Pada hari Selasa, 12 Maret 2013, ketika teman-teman yang beragama Hindu memasuki tahun baru Saka dalam keheningan Nyepi, saya juga memasuki suatu langkah baru dalam kehidupan rohaniku. Hari itu pertama kalinya saya mengikuti Misa Acies, dan memberikan janji kepada Bunda, "Aku adalah milikmu, ya Ratu dan Bundaku dan segala milikku adalah kepunyaanmu."
Sebenarnya Bunda Maria adalah Ibu yang paling dekat bagiku. Ketika kegelapan menghampiriku dan aku tidak mampu menemukan Yesus, maka Bunda Maria yang datang mempertemukanku dengan Putranya. Keheningan yang kuperoleh dalam adorasi ekaristi di Lourdes menjadi sumber mata air yang menguatkan di kala kehidupan rohaniku diterpa badai padang gurun. Keheningan di dalam hadiratNya menjadi sumber cahaya dalam kegelapan yang menerpa.
Keinginan untuk ikut Legio Maria sebenarnya sudah sering samar-samar terdengar di batinku. Tetapi ketakutan akan sulitnya membagi waktu senantiasa membuatku takut berkomitmen. Saat inipun sesungguhnya saya hanya ikut sebagai anggota auksilier. Bahkan untuk datang mengikuti misa acies ini sudah melalui godaan besar untuk melewatkannya. Pekerjaan di rumah bertumpuk, dan anak-anak yang sendirian dan harus belajar untuk ulangan umum menjadi pembenaran untuk tidak perlu hadir. Tetapi sesungguhnya hal yang mendasar adalah ketidak pantasan untuk hadir. Selama ini saya belum sanggup sungguh-sungguh disiplin dalam menjalankan doa tesera harian. Untunglah akhirnya saya sampai juga dan mengikuti seluruh rangkaian misa, termasuk mengucapkan janji bagi Bunda. Janji adalah utang, semoga Bapa memberikan rahmatNya bagiku untuk dimampukan setia dalam pelaksanaan janjiku.
Yang lucu, namaku yang tercatat di Presidium salah. Seharusnya Maria Margaretta, karena mengikuti nama permandianku yang berasal dari Marguerite Marie Alacoque, tetapi sekretaris presidium mengira namaku Marta. Rasanya memang saya terlalu banyak meniru Marta daripada Maria. Sudah saatnya untuk lebih bijaksana dalam membagi waktu (walau tidak mudah rasanya, karena lingkungan yang terus dipecah ini membuat tugas lingkungan bertumpuk pada kelompok kecil sehingga terkadang terasa tidak mungkin untuk bergerak ke luar).
Salah satu pendorong utama langkahku menjadi anggota auksilier Legio Maria ini adalah kepergian seorang teman. Kepergiannya di usia yang masih muda, meninggalkan anak-anak dan suaminya, sungguh mengguncang batinku. Kebetulan dia sejak muda menjadi anggota Legio Maria. Ketika mengantar kepergiannya, kami menyanyikan lagu, " Jikalau gandum tak jatuh di tanah, tetap sebiji tak banyak buahnya..." (baca juga Mati untuk Menghasilkan Buah). Karena kepergiannya di bulan Oktober bertepatan dengan jadwal rosario lingkungan, maka doa rosario kami dimasukkan ke dalam bagian doa tesera teman-teman Legio Maria. Saat itulah keinginan untuk menjadi buah bagi kesaksian hidupnya terasa. Dan ternyata saya tidak sendirian, seorang tetangga dekatnya juga merasakan hal yang sama, dan kami bertemu kembali dalam misa acies ini. Semoga kami sanggup sungguh-sungguh menjadi buah yang pada waktunya juga akan mati dan berbuah kembali.
Bapa yang Maha Baik,
Semoga kasihMu menguatkan kami,
dan rahmatMu membantu kami disiplin dalam melaksanakan doa,
dan menguatkan untuk berpasrah dalam janji kepada Bunda.
Agar kami dengan perantaraan Bunda dihantarkan kepada Tritunggal Yang Maha Kudus,
dan dimampukan untuk berjuang bagi kebenaranMu.
Amin.
No comments:
Post a Comment