Wednesday, March 13, 2013

Mengikut Bapa Sebagai AnakNya

Bacaan Injil mengenai Anak yang Hilang tentunya sudah sangat dikenal oleh orang Kristiani. Sangat menarik bahwa kisah ini memiliki berbagai dimensi yang 'berbicara' pada saat yang berbeda. Ketika pertama kali membaca kisah ini, tokoh yang sangat dekat dengan diri saya adalah si bungsu. Perasaan menjadi si bungsu yang dengan sembrono menuntut haknya sebagai anak, dan kehilangan pegangan dan kasih sang Bapa, sangat lekat menyapa.

Kemudian suatu ketika di tengah meditasi Kitab Suci, tiba-tiba tertegur akan kelekatanku pada figur anak sulung Bapa (Baca: Anak Sulung yang Hilang). Anak yang merasa sebagai anak Bapa, tetapi berlaku tidak lebih dari hamba sahayaNya. Ia mengabdikan kehidupannya pada Bapa karena mengharapkan upah dari Bapa, dan merasa kecewa ketika Bapa memotong kambing dan berpesta untuk adiknya yang pulang ke rumah. Tidak pernah terpikir olehnya bahwa ia adalah anak Bapa, dan segala milik Bapa boleh dipergunakannya. Iri hati menutupi matanya. Kesombongan akan pengabdiannya membuat ia tidak mau masuk ke dalam rumah Bapa untuk menyambut adiknya yang pernah hilang.

Kali ini beberapa kali mendengarkan bacaan ini menjelang hari Minggu Prapaskah, baik dalam meditasi, dalam pertemuan Pendalaman Iman Prapaskah, dan di dalam misa hari Minggu, saya tersentil akan kebaikan Bapa. Dalam kehidupan berumah tangga, menjadi orangtua memang lebih mendekatkan pada peran Bapa. Kemampuan untuk bersikap bijaksana, dan adil kepada semua anak. Kerendahan hati untuk menerima kembali anaknya yang hilang. Ia tidak ragu untuk keluar menjemput anak bungsu yang sudah bersikap durhaka, dan Ia juga tidak ragu untuk keluar menemui si sulung yang tidak mau masuk ke dalam rumah. Ia tidak memperdulikan otorita sebagai orangtua.

Kalau biasanya saya merasa dekat pada tokoh-tokoh dalam kisah ini karena mengingatkan akan kedekatan mereka dengan diri saya, maka kali ini kedekatan dengan tokoh Bapa lebih karena Ia mengingatkan saya akan kekurangan saya sebagai orangtua. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna." (Mat 5:48) Ketika saya tidak mampu untuk bersikap seperti Bapa di dalam rumah, bagaimana mungkin saya bisa meniruNya di luar rumah?

Membaca Injil Matius 5:43-48 membawa saya lebih dalam pada kerahiman Ilahi. Ia menerbitkan matahari bagi orang yang baik dan orang yang jahat, menurunkan hujan bagi orang yang benar dan yang tidak benar. FirmanNya menanyakan, "Apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?"

Rasanya sungguh sulit untuk dapat menjadi seperti Bapa, tetapi sebagai anakNya tentu kita boleh berharap memperoleh rahmatNya agar dimampukan mendekati kesempurnaan Bapa.

Bapa yang Maha Baik,
Terima kasih atas pencerahanMu bagi kami,
Mohon rahmatMu agar kami dimampukan untuk bersikap sepertiMu
untuk sungguh-sungguh menjadi anakMu
dan mewarisi kesempurnaanMu.
Amin.

No comments:

Post a Comment