Kemarin bacaan yang diambil adalah Yohanes 8: 51 – 59 tentang Yesus sudah ada sebelum Abraham. Dari permenunganku hanya satu ayat yang sangat mengusik yaitu ayat 51: Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firmanKu, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.
Aku mengerti dengan jelas bahwa firman ini berkata tentang kekekalan roh di surga, tapi aku terusik untuk menghubungkannya dengan inti dari tulisan (penelitian) Rubiana Soeboer (seorang psikolog) yang dibukukan BIP dengan judul “Mati Suri, Ke manakah Kita Setelah Mati?”
Rubiana menyimpulkan bahwa: “Fenomena mati suri menunjukkan bahwa kehidupan tidak berakhir dengan kematian, dan bahwa kematian tidak lain adalah sebuah peralihan tingkat kesadaran dari satu tingkatan keberadaan kepada tingkatan keberadaan yang lain. Subjek dapat memperoleh pemahaman bahwa kehidupan di Bumi merupakan hal yang istimewa dan masing-masing dari kita memiliki suatu tugas yang menggambarkan rencana ilahi” (hal 84)
Buku Rubiana memang bercerita tentang kekekalan, tapi dalam buku ini juga ada hal yang sebenarnya bukan paham agama Katolik yaitu mengenai adanya pilihan untuk reinkarnasi. Pada saat mati suri ada yang mendapatkan tiga pilihan: kembali ke raganya (berjuang), tetap tinggal (di surga), atau reinkarnasi (terlahir kembali) (hal 63)
Seorang teman bercerita teman kisah temannya yang mengikuti aliran Falun Gong, dalam aliran ini ada surga, ada Nirwana (ini kalau dia tidak salah tangkap). Surga berada dalam tingkatan di bawah Nirwana, dalam konteks Katolik mungkin kita bisa katakan bahwa ini adalah Api Penyucian, sementara Nirwana adalah kekekalan abadi.
Teman yang lain mengingatkan (untuk saya memberi pengetahuan, karena baru pertama mendengar definisi ini), bahwa manusia terdiri dari raga (badan), jiwa, dan roh. Raga dan jiwa bisa sakit, tetapi roh kekal adanya.
Sebenarnya kami juga membicarakan kenyataan bahwa dalam mati suri ini subyek bisa bertemu dengan Yesus, Muhammad, Buddha, atau apapun yang dia imani. Tapi hari ini saya hanya ingin fokus pada hidup yang kekal dan pencarian diri sebagai orang Katolik.
Hal yang sempat saya ungkapkan dalam sesi ini adalah pengalaman penulis buku mati suri ini sendiri, karena saya sangat terkesan pada perumpamaan mengenai permainan solitaire. Dalam keadaan iseng terkadang saya main solitaire di komputer, dan kalau kalah akan saya ulang kembali …Jadi saya merasakan benar bahwa setiap tindakan yang saya ambil di dalam permainan ini bisa membawa akibat yang jauh berbeda daripada bila mengambil tindakan lainnya. Dalam buku mengenai mati suri ini ada juga terkutip pandangan Diana Wood (Chapman, 1995) bahwa: “ Dalam hal sekecil apapun yang anda lakukan memiliki pengaruh”. Pemahaman ini kalau diterapkan ke dalam kehidupan, sungguh benar rasanya!
Ada satu hal yang temukan di buku (tapi tidak sempat saya sharingkan). Dalam kasus Benedict yang mengalami mati suri karena menderita kanker stadium akhir. Diperkirakan usianya tinggal 6-8 bulan, ternyata dalam waktu itu ia mengalami mati suri. Kembali dari mati surinya Benedict sembuh dari penyakitnya dan menjadi penyembuh dengan energi cahaya. Bukan kisah sembuh atau penyembuhannya yang menarik perhatian saya, tapi pengalaman mati surinya yang dituangkan dalam kata-kata ini (lengkapnya hal 45 – 49) yang saya kutip sebagian: “Saya kembali dengan pemahaman bahwa Tuhan tidak berada disana. Tuhan ada disini. Jadi pencarian manusia yang terus menerus untuk mencari dan menemukan Tuhan…, sesungguhnya Tuhan telah memberikan semuanya kepada kita, semuanya ada di sini. Jadi penciptaan merupakan sebuah penjelajahan Diri Tuhan melalui setiap hal yang dapat dibayangkan, dalam sebuah eksplorasi tak terbatas di dalam setiap diri kita yang sedang berlangsung terus menerus. Melalui setiap helai rambut di kepala anda, melalui setiap helai daun pada setiap pohon, melalui setiap atom, Tuhan melakukan eksplorasi Diri. Saya melihat bahwa setiap hal adalah demikian, diri anda, diri kita. Setiap hal merupakan Diri yang Besar. Itu sebabnya mengapa Tuhan tahu bahkan setiap daun yang gugur. Hal itu menjadi mungkin karena di mana pun anda berada, di situ merupakan pusat dari alam semesta. Di mana pun atom tersebut berada, ia merupakan pusat dari alam semesta. Ada Tuhan di dalamnya, dan Tuhan di dalam Void” Pemahamannya sedikit filisofis mungkin, tapi untuk mudahnya saya kembali ke kitab suci (lap top nya agama Kristen) yang intinya Tuhan ada di dalam diri kita. Menjadi orang beriman yang berjalan di jalanNya membuat tempat yang bersih dan nyaman untuk Tuhan. Hal ini mengingatkan saya pada sakramen pengakuan dosa (loncat sedikit ya…sebentar saja!) Kemarin saat menunggu di depan kamar pengakuan (he he he ketahuan pilih hari terakhir) ada sedikit insiden kecil, ada yang mau menyerobot…Saya sempat berpikir ya sudah biarkan saja, toh dia mau mengaku dosa…tapi di belakang saya ada seorang ibu yang tidak terima dan dia akhirnya menegur pria tersebut. Lha piye iki tho? Mau ngaku dosa kok malah bikin dosa baru, membuat orang lain ikut berdosa pula (yang nunggu pasti pada ngomel…Cuma ibu satu itu yang mau menegur langsung…kan kalau kita tidak bisa mengatur kadar emosi kita, bisa jadi dosa baru!).
Ada sedikit oleh-oleh dari pertemuan teman-teman dengan romo Yohanes (ringkasan bu Yanti), tapi saya belum kebagian foto copynya. Intinya (kalau nggak salah) dengan iman kita bisa melihat kehidupan dari kaca mata Allah. Klop kan…Allah di dalam kita, kita melihat dengan kaca mata Allah, kita menjadi tabernakel Allah…jadi janganlah merusakkan dan mengotori tempat kediamanNya.
Sepertinya ini tulisan terpanjang saya untuk blog ini (padahal belum selesai pembahasannya). Ada satu ayat yang kemarin juga menarik perhatian teman-teman yaitu Yoh 8: 54 ; “Jikalau Aku memuliakan diriKu sendiri, maka kemuliaanKu itu sedikitpun tidak ada artinya. BapaKulah yang memuliakan aku, tentang siapa engkau berkata: Dia adalah Allah kami,..”
Dalam pelayanan kepada sesama kita perlu mengingat ayat ini, agar kita tidak terjebak untuk menagih upah balas budi, kemashuran, dll. Allah sendiri yang akan memuliakan segala pekerjaan kita!
Allah yang Maha Baik,
terima kasih atas firmanMu hari ini,
terkadang pikiranku terlalu kecil untuk menampung kebesaranMu,
tetapi aku percaya Dikau membimbing semua dombaMu.
Aku bersyukur ya Bapa,
bersyukur atas kesadaran akan hadirMu,
tanpa perlu harus mengalami peristiwa mati suri,
tanpa perlu mencari di kegelapan.
Engkau hadir di hatiku,
Engkau hadir di sekelilingku,
dalam keluarga dan teman-temanku,
dalam perjumpaan-perjumpaan baru di kehidupanku.
Engkau selalu ada bersamaku,
walau terkadang tak kusadari ya Allahku…
KasihMu membimbingku selalu,mengarungi hidup menuju kekekalan abadi…Amin.
No comments:
Post a Comment