Saturday, March 30, 2013

Mengosongkan Diri

Dari suasana Tri Hari Suci tahun 2013, dan Meditasi Kristiani tadi pagi, saya merasakan satu hal yang sangat  kuat menghampiri memoriku, "mengosongkan diri." Kata emas yang kupilih menjadi judul ini ternyata dalam kata yang berasal dari bahasa Yunani adalah KENOSIS. Ada perbincangan mengenai Kenosis dari kupasan asal katanya (bisa dibaca di sini), tetapi yang lebih dalam menggurat di batinku adalah pengosongan diri sebagai manusia. Dalam perjalanan ke bukit Golgota, Ia telah melepaskan semua kemegahan yang diterimaNya dalam lambaian palma di hari Minggu sebelumnya. Kemegahan, kekuasaan, dan pengharapan yang tinggi kepadaNya tiba-tiba pupus dan terganti dengan sumpah serapah, serta deraan penyiksaan.

Pergulatanku sekarang ini juga tidak jauh dari kata ini. Mengosongkan diri, mengosongkan keinginan dan harapan pribadi, membiarkan kehendakNya dan jalanNya yang menguasai hidupku. Sebenarnya sudah lama saya merasa membiarkan kehendakNya yang terjadi, dan membiarkan langkahku berjalan di jalan yang kukira adalah jalanNya. Tetapi, dalam satu titik balik kehidupan, ketika merasa ditegur dengan talenta yang dikubur, atau keengganan untuk meminta seperti anak yang sulung dalam kisah anak yang hilang, saya merasa dia juga menginginkan saya untuk memiliki kehendak. Dan saya terbawa arus the Secret, atau Mestakung (semesta mendukung) sehingga bertanya-tanya, "Apakah saya salah tidak menginginkan dan tidak melangkah ke suatu arah yang kuinginkan?" Keinginanku adalah menjalankan keinginanNya, tetapi keinginanNya terkadang tidak mudah kubaca.

Ketika menjalani kehidupan berkeluarga, dan terus mencoba menjadi garam di tengah masyarakat (walaupun tetap dalam skala terbatas) terkadang terasa betapa kehidupan ini sungguh bukan milik kita sendiri. Jadwal yang penuh dan harus diatur begitu rupa, terkadang tidak tahu mana yang lebih penting dan menjadi prioritas bagiNya. Ketika komunitas doa menginginkan waktu bersama, sementara rumah belum juga beres, yang mana yang menjadi prioritas? Ketika pekerjaan atau komunitas kerja membutuhkan waktu tambahan sementara rumah atau doa juga menantikan pembagian waktu, yang mana yang harus didahulukan? Ketika manusia harus sanggup membagikan diri, tentunya perlu memiliki sesuatu baru bisa berbagi...

Manusia terbiasa melihat kesuksesan sebagai suatu hasil perjuangan. Tetapi terkadang ada perjuangan yang tidak ada akhirnya. Pekerjaan rumah tangga dalam keluarga merupakan satu contoh jelas mengenai perjuangan yang tiada akhirnya. Baru selesai dengan satu macam pekerjaan, maka pekerjaan yang lain sudah menanti, tidak ada hentinya. Padahal bila tinggal sendirian tentunya lebih mudah untuk mengatur pekerjaan rumah tangga itu. Pendidikan anak juga terkadang menjadi perjuangan yang terasa tak berkesudahan. Anak-anak yang diberi pengajaran tampak bagaikan tak menghasilkan buah-buah prestasi. Bahkan kalau dipikirkan lebih dalam, sebagai anak, saya juga masih tidak kurang menyusahkan orang tua. Apalagi kalau melihat anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus, bagaimana orang tua membutuhkan berkat berlebih untuk tetap tegar dalam berjuang bersama anak-anak mereka.

Dalam kelelahan perjuangan itu terkadang terasa betapa semua mencoba menyerap energi kita, dan kita serasa kosong tidak memiliki ruang untuk diri sendiri. Mengosongkan diri tanpa menjadi kosong, rasanya itu yang lebih tepat untuk dijalani. Mengosongkan diri bagi kemuliaan namaNya, tetapi tidak akan pernah kosong karena Ia sendiri yang senantiasa mengisi kekosongan itu, entah dengan kekuatan ketika kita merasa lemah, atau dengan ketabahan ketika kita merasa terhempas, serta kedamaian yang menjadi sumber sukacita bahkan di dalam kesedihan terdalam.

Bapa,
Ampuni kami orang berdosa,
Dosa-dosa kami yang menyalibkan Kristus,
yang membuatNya didera dan diejek,
yang membuatNya terjatuh dan tak bertenaga,
yang membuatNya dicaci dan ditikam,
yang membuat kehidupanNya nampak bagai kegagalan di mata dunia,
tetapi bagai benih kehidupan yang jatuh...mati...dan berbuah banyak,
Kuatkan kami ya Bapa,
agar mampu meneladani Yesus Kristus, Sang Penebus,
yang setia sampai akhir perjalanan,
yang tiada pernah memalingkan wajah dari BapaNya,
Allah ampunilah kami orang berdosa,
Amin.


No comments:

Post a Comment