Iri hati tidak pernah membawa kebaikan, tetapi sifat manusia kita juga sangat dekat dengan kecenderungan iri hati ini. Kitab Suci sudah memberikan banyak contoh mengenai keburukan yang datang dari sifat iri hati. Kain dan Habel, Esau dan Yakub, Yusuf dan kakak-kakaknya adalah kisah-kisah yang sangat populer dan teringat dari Kitab Perjanjian Lama.
Dalam Injil Lukas 15: 11-32 diceritakan mengenai kisah anak bungsu yang meminta bagian warisannya terlebih dahulu. Dia berfoya-foya dan jatuh miskin di negeri orang, lalu sadar dan kembali memohon ampun kepada Bapanya. Walaupun si bungsu tidak mengharapkan lebih dari pengampunan dan diterima bekerja di rumah Bapanya, ternyata sang Bapa memulihkan kembali statusnya sebagai anak. Hal ini membuat anak sulung merasa iri dan tidak mau masuk ke rumah. Ia bersungut-sungut kepada Bapanya. Ia merasa semua jerih payahnya melayani Bapa dan menuruti perintah Bapanya belum pernah mendapatkan ganjaran sebuah pesta bagi dirinya dan sahabat-sahabatnya.
Terkadang sebagai manusia yang masih memandang segala sesuatunya seperti "mata ganti mata", kita mengharapkan Tuhan membalaskan sakit hati kita atas perbuatan orang lain dengan azab sengsara. Atau sebagai orang yang masih memiliki mental hamba yang membutuhkan upah, kita merasa Tuhan belum memberikan kita kebahagiaan yang patut untuk semua pelayanan yang kita berikan padaNya. Sifat yang kedua ini yang ada pada si anak sulung.
Kata Bapanya kepadanya: "Anakku engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanKu adalah kepunyaanmu."
Dalam kisah Kain dan Habel (Kejadian 4: 1-16) digambarkan Kain iri hati karena persembahan Habel diterima Tuhan, dan dia membunuh Habel adiknya. Bukannya memeriksa diri mengapa persembahannya tidak berkenan di hadapan Tuhan, ia justru membunuh adiknya. Tuhan memberikan hukumanNya, tetapi apakah Ia membiarkan Kain dibunuh? Dalam ayat 15 Tuhan berfirman: "Barangsiapa yang membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat." Hukumannya walaupun berat tidak pernah untuk mencelakai manusia. Dan firmanNya itu sebenarnya juga kembali lagi kepada kita bila kita membunuh sesama kita. Membunuh sesama tidak selalu melalui pembunuhan fisik, ada juga pembunuhan karakter, ada juga pembunuhan kesempatan. Sumber dari semuanya adalah rasa iri hati...
Anak kembarku juga seringkali iri hati, sepertinya dari dalam perut mereka sudah berkelahi mencari tempat di dalam rahim yang sempit, lalu dilanjutkan lagi ketika keluar dalam upaya mencari perhatian mamanya. Terkadang saya juga lelah menghadapi mereka, dan tidak tahu bagaimana harus bersikap. Bahkan ketika memperoleh mainan yang sama persis masih bisa juga mereka bertengkar, entah karena masalah batere, atau masalah kecil lainnya. Lalu ditambah keirian si sulung. Dia yang semula memperoleh perhatian sepenuhnya harus berbagi dengan dua orang adik. Rasanya memang manusia sangat dekat dengan sifat iri hati. Belajar dari pengalaman saya menghadapi anak-anak, saya merasa lebih tahu betapa Tuhan juga berusaha untuk selalu adil...dalam caraNya sendiri. Tentu saja saya juga belajar dari kisah Esau dan Yakub, serta kisah Yusuf dan saudara-saudaranya. Sebagai orang tua saya perlu lebih bijaksana agar anak-anak saya tidak merasa iri, ataupun merasa dibedakan antara sulung, yang tengah, maupun bungsu.
Dalam Lukas 15: 1-3 dikisahkan betapa orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat iri karena Yesus berbuat baik kepada para pemungut cukai dan orang-orang berdosa. Mereka merasa diri mereka yang suci tidak diajak makan bersama, malahan Yesus mengajak orang berdosa untuk makan. Sikap iri menjauhkan kita dari pertobatan, seperti Kain yang tidak merenungkan mengapa persembahannya tidak berkenan bagi Tuhan, atau seperti si anak sulung yang marah kepada bapanya. Kita juga cenderung marah dan menjauhkan diri dari Tuhan karena iri melihat nasib orang lain yang lebih baik, atau kemampuan dan talenta orang lain yang lebih besar.
Tuhan Allah Bapa yang Mahabaik,
Terima kasih Engkau senantiasa mengingatkan kami,
Agar menjauhkan diri dari sikap iri dan dengki,
Dan memberikan pencerahan agar kami mau merenung dan bertobat,
Bantulah kami memperoleh pertobatan yang tulus ya Bapa,
dan kuatkan kami dalam melepaskan jubah iri hati yang seringkali membungkus kami,
jadikanlah kami anakMu yang sadar akan betapa besar pintu maaf yang Kau miliki,
sehingga kamipun mau meniru memaafkan sesama kami,
Amin.
No comments:
Post a Comment