Thursday, November 22, 2007

Rumahku Adalah Rumah Doa

Menjadi orang Katolik dengan segala tata cara ekaristi yang bagi sebagian orang menjemukan sesungguhnya merupakan berkat. Bila bisa bertekun dalam doa sepanjang ekaristi maka sungguh hubungan personal dengan Allah yang dapat kita tuai. Sementara itu segala tahapan doa yang sama persis di seluruh dunia membantu kita untuk merasa satu dan bersaudara di dalam gereja Katolik dimanapun kita berada. Gereja Allah adalah umatNya. Demikian juga kataNya dalam Lukas 19:46: “RumahKu adalah rumah doa”. Sanggupkah kita umatNya menjadikan diri kita rumah doa?

Dalam renungan kelompok hari ini seorang teman menceritakan pengalamannya ke Eropa. Betapa tercengangnya dia melihat keindahan dan kemegahan Katedral di Koln. Betapa terbantunya dia mengikuti perayaan ekaristi dalam bahasa Jerman yang asing bagi telinganya karena kemiripan tata cara dengan yang kita jalani di Indonesia. Demikian juga lagu-lagu yang digunakannya betapa mirip dengan lagu-lagu di Puji Syukur. Sungguh makna universal atau umum dari agama Katolik terasa.

Saya beruntung karena lebih dari sepuluh tahun lalu pernah juga merasakan ke gereja Katolik di berbagai kota di Eropa. Yang teringat adalah betapa mudahnya kita melaksanakan niat bila Tuhan ada bersama niat itu sendiri. Saya teringat betapa sering saya kebingungan dimana letak gereja Katolik, tetapi senantiasa berhasil menemukannya. Bukan hanya menemukan, tetapi senantiasa muncul di saat yang tepat…mendekati misa kudus! Pengalaman menjadi satu dalam doa sungguh terasa di Lourdes terutama dalam upacara cahaya di sore hari, melihat orang-orang sakit dibantu oleh para relawan, merasakan kebersamaan dalam doa-doa dalam berbagai macam bahasa. Saat itu sungguh terasa betapa Tuhan menyatukan kita semua.

Lonceng gereja juga menjadi pertanda bagi saya. Beruntung karena di Eropa lonceng Angelus senantiasa berbunyi, jadi begitu tiba di suatu kota maka pada jam 12 siang saya akan mendengar bunyi lonceng gereja dan bisa berusaha mencarinya. Pernah di suatu kota di Perancis (lupa dimana, bukan di Paris…mungkin di Angers) saya sudah mendengar lonceng itu dan berusaha mencarinya keesokan paginya. Betapa kecewa ketika menemukan pintu gereja terkunci. Hal ini sebenarnya hal biasa di Indonesia (senang bahwa sekarang semakin banyak yang membuka pintu gereja sepanjang hari), tapi waktu itu tidak biasa saya temui di Eropa. Kecewa karena jadwal saya yang sangat singkat di kota itu mungkin tidak akan memungkinkan saya berdoa di dalam gereja itu, sementara keinginan saya adalah untuk berdoa di dalam gereja di setiap kota yang saya kunjungi. Dengan sedih saya berbalik untuk pulang, tapi tiba-tiba saya mendengar suara koor yang bagaikan nyanyian para malaikat di telinga saya. Mengikuti asal suara itu saya berhasil menemukan pintu kecil yang membawa saya masuk ke sebuah ruang kecil dimana sedang diadakan misa pagi. Puji Tuhan, tanganNya menuntun saya ke dalam GerejaNya. Komunitas yang berdoa adalah komunitas biara dan beberapa umat yang tentunya sudah hadir tepat waktu karena tidak terlihat orang masuk lagi setelah saya.

Mengenai masalah tepat waktu saya juga bingung, apakah lebih baik terlambat daripada tidak ke gereja atau lebih baik tidak ke gereja karena terlambat? Orang di Indonesia sepertinya memilih yang pilihan pertama sementara sebagian besar orang di Eropa tampaknya lebih memilih opsi kedua. Mungkin ini bukan pengamatan yang akurat. Selain waktu yang saya habiskan di Eropa tidak cukup lama, kejadian ini juga sudah terlalu lama berlalu mungkin yang teringat tidak lagi sepenuhnya benar.

Melihat tapi tidak tahu, mendengar tapi tidak mengerti, merupakan ungkapan betapa sering kita tidak berhasil menangkap keinginan Allah. Mencari peneguhan dariNya, mencari kedamaian yang timbul dari pengambilan keputusan yang tepat, hanya dapat diperoleh melalui doa. RumahKu adalah rumah doa!

Tuhan,
Terima kasih atas kemurahan hatiMu kepada kami,
ajarilah kami untuk berdoa,
ajari kami untuk mengajak keluarga kami berkumpul dan bersatu dalam doa.
Bantulah kami menyediakan waktu,
terkadang 24 jam tidak terasa cukup,
tapi sesungguhnya bila kuhitung
tak cukup sejam daku sungguh diam dan berdoa…
Ajari dan bantu kami berdoa yang benar ya Bapa,
karena kami perlu belajar dari cintaMu yang mahabesar.
Amin.

No comments:

Post a Comment