampu sungguh-sungguh masuk dalam keheningan itu, bisa juga karena aku belum mampu untuk disiplin dalam meditasi. Kerinduan akan Firman yang hidup masih menjadi sebuah panggilan yang memenuhi batinku saat ini. Semoga akan tiba saatnya aku mampu mengenali kehendakNya dan menjadikan hal itu sebagai bagian dari hal yang akan kulakukan.
Bapa,
terima kasih atas penyertaanMu selama ini,
semoga apa yang akan aku perbuat
adalah apa yang Dikau inginkan daku lakukan.
Semoga aku senantiasa bersegera melaksanakan kehendakMu,
dan tidak memberi waktu kepada iblis untuk memasuki hatiku.
Tuhan,
kasihanilah kami,
Tuhan,
datanglah,
kami menantimu.
Amin.
Hal yang pertama, Yudas sudah menerima roti. Bagi kita sekarang ini, menerima rotiNya berarti menerima roti kehidupan, lambang tubuhNya yang dikorbankan bagi manusia. Ekaristi suci merupakan sumber kekuatan iman bagi kita. Tetapi Yudas justru kerasukan iblis setelah menerima roti. Hal yang kedua, Yesus meminta Yudas untuk segera melakukan apa yang hendak diperbuatnya. Bila dilihat dari keMahatahuan Tuhan, maka hati Yudas bukan lagi rahasia bagi Yesus. Tetapi bila mengingat pemenuhan kehendak Allah, yaitu pengorbanan Yesus di salib, maka perbuatan Yudas merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari. Ayat di atas memang selalu menarik hati saya karena sedikit banyak juga berhubungan dengan takdir (baca juga tulisan yang ini dan yang ini.)
Di luar kisah ayat di atas, saya maupun beberapa orang di sekitar saya yang saya perhatikan seringkali merasakan dorongan yang kuat dari hati untuk berbuat sesuatu. Terkadang kesibukan harian membuat kami menundanya. Contohnya Ibu saya, seringkali ia merasakan keinginan yang kuat untuk menjenguk temannya yang sudah lama sakit. Karena kesibukannya terkadang ia tidak dapat segera menengoknya. Ada beberapa kali terjadi temannya berpulang sebelum dia sempat menjenguk. Karena itu perkataan di atas menjadi menyentuhku dari sisi positifnya, "Apa yang hendak kau perbuat, perbuatlah dengan segera." Apa yang dikatakan oleh hati terkadang menjadi suatu tuntunan dari Tuhan. Bagaimana menjaga agar hati ini tetap bersih dan bebas dari kehendak pribadi yang bertentangan dengan kehendak Allah merupakan tantangan dalam kehidupan ini.
Terus terang dibandingkan dengan Meditasi Kristiani, maka Meditasi Kitab Suci Lectio Divina masih jauh lebih membantu kehidupan rohaniku. Bisa jadi hal ini karena aku belum mampu sungguh-sungguh masuk dalam keheningan itu, bisa juga karena aku belum mampu untuk disiplin dalam meditasi. Kerinduan akan Firman yang hidup masih menjadi sebuah panggilan yang memenuhi batinku saat ini. Semoga akan tiba saatnya aku mampu mengenali kehendakNya dan menjadikan hal itu sebagai bagian dari hal yang akan kulakukan.
Bapa,
terima kasih atas penyertaanMu selama ini,
semoga apa yang akan aku perbuat
adalah apa yang Dikau inginkan daku lakukan.
Semoga aku senantiasa bersegera melaksanakan kehendakMu,
dan tidak memberi waktu kepada iblis untuk memasuki hatiku.
Tuhan,
kasihanilah kami,
Tuhan,
datanglah,
kami menantimu.
Amin.
Subscribe to:
Posts (Atom)