Bacaan dari Mat 23: 1-12 sebenarnya banyak berkisah tentang bagaimana menjadi pemimpin sejati. Walaupun suasana di Indonesia sedang hangat dengan pencarian calon pemimpin negara, bacaan hari ini lebih berbicara kepada saya dalam kapasitas saya sebagai seorang ibu rumah tangga. Karena itu sebagian dari isi ayat 3 menjadi pilihan judul posting kali ini, "...karena mereka mengajarkannya tapi tidak melakukannya."
Menjadi pemimpin mungkin bisa disamakan dengan menjadi orang tua, menjadi guru (yang digugu dan ditiru). Dalam buku Retret Agung Umat yang dibagikan sebagai penuntun perjalanan rohani menantikan kebangkitan, dikatakan: "Mereka mengajarkan dan menuntut supaya orang berlaku adil, benar, jujur, disiplin, kerja keras, hidup hemat, sederhana, tetapi mereka sendiri berbuat tidak adil, korupsi, berbohong, malas, boros, konsumtif. Mereka berceramah dan berkothbah supaya orang peduli, solider, toleran, menghargai, menghormati, mengasihi, melayani tanpa pamrih dan pilih kasih kepada siapapun, tetapi mereka bersikap dan berperilaku egois, acuh tak acuh, masa bodoh, mementingkan diri/kelompok sendiri, membenci, memusuhi, suka menghakimi, selalu minta imbalan, menuntut balas jasa,dsb." Rasanya semua kriteria ini perlu kucamkan lagi agar bisa benar-benar memberikan teladan yang baik bagi anak-anakku.
Anak-anak itu seperti spons yang menyerap berbagai hal tanpa saringan. Karena itu benar juga bahwa orang tua harus lebih mengenali dirinya terlebih dahulu sebelum bisa mengenali dan membentuk komunikasi yang baik dengan anaknya. Saya sedang membaca buku H. Norman Wright "Menjadi Orangtua yang Bijaksana"...sepertinya sebuah buku bagus untuk mengarahkan saya menciptakan komunikasi yang lebih baik di dalam rumah. Yang paling berat buat saya pribadi adalah mengetahui segala macam teori pendidikan itu, tapi tidak mampu memindahkannya ke anak-anak karena saya hanya mampu mengajarkan dan bukan melakukannya. Karena itulah saya selalu membutuhkan bantuanNya untuk ikut menyentil saya tatkala sedang ngantuk dan melenceng.
Orang tua mana yang tidak menginginkan anaknya memiliki kriteria sebagai pemimpin? Memiliki anak yang berintegritas, memiliki kredibilitas, kapabilitas, dan akseptabilitas tentunya menjadi impian orang tua. Menjadikan mereka pribadi yang utuh, dipercaya orang, mampu bekerja, dan diterima orang banyak, merupakan tugas sebagai orang tua, dan tanggung jawab yang berat untuk dipikul. Apalagi bila orang tuanya (kedua maupun salah satunya) sendiri belum tuntas dengan pendewasaan dirinya pribadi.
Mengajarkan anak untuk berserah sepenuhnya kepada Tuhan, hanya bergantung kepada Tuhan saja merupakan hal yang sulit bila orang tua sendiri masih terikat pada ketakutan-ketakutan pribadi akan masa depan.
Saya bersyukur memiliki komunitas teman-teman yang senantiasa menguatkan,senantiasa berbagi dan menolong saya dalam usaha memasrahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan.
Kehidupan di dunia maya juga membuat saya harus belajar berbagi waktu, belajar menekan kemungkinan narsistik dari kegiatan daring yang memuaskan diri pribadi dan melalaikan tanggung jawab sebagai ibu. Tetapi, kehidupan di dunia maya ini juga membuat saya tersadarkan betapa banyak permasalahan yang universal, dan betapa masih banyak orang yang mencari dan ingin mengusahakan kedamaian di dalam Tuhan. Keberimbangan hidup, dan pencarian kedamaian dalam pengambilan setiap keputusan sebelum melangkah (discernment) adalah hal yang masih kucari dan kupinta dalam doa.
Tuhan,
betapa sering aku melalaikan tugasku untuk memberi teladan
melupakan arti melayani ketika kelelahan mendera
tetapi Engkau tidak meninggalkanku sendiri
Terima kasih Tuhan,
bantulah aku menjadi lebih arif dan sabar
jadikanlah aku anakMu
yang hanya mengejar yang baik dan benar
yang mampu bertindak adil dan jujur
yang lebih memilih melayani daripada dilayani
dan siap mencintai seperti cintaMu yang tidak berbatas,
Amin
No comments:
Post a Comment