Sunday, March 08, 2009

Adil dan Bertanggung Jawab

Menjelang Minggu II masa Prapaskah kemarin ada beberapa bacaan yang sangat menyentuh hati saya. Yang pertama adalah Matius 5:43-48. Dalam kothbah di bukit, Yesus menyatakan dengan gamblang, "Kasihilah musuh-musuhmu, dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikian kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga. Sebab Ia membuat matahariNya terbit bagi orang yang jahat dan bagi orang yang baik pula, hujanpun diturunkanNya bagi orang yang benar dan juga orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga sempurna adanya."

Kutipan yang panjang...seluruhnya memiliki nilai yang sangat berarti. Yang amat menyentuh saya ketika mendengar kutipan ini adalah kebenaran tentang matahari dan hujan. Manusia hidup mengandalkan matahari dan hujan, dan kehidupan itu diberikan kepada semua orang tanpa memandang baik atau buruknya ia menjalankan sabda Allah.

Mengasihi tanpa batasan, senantiasa berbuat adil bahkan mendoakan orang lain yang berlaku tidak adil pada kita merupakan sebuah beban yang terasa berat dan melelahkan. Pastur di gereja mengutip lagu "Kasih Ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa...hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia..."

Terkadang sebagai ibu rasanya kasih saya tidak lagi seperti sang surya. Saya berharap dengan mengasihi anak-anak saya, mereka juga menunjukkan perilaku yang manis dan baik. Ketika mereka nakal dan mungkin berlaku agak kurang ajar, saya menjadi marah, atau paling tidak merasa sedih dan lelah. Saya merasa telah mencurahkan semua unsur kehidupan yang saya miliki bagi mereka, dan mereka tidak mengapresiasinya. Ternyata saya juga berharap memperoleh cinta dari mereka, memperoleh perhatian dari mereka, memperoleh penghormatan dari mereka...

Allah tidak pernah lelah memberikan kasihNya kepada saya. Bahkan ketika saya tidak mengingat kesalahan saya sendiri, dan berdoa untuk meminta pembalasan bagi orang-orang yang berlaku tidak adil kepada saya, Ia tidak lelah mendidik saya untuk menjadi anakNya...menjadi sempurna seperti diriNya.

Matius 5: 23-24 mengatakan, "Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu." Walaupun Allah menginginkan kita untuk senantiasa menjadikanNya prioritas pertama dalam kehidupan kita, ternyata ada hal penting lain yang perlu kita ingat sebelum menghantarkan diri kepadaNya...memaafkan sesama, ataupun minta maaf kepada sesama.

Terkadang pelayanan yang kita lakukan di lingkungan gereja maupun masyarakat juga karena berharap imbalan dari Tuhan Allah. Dan sementara pelayanan berjalan, rasa kesal dan kemarahan terhadap orang-orang yang tidak membantu juga membukit. Itulah sumber dari keringnya kehidupan rohani kita. Saya merasakannya ketika masih mahasiswa dahulu, mendahulukan pelayanan tetapi sering merasa kesal karena hanya orang-orang yang itu-itu saja yang bekerja. Dan rasanya hati saya menjadi gersang, kedamaian tidak terasa disana. Seorang pastur yang saya mintai nasehat menyuruh saya supaya tidak fokus kepada kegiatan organisasi tetapi lebih fokus kepada pelayanan itu sendiri. Nasehat ini masih terus saya ingat sampai sekarang, karena pelayanan dalam organisasi menginginkan hasil akhir, target proyek, imbalan yang memuaskan...tetapi "pelayanan dalam Tuhan" tidak selalu bisa dilihat hasilnya. Ada yang jatuh di tanah yang subur, ada yang jatuh di tanah berbatu, adapula yang jatuh di dalam semak berduri. Satu hasil yang dijanjikanNya adalah kedamaian hati dan kehidupan kekal bersamaNya.

Membaca Titus 2: 1-10 mengenai kewajiban orang tua, pemuda, dan hamba sekali lagi mengetuk hati saya untuk bangun. Nasehat kepada perempuan begitu panjang dibandingkan kepada kaum lelaki.

Bila kepada lelaki hanya dipesankan untuk hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih, dan dalam ketekunan, maka kepada kaum perempuan diberikan nasehat yang jauh lebih panjang. "Hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang." Belum lagi nasehat kepada orang muda dimulai dengan kata-kata:"...nasehatilah mereka..." Berada persis di bawah nasehat kepada kaum perempuan (dewasa) membuatnya seakan menyatu dengan tugas mengajarkan dan mendidik yang secara khusus disebutkan di atasnya.

Lelaki terkadang memang terasa bagai makhluk dari Mars yang tidak sebahasa dengan perempuan yang berbahasa planet Venus. Ketika makhluk Mars itu belum menjadi bagian kehidupan sepenuhnya dari perempuan, maka menjadi tantangan yang besar untuk mengenali dan belajar bahasanya. Tetapi ketika keduanya harus hidup di dalam satu biduk rumah tangga, lalu terasa betapa berbeda bahasanya...betapa sulit untuk mengertinya. Dan tidak jarang makhluk Mars, yang juga malas belajar bahasa Venus ini, memilih membungkam seribu bahasa dan membuat komunikasi semakin berantakan. Ketika itu beban tanggung jawab terhadap anak-anak terasa sangat berat, bagai memikul salib sendirian...Rupanya memang makhluk Venus lebih boros dalam berkata-kata, karena itu pula nasehat yang kami peroleh demikian panjang dan detail.

Sebenarnya masih satu pertanyaan yang menggelayut di kepalaku. Nasehat yang bergitu panjang bagi kaum perempuan diakhiri dengan perkataan "agar Firman Allah jangan dihujat orang". Walaupun tahu bahwa ada makna tanggung jawab mendidik dan pengajaran disana, tetapi hati kecilku masih berteriak "itu juga tugas lelaki..."

Tuhan Allah yang Maharahim,
terima kasih atas cinta tak terbatas yang Kau curahkan pada kami
atas matahari dan hujan yang Kau anugerahkan untuk kehidupan kami
atas ketulusan penuh maaf yang Kau tawarkan bagi kami
Masih banyak hal yang tidak kumengerti Bapa...
Masih banyak hal yang menjadi protes di dalam hatiku...
Aku yakin Dikau mengerti dan akan menjawabnya sesuai dengan waktuMu...
Sementara itu dukung dan bantu aku dalam bertanggung jawab bagi keluargaku...
Amin.

No comments:

Post a Comment