Wednesday, March 19, 2008

Renungan Menjelang Jumat Agung

sumbangan pemikiran dari Phil Lea (kontributor wikimu)

Dramatisasi dan Ironi yang tak pernah dimengerti dan diperdebatkan sepanjang jaman adalah

"Kesengsaraan Kristus"

Dari Injil kita belajar bahwa catatan Alkitab justru memperlambat, memerinci, dan bukannya mempercepat kisah-kisah Minggu sengsara.

Injil adalah riwayat minggu terakhir Yesus dibumi dengan pendahuluan yang semakin lama semakin panjang.

Injil memenuhi hampir sepertiga volumenya dengan minggu terakhir kehidupan Yesus yang terus memuncak.

Injil melihat kematian sebagai pusat misteri Kristus.

2 Injil mencatat kelahiran Kristus, 4 Injil memuat beberapa lembar tentang kebangkitanNya, tapi setiap penutur memberi catatan rinci tentang peristiwa-peristiwa menjelang kematian Kristus.

Bila kita membaca bagian-bagian ini, secara kita tenggelam dalam drama yang menegangkan , gaya bahasanya tidak berbunga-bunga, namun langsung pada tujuan sekaligus mencekam. Tidak ada mujizat, tidak ada penyelamatan Supranatural, yang ada adalah Bahala ( tragedi)

Bagaimana mungkin Anak Allah mati di planet bumi ?

Bagaimana mungkin Mesias, yang seharusnya menyelamatkan umatNya, malah tergantung di tiang salib ?

Bagaimana mungkin Allah dikalahkan ?
Alam sendiri terguncang melihat kejadian itu, tanah terbuka, batu-batu terbelah dan langit menjadi gelap.

Injil memberikan ironis yang kuat, bahwa Kristus sendirilah yang mengatur semua proses ini. Ia dengan mantap menghadapi Yerusalem, tahu akan nasib yang menantiNya disana. Salib memang menjadi tujuannya sejak awal, saat maut mendekat, Kristus mengendalikan semuanya.

Getsemani sebagai puncak kesepian yang tidak pernah dirasakan Yesus sebelumnya.
Seolah Getsemani menggambarkan kisah doa yang tak terjawab. Getsemani adalah sebuah pengalaman diabaikan Allah, dan ini adalah pengalaman baru buat Yesus.

Secara naluriah, kita manusia, ingin seseorang disamping kita pada malam menjelang pembedahan, dirumah jompo ketika kematian mendekat, pendek kata dalam setiap Krisis Besar, kita memerlukan sentuhan yang menenangkan dari keberadaan manusia. Pengucilan kesendirian adalah bentuk terburuk yang diciptakan spesies kita.

Yahudi, sebagai sebuah sistem keagamaan yang paling berpengalaman , berkonspirasi, berkolusi, melakukan permufakatan jahat dengan Romawi, dalam sebuah sistem hukum dan politik paling kuat saat itu. Yesus dibunuh Justru oleh orang-orang beragama, bukan oleh orang-orang Atheis.

Yesus mengalami ketidak adilan justru oleh sistem hukum yang canggih saat itu, bukan diluar hukum tetapi dalam bentuk pemaksaan hukum, walaupun kesalahannya tidak dapat dibuktikan secara hukum.

Yesus akhirnya tergantung nyaris telanjang dengan postur yang paling memalukan. Lemah, ditolak, terkutuk dan benar-benar kesepian.

Mengapa Allah menyembunyikan wajahNya pada saat yang paling kritis, seakan-akan dengan sukarela menyerahkan pada hukum alam yang buta, tuli dan tidak memiliki belas kasihan...( Fyodor Dostoevky )

Pengekangan diri terbesar yang dilakukan Allah sepanjang sejarah. Dia bisa saja membiarkan Hitler, Stalin melakukan kesewenang-wenangan, namun membiarkan anakNya yang tunggal mengalami perlakukan yang begitu brutal, dan berdiam diri saja, dimanakah Allah saat itu ?????

Dalam 7 kalimat yang Yesus ucapkan diatas kayu salib, pada umumnya mengutarakan tentang sesuatu yang lain, bukan tentang kesakitannya. Satu-satunya yang agak dekat dengan keluhan fisik adalah kalimat :"Aku haus", yang ironinya diucapkan oleh seorang yang mengubah berliter-liter air menjadi anggur dan berbicara tentang air hidup yang menghilangkan dahaga selamanya.

Biasanya Kristus menyebut Allah dengan sebutan "Abba atau Bapa", dan hanya sekali ini saja Ia menyebutnya Allah, dalam kalimat, "AllahKu, ya AllahKu mengapa Engkau meninggalkan Aku". Ini adalah sebuah perasaan yang teralienasi, terabaikan, tertolak dan sangat menyakitkan.

CS. Lewis mengatakan: tidak jadi masalah bila diabaikan orang-orang seperti pelayan restoran, swalayan atau orang-orang yang tidak begitu kita kenal, namun bila kita diabaikan oleh orang yang terdekat dengan kita, yang hidup bersamanya bertahun, lalu mendadak mengacuhkan kita, maka itu menjadi masalah besar.

Bagaimanakah dengan kita saat ini..?????
Apakah kita juga mengabaikan dan meninggalkan Dia?
Apakah kita juga larut dalam eforia suksesi penyaliban Dia, ataukah kita memaknai pengorbananNya di kayu salib itu sebagai titik nadir yang membawa kita kepada perubahan Iman dan pelayanan kita kepada sesama..??????

Marilah kita renungkan bersama!
Selamat memasuki Jumat Agung!


Catatan: Terima kasih Pak Phil, rasa sendiri dan ditinggalkan itu sudah akan hadir malam ini dalam acara Tuguran...ternyata murid-muridNya pun tidak sanggup menemani Yesus yang tahu benar apa yang akan dihadapiNya esok. Memang seringkali kita minta Ia temani tapi tidak sanggup menemaniNya.

1 comment:

  1. Anonymous1:28 AM

    Salam Damai,

    waktu juga yang membawa saya mampir di blog yang sarat dengan filosofi kristiani yang mendarat dalam praktek hidup. karunia yang indah mengenal anda melalui blog ini. keep flowing with His word...and magnify Him for He is worthy to be praised.

    ReplyDelete