Terus terang membaca buku “Menyeberangi Sungai Air Mata” dari Romo A. Sumarwan SJ membuat saya berlinang air mata. Buku yang disusun berdasarkan tugas kuliah Teologi Rekonsiliasi ini memang mengaduk perasaan. Selain beberapa kisah yang cukup detail, kelengkapan unsur orang yang diwawancara cukup beragam. Ada yang berkisah tentang “coro” yang dibencinya, ada yang berkisah bagaimana dia dianggap seorang “coro”. Satu hal penting yang terasa adalah betapa kekuatan hidup itu tidak berasal dari manusia sendiri tapi berasal dari Tuhan melalui perantaraan manusia-manusia lain juga. Penguatan yang mereka dapatkan menjadi bekal mereka untuk terus hidup dan terus mencintai Tuhan.
Bacaan renungan kemarin dan hari ini mungkin bisa membantu menguatkan kita dalam menjalani kehidupan ini. Hidup ini terasa tidak mudah, tetapi membaca buku di atas membuat saya tersentak. Betapa terlalu kecilnya masalah yang saya hadapi bila dibandingkan dengan penderitaan orang-orang itu. Betapa besar pergulatan mereka untuk tetap percaya kepada kehadiran kuasa Allah. Penyiksaan-penyiksaan itu merupakan cobaan besar yang bisa membuat setiap orang kehilangan kepercayaan pada hadirnya Allah dan keadilanNya. Bila saya pernah ikut mempertanyakan “Mengapa Tuhan diam?” maka taraf pertanyaan saya belum setara dengan teriakan nurani yang tersobek-sobek karena merana dizalimi seperti mereka ini.
Lukas 21:19 mengatakan “Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu…”. Kisah-kisah yang dikumpulkan Romo Sumarwan dan teman-temannya sungguh sebuah contoh nyata betapa mereka bertahan dan kemudian memperoleh hidup mereka di dalam Allah. Betapa tangan Allah menguatkan mereka dalam penderitaan dan memberikan pelajaran-pelajaran dari kesusahan mereka yang menjadi bekal hidup mereka di kemudian hari.
Dalam bagian meditasi buku Mutiara Iman mencontohkan seorang anak yang ingin membantu seekor kupu-kupu keluar dari kepompongnya. Dia merobekkan kepompong itu untuk mengeluarkan makhluk tak berdaya yang sedang berjuang untuk keluar dari keterikatannya. Apa yang kemudian diperolehnya? Kupu-kupu itu mati!
Mengapa aku takut berjuang? Aku takut berbuat kesalahan dalam perjuangan itu. Aku takut terjatuh dalam kancah percobaan dan tidak mampu keluar dari perangkap. Sekarang bergantian artis-artis tua ditangkap karena kasus narkoba. Sebuah perangkap yang memenjarakan mereka bahkan di tengah kebebasan fisiknya. Itulah yang aku takuti. Takut bahwa penderitaan membuat aku tidak kuat dan terjatuh ke lubang dalam yang tak tertolongkan. Aku lupa bahwa yang akan menolong adalah Gembala Yang Maha Kuasa. Betapa besar KuasaNya, dan betapa menentramkan jaminan dariNya.
“Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat…” (Luk 21:28). Dari bacaan diatas buku Mutiara Iman menyatakan bahwa bagi orang yang senantiasa mengusahakan hidup yang baik, benar dan bertanggung jawab, di hadapan Tuhan maupun sesamanya, maka orang itu tidak punya alasan yang mendasar untuk gentar bila hari kiamat atau hari kematiannya tiba.
Kematian bukan hal yang menakutkan bagi diriku, bahkan terkadang terasa sebagai jalan terbaik untuk berhenti berjuang. Suatu kesalahan besar untuk berfokus kepada kehidupan kekal tanpa keinginan berjuang melalui cobaan hidup ini. Bila kerikil-kerikil kecil saja sanggup membuatku terantuk, bagaimana bila harus melawan badai menyeberangi sungai air mata? Tidakkah akan hilang tempatku di rumahNya yang kekal?
Kalau sekarang ini aku mulai takut pada kematian, itu adalah karena kehadiran anak-anak yang dititipkanNya. Terkadang aku lupa bahwa itu adalah anak-anakNya yang dititipkan kepadaku. Hal ini membuat aku takut dipanggilNya sebelum tugasku sebagai seorang ibu rampung. Aku kembali lupa bahwa Dia yang menitipkan akan menjaga yang dititipkanNya walaupun aku tidak ada. Bahkan disaat aku ada, kelalaianku senantiasa tertutupi oleh penjagaanNya.
Ya Bapa yang Maha Kuasa,
Maha Baik dan Penyayang,
Kuasa dan KasihMu senantiasa melindungi kami anak-anakMu,
Terima kasih atas cinta yang berlimpah yang terkadang tidak kami syukuri Bapa.
Terkadang kami jatuh karena kesalahan kami sendiri dan kami marah merasa Engkau tidak menjaga,
Betapa kami belum juga menjadi dewasa di dalam diriMu ya Bapa,
Dewasakan kami ya Bapa,
Bimbing kami dalam jalan berbatu dan berliku.
Ingatkan kami untuk membantu sesama,
Menjadi perpanjangan tanganMu di kala menyeberangi sungai yang berbahaya,
Saling menolong dan berpegangan tangan ,
Melalui rintangan yang mengahadang di depan.
KekuatanMu adalah sumber tenaga kami,
PelitaMua adalah sumber terang dalam kelam malam.
Tuhan,
Temani kami selalu agar tak jauh dari kerajaanMu.
Amin.
No comments:
Post a Comment